Nabi Yusuf adalah anak ke-11 dari dua belas putra Yakub. Sejak kecil, Yusuf sudah terlihat menonjol baik dari ketampanan rupanya, kehalusan gerak gerik, kesantunan, ketaatan, dan kecerdasannya. Yakub, sang ayah terlihat memberi perhatian lebih besar pada Yusuf dibanding anak-anaknya yang lain.
Kedamaian terpancar di wajah Yakub saat ia duduk bersama Yusuf. Matanya berbinar saat menatap cahaya Yusuf. Ucapannya jadi melembut ketika bicara kepada Yusuf.
Sungguh Yakub menampakkan perbedaan yang jelas saat menyatakan rasa sayangnya kepada Yusuf. Dalam pandangan Yakub, Yusuf bagai purnama di langit-langit makrifat.
Yusuf dan Saudara-saudaranya
Mengapa Yakub demikian mencintai Yusuf sehingga menimbulkan kecemburuan pada anak-anaknya yang lain? Karena Yakub melihat pancaran Illahiyyah pada karakter Yusuf. Ya. Memang Nabi Yakub telah melihat tanda kenabian pada diri Yusuf. Seorang yang dipilih Allah dan menerima limpahan kasih sayang Allah.
Di samping itu, Yakub juga menyadari jalan panjang ujian yang akan menempa Yusuf untuk menguatkan akidahnya. Tugas kenabian hanya diemban oleh orang yang siap menanggung ujian dan derita. Yakub menyadari hal tersebut.
Itulah yang membuat Yakub melindungi Yusuf, agar ia memiliki kekuatan dalam menjalani takdirnya sebagai kekasih Allah. Sebagaimana Yakub yang telah ditempa hingga akhirnya memperoleh pangkat kenabian, maka ia pun membimbing Yusuf agar kuat menggenggam amanah Allah dalam menjalani takdir hidupnya.
Yakub juga meminta Yusuf agar merahasiakan mimpinya, tentang sebelas planet, sebuah matahari, dan sebuah bulan yang bersujud kepadanya. Yakub menjaga Yusuf dengan hati-hati. Hingga tak menyadari penjagaannya yang berlebihan telah menimbulkan prasangka di antara anak-anaknya sendiri.
Melihat Yusuf lebih dicintai sang ayah, membuat saudara-saudaranya cemburu dengan keberuntungan yang dimiliki Yusuf. Bagi mereka semua, Yakub adalah seorang ayah teladan yang menjadi cahaya mata. Semua mengharapkan perhatian dari Yakub.
Namun ketika Yakub memberi perhatian khusus kepada Yusuf, membuat mereka cemburu. Maka mereka menyusun rencana untuk menjauhkan Yusuf dari ayahnya. Agar sang Ayah bisa memberi perhatian dan kasih sayang yang sama pada semua anak-anaknya, tidak lagi terpusat pada Yusuf.
Suatu ketika anak-anak Yakub meminta izin untuk mengajak Yusuf pergi ke padang rumput.
“Wahai ayah, izinkan kami mengajak Yusuf pergi untuk melihat keindahan padang rumput di sebelah hutan sana. Dia tentu akan menjadi penggembala sebagaimana kami juga, maka ia perlu tahu di mana biasa kami menggembalakan domba, di mana tempat terbaik sekaligus tempat indah di mana kami biasa melepas lelah”, demikian bujuk kakak-kakak Yusuf.
Semula Yakub tidak mengizinkan. Ia mendapat firasat tidak baik tentang ajakan kakak-kakak Yusuf. Ya, karena memang kakak-kakak Yusuf telah menyiapkan rencana untuk memisahkan Yusuf dari ayahnya, untuk menjauhkan Yusuf dari rumahnya sendiri.
Bujukan demi bujukan akhirnya meluluhkan Yakub. Diberilah izin untuk mengajak Yusuf pergi. “Jagalah adik kalian ini baik-baik. Ia masih terlalu kecil, jangan sampai serigala memangsanya. Aku titipkan ia pada kalian,” pesan Yakub.
Maka pergilah semua anak-anak Yakub, kecuali Bunyamin yang masih terlalu kecil untuk mengikuti kakak-kakaknya.
Sesampainya di hutan, mulailah kakak-kakak Yusuf menjalankan rencana mereka. Mereka mengatakan pada Yusuf untuk bermain sembunyi-sembunyian. Lalu Yusuf diminta bersembunyi di dalam sumur kering agar tidak ketauan oleh siapa pun. Yusuf kecil tentu menuruti apa kata kakak-kakaknya. Ia tidak sadar bahwa dirinya tengah diperdaya.
Setelah Yusuf diturunkan ke dalam sumur, mereka pun pergi meninggalkan Yusuf sendiri. Agar ayahnya tidak lagi menanyakan Yusuf, maka mereka mengambil baju Yusuf yang dilumuri darah domba. Lalu pulanglah mereka sambil meraung-raung. Pura-pura meratapi kemalangan Yusuf.
“Wahai anakku, apakah yang terjadi? Mengapa kalian menangis tanpa henti? Ke mana Yusuf?” Tanya Nabi Yakub penuh khawatir.
“Wahai ayah maafkan kami yang telah melalaikan amanahmu. Kami tadi pergi ke hutan dan asyik bermain, sehingga tak sadar seekor serigala telah menyerang Yusuf,” kata kakak Yusuf berdusta. Lalu disodorkan baju yang telah dilumuri darah domba tersebut. Mereka mengatakan hanya itulah yang tersisa dari Yusuf.
Hati Yakub langsung bergetar tak karuan. Ia tercenung lama sekali sambil menciumi baju Yusuf. Saking sedihnya perasaan Yakub sampai-sampai matanya menjadi putih dan ia menjadi buta.
Meski hati kecilnya tahu apa yang dilakukan anak-anaknya yang lain, apalagi ketika ia melihat tak ada bagian baju Yusuf yang robek, namun Yakub sadar takdir Yusuf tengah berjalan. Ia akan hidup terpisah dengan Yusuf. Tempat ia memandang cahaya Allah. Itulah yang membuat hatinya sedih.
Dalam kesedihan tersebut, Yakub mentaubati dirinya yang telah menitipkan Yusuf pada anak-anaknya. Mestinya hatinya berdoa untuk menitipkan Yusuf pada Allah, pada Tuhan, bukan menitipkan pada kakak-kakaknya Yusuf.
Sesungguhnya sebaik-baik penjagaan adalah pada Allah. Bukan pada manusia. Yakub telah lalai berdoa untuk keselamatan Yusuf hingga ia mesti menjalani tragedi keberpisahan. Tapi nasi telah menjadi bubur. Yakub hanya bisa mohon ampun pada Allah dan memohon kesabaran agar tak hilang iman dalam menghadapi takdir Allah.
Selain itu, Yakub pun mengalami nasib sebagaimana ketika ia mengecoh agar mendapatkan ‘berkat’ dari ayahnya, Ishaq. Mengingat hal tersebut, makin pedihlah hati Yakub. Saking tak tahan dengan kepedihan tersebut membuat mata Yakub menjadi buta.
Yakub seperti Ishaq yang menjadi buta. Ishaq buta karena memang sudah tua, sedangkan Yakub menjad buta akibat kesedihan yang tak tertahankan.
Melihat kondisi Yakub yang makin lemah dengan mata yang buta, kakak-kakak Yusuf berkata pada ayahnya, “Wahai Ayah, engkau tidak henti-hentinya mengingat Yusuf sampai badan ayah kurus dan lemah. Alangkah lebih baik jika ayah mengasihani diri sendiri,”
Yakub menjawab, “Aku tidak akan mengadukan duka yang kurasakan pada kalian, atau siapa pun. Aku hanya mengadu kepada Allah. Aku yakin, Allah akan memberikan jalan keluar dari situasi sulit dan kesedihan yang aku hadapi. Aku yakin mimpi Yusuf itu pasti terwujud. Aku dan kalian pasti bersujud padanya seperti yang Yusuf impikan. Dan, sungguh, aku mengetahui dari Allah apa yang tidak kamu ketahui.”
Lalu bagaimana dengan nasib Yusuf? Yusuf masih berdiam dalam sumur. Ia tak berani bersuara karena taat pada pesan kakak-kakaknya agar jangan bersuara hingga ditemukan kembali. Yusuf masih merasa itu bagian dari permainan sebagaimana yang dikatakan kakak-kakaknya.
Namun langit sudah berganti warna. Kelam mulai menghiasi angkasa. Satu dua bintang dan suara binatang malam sahut bersambut. Yusuf pun tertidur, hingga kemudian ia merasa tubuhnya berayun terangkat ke atas.
Ia mengira kakak-kakaknya telah menemukan dirinya dan menyelesaikan permainan. Ternyata rombongan kafilah yang telah mengangkat timba dari sumur. Yusuf terkejut, demikian juga rombongan tersebut. Kenapa ada seorang anak dalam timba?
Mereka kemudian memberi makan Yusuf dan membawanya ke kota karena Yusuf tidak tahu ke mana arah menuju rumahnya. Sesampainya di kota, seorang Potifar, ketua pengawal kerajaan tertarik melihat Yusuf. Yusuf terlihat bersih dan terdidik. Apalagi sang Potifar tidak memiliki keturunan. Pastilah istrinya senang ditemani seorang anak lelaki kecil nan rupawan ini.
Sampailah Yusuf di rumah Potifar. Istrinya, yang bernama Zulaikha menyambut dengan senang hati kehadiran Yusuf. Diberinya makanan yang lezat dan tempat istirahat yang nyaman. Yusuf tumbuh dalam pengasuhan Khiftir dan Zulaikha.
Kisah Nabi Yusuf dan Zulaikha
Yusuf dibawa oleh seorang Potifar, seorang perwira kerajaan yang menjabat sebagai kepala pengawal kerajaan Mesir. Seorang pejabat istana yang memiliki kedudukan terhormat.
Ia bernama Khiftir. Khiftir adalah orang terpandang di negerinya. Meskipun status Yusuf sebagai budak, namun ia diperlakukan dengan baik. Yusuf menjadi teman bagi istri sang Potifar, yaitu, Zulaikha yang belum memiliki anak.
Hari demi hari, Yusuf tumbuh dewasa, ketampanannya makin terlihat. Tidak itu saja. Yusuf adalah seorang yang dipercaya untuk mengurus segala masalah kerumah-tanggaan. Zulaikha sangat menyukai Yusuf hingga perasaan itu menjelma menjadi suatu perasaan yang lebih dalam.
Perasaan Zulaikha terhadap Yusuf itu menjadi bahan tertawaan sahabat-sahabatnya. Bagaimana mungkin seorang wanita terhormat bisa menyukai budaknya yang telah ia rawat sejak kecil?
Mendengar perkataan orang-orang di sekitarnya mendorong Zulaikha untuk melakukan sesuatu.
Lalu dibuatlah acara makan di rumahnya. Zulaikha mengundang semua perempuan yang ia kenal untuk datang. Saat mereka sedang asyik makan, dipanggillah Yusuf untuk datang.
Ketika semua tamu melihat Yusuf, mereka demikian terkesima sehingga tak sadar mengiris jari mereka sendiri dengan pisau buah yang sedang mereka pegang.
Ketampanan Yusuf telah membuat luka tak terasa. Setelah mereka melihat sendiri bagaimana wajah Yusuf yang diliputi cahaya ketakwaan, mereka bisa paham kenapa Zulaikha sampai memiliki perasaan mendalam terhadap Yusuf.
Nabi Yusuf memang dikenal sebagai nabi yang paling rupawan. Meskipun rupawanan Nabi Yusuf hanya setengah dari ketampanan Nabi Adam as. Kerupawanan itu bukan hanya dari bentuk fisiknya, melainkan juga karena adanya cahaya ketundukan dan ketakwaan.
Mengapa seorang Zulaikha yang cantik dan terhormat punya perasaan mendalam kepada Yusuf? Karena sesungguhnya Zulaikha mencintai cahaya Illahiyyah yang memancar dari Yusuf. Hanya saja rasa itu masih terbalut dengan syahwat dan nafsunya.
Kata Zulaikha, “Lihatlah ia bukan manusia, ia seorang malaikat,” ketika semua perempuan tanpa sadar mengiris jemarinya.
Kelak, ketika Yusuf telah menjadi pejabat di istana Mesir, Yusuf datang kepada Zulaikha. Namun Zulaikha menolak dinikahi Yusuf, karena sesungguhnya yang dicari oleh Zulaikha adalah cinta Tuhan. “Aku telah menemukan cinta sejatiku, yaitu Sang Pencipta,” demikian kata Zulaikha kepada Yusuf.
Berita tentang Zulaikha dan Yusuf didengar oleh Khiftir. Ia tidak suka mendengar berita tersebut. Dengan kekuasaannya, Khiftir memenjarakan Yusuf agar tidak lagi mengganggu Zulaikha.
Zulaikha mengatakan bahwa Yusuflah yang lebih dulu mulai menganggunya. Yusuf tahu dirinya tidak bersalah, tapi ia tak membantah ketika akhirnya dipenjarakan.
Saat itu ada bayi yang karena kesuciannya dapat berbicara. Bayi tersebut mengatakan jika jubah yang dikenakan Yusuf sobek di depan itu tanda Yusuf yang bersalah. Sebaliknya, jika jubah tersebut sobek di belakang maka Yusuf tak bersalah.
Jubah Yusuf sobek di belakang itu menjadi bukti kalau Yusuf tak bersalah. Meski bukti sudah jelas, namun Yusuf tetap dijebloskan ke penjara. Penjara lebih Yusuf sukai sebagai cara melindungi dirinya dari fitnah lainnya.
Nabi Yusuf di Penjara
Saat di penjara, Yusuf didatangi oleh 2 orang yang meminta ditafsirkan arti mimpinya. Seorang mengatakan bahwa ia melihat pohon anggur dengan 3 cabang, di mana rantingnya mulai berdaun lebat dan buahnya ranum bermunculan. Ia bermimpi memeraskan anggur dan menuangkannya dalam gelas.
Sedangkan seorang yang satunya bermimpi ia meletakkan 3 buah roti di atas kepalanya, kemudian datanglah sekawanan burung gagak mematuk dan memakan roti yang ada di atas kepalanya.
Atas kuasa Allah, Yusuf menakwilkan mimpi tersebut bahwa dalam 3 hari akan terjadi perubahan dalam kehidupan si pemeras anggur. Ia akan dibebaskan dan kelak ia akan memperoleh pekerjaan kembali, yaitu melayani minuman sang raja. Dia yang akan menuangkan dan mengurus makanan dan minuman untuk raja.
Sedangkan ihwal mimpi roti di atas kepala yang dimakan burung gagak merupakan pertanda buruk. Sebenarnya Yusuf paham, bahwa orang yang mengatakan mimpi tentang gagak yang mematuk roti di atas kepalanya, hanya hendak menguji Yusuf.
Orang itu tidak bermimpi seperti itu, ia hanya mau mengolok-olok Yusuf. Dikiranya apa yang ditakwilkan Yusuf hanya sekedar gurauan. Namun apa yang ditakwilkan Yusuf menjadi kenyataan.
Dalam 3 hari, orang yang bermimpi memeras anggur akan memperoleh keberuntungan, sedangkan orang yang pura-pura bermimpi rotinya dimakan gagak akan memperoleh musibah.
Lalu Yusuf berpesan pada pemeras anggur agar kelak menyampaikan pada Raja ihwal dirinya yang sedang di penjara. Namun ternyata orang tersebut lupa hingga Yusuf harus menjalani lebih lama lagi masa di penjara hingga beberapa tahun kemudian.
Nabi Yusuf Menakwilkan Mimpi Raja
Suatu ketika, Raja Mesir bermimpi aneh. Mimpi yang terasa demikian kuat sehingga membuat dirinya terus memikirkan makna dari mimpi tersebut. Maka dipanggillah segenap penasihat kerajaan untuk menakwilkan mimpinya tersebut. Sayangnya tak satu pun yang berhasil menafsirkan.
Tiba-tiba si pemeras anggur yang kini telah diangkat sebagai penuang minuman Raja teringat akan Yusuf, sahabatnya saat di penjara. Lalu disampaikan pada raja ihwal Yusuf. Raja pun segera menitahkan utusannya untuk menyampaikan pada Yusuf agar menakwilkan mimpinya.
Apakah gerangan mimpi sang raja?
“Aku telah bermimpi, dan tak ada seorang pun yang dapat menerangkan artinya. Ada yang mengabarkan kepadaku bahwa engkau dapat menerangkan mimpi,” sabda Raja kepada Yusuf.
Yusuf menjawab, “Bukan hamba, Tuanku, melainkan Allah yang akan memberi penjelasan yang tepat.”
Lalu berkatalah raja,
“Aku bermimpi bahwa aku sedang berdiri di tepi Sungai Nil. Lalu keluarlah dari sungai itu tujuh sapi yang gemuk-gemuk dan berkulit mengkilap, lalu mulai makan rumput di tepi sungai itu, kemudian muncullah pula tujuh sapi yang lain, yang kurus-kurus dan tinggal kulit pembalut tulang.
Belum pernah aku melihat sapi yang begitu jelek di seluruh Mesir. Sapi-sapi yang kurus itu memakan habis ketujuh sapi yang gemuk tadi. Tetapi setelah itu sapi-sapi itu masih tetap kurus. Lalu terbangunlah aku dari tidurku.
Kemudian aku tertidur dan bermimpi lagi, bahwa aku melihat tujuh bulir gandum yang berisi dan ranum, tumbuh pada satu tangkai. Lalu tumbuh pula tujuh bulir gandum yang kurus-kurus dan kerut kering oleh angin gurun. Bulir gandum yang kurus itu menelan bulir yang berisi tadi.
Telah kuceritakan kedua mimpiku itu kepada para tukang sihir dan ahli nujum, tetapi tak seorang pun dapat menerangkan artinya.”
Lalu Yusuf berkata kepada raja,
“Kedua mimpi itu sama artinya; Allah telah memberitahukan kepada Tuanku apa yang akan dilakukan-Nya. Tujuh sapi yang gemuk itu adalah tujuh tahun, dan tujuh bulir gandum yang berisi itu ialah tujuh tahun juga; keduanya sama artinya.
Tujuh sapi yang kurus, yang muncul kemudian, serta tujuh bulir gandum yang kurus dan kerut kering oleh angin gurun itu ialah masa kelaparan selama tujuh tahun. Sebagaimana telah hamba katakan kepada Tuanku, Allah telah memperlihatkan kepada Tuanku apa yang akan dilakukan-Nya.
Nanti akan datang tujuh tahun masa penuh kemakmuran di seluruh negeri Mesir. Setelah itu akan datang tujuh tahun kelaparan, dan masa penuh kemakmuran itu akan dilupakan sama sekali, karena masa kelaparan itu akan hebat sekali sehingga negeri ini menjadi tandus.
Mimpi Tuanku terjadi dua kali, itu berarti masa tersebut telah ditetapkan oleh Allah dan bahwa Allah akan melaksanakannya dengan segera.
Karena itu, sebaiknya Tuanku memilih seorang yang cerdas dan bijaksana dan memberinya kuasa untuk mengatur negeri ini.
Tuanku juga harus mengangkat pegawai-pegawai lainnya, dan memberi mereka kuasa untuk memungut seperlima dari semua panen gandum selama tujuh tahun masa penuh kemakmuran itu, lalu menimbunnya di kota-kota serta menjaganya.
Gandum itu akan menjadi persediaan makanan selama tujuh tahun masa kelaparan yang akan datang di Mesir. Dengan demikian rakyat tidak akan mati kelaparan.”
Yusuf, saat itu berusia 36 tahun, dengan kuasa Allah, menafsirkan mimpi tersebut. “Negara yang kini subur makmur, di mana semua tanaman gandum, padi, dan sayur mayur akan menuai hasil yang baik dan melimpah ruah selama 7 tahun lamanya akan tergantikan dengan masa paceklik selama 7 tahun kemudian, di mana sungai Nil mengalami kekeringan sehingga tak bisa mengairi tanah sekitarnya.
Sebuah pohon sulit tumbuh, hama merajalela hingga manusia tak bisa mengambil buah-buahan dan hewan ternak tak bisa makan tumbuhan. Jika ternak mati maka manusia pun kehilangan sumber makanan sehari-hari. Persediaan makanan akan menipis dengan cepat dan rakyat kelaparan.
Namun, jika bangsa ini beriman, maka akan tibalah masa basah di mana hujan akan turun lebat, menyirami tanah-tanah kering kembali menghijau, menghasilkan bahan makanan dan buah-buahan nan lezat, binatang ternak kembali berkembang biak, menghasilkan susu yang segar dan daging yang gemuk,”
“Maka jika takwilku ini benar, untuk menghadapi masa sulit tersebut, hendaknya kalian menyimpan baik-baik apa yang dihasilkan dalam tahun-tahun subur, melakukan penghematan sebaik-baiknya agar rakyat terhindar dari bencana kelaparan dan kesengsaraan.”
Mendengar takwil dari Yusuf, raja merasa puas. Karena Yusuf tidak hanya menakwilkan mimpi tersebut, namun juga memberi jalan keluar bagaimana mengatasi negeri Mesir agar bisa bertahan saat paceklik tiba.
Raja kemudian melakukan dialog dengan Yusuf. Ternyata Yusuf menguasai pengetahuan yang banyak dan bisa beberapa bahasa.
Melihat kepandaian Yusuf, kesantunan, dan kesalehannya, Raja bermaksud mengangkat Yusuf menjadi orang kepercayaannya, menjadi pejabat kerajaan.
Namun, sebelum menerima tawaran Raja, Yusuf ingin agar Raja membersihkan namanya yang tercemar akibat peristiwa dengan Zulaikha. Raja menyanggupi mengumumkan pada seluruh negeri bahwa Yusuf tidak bersalah.
Yusuf Menjadi Bendahara Kerajaan Mesir
Ketika Raja akan memberi jabatan, Yusuf memilih menjadi bendahara kerajaan. Yusuf mulai berkuasa di Mesir pada tahun 1876 SM.
Yusuf mulai berkeliling Mesir untuk mengumpulkan gandum dan menyimpan hasil ladang di sekitar kota. Membangun banyak lumbung untuk tempat penyimpanan. Gandum yang dikumpulkan demikian banyak sehingga Yusuf berhenti menakarnya, saking banyaknya bagai pasir di lautan.
Tujuh tahun masa kemakmuran yang telah dinikmati negeri Mesir itu berakhir. Maka datanglah tujuh tahun masa kelaparan. Seluruh dunia terjadi kelaparan akibat paceklik berkepanjangan, hanya negeri Mesir yang tetap makmur.
Selama beberapa tahun masa paceklik, Yusuf tidak pernah makan hingga kenyang agar ia tidak melupakan rakyatnya yang kelaparan. Ia hanya makan sekali dalam sehari. Kebiasaan Yusuf ini juga diikuti oleh raja-raja berikutnya.
Demikianlah kelaparan juga menimpa negeri Kan’an, kampung halaman Yusuf. Maka berkatalah Yakub kepada anak-anaknya agar pergi ke Mesir meminta gandum kepada raja. Lalu berangkatlah ke sepuluh saudara Yusuf ke Mesir.
Sesampainya di istana, Yusuf segera mengenali saudara-saudaranya. Sebaliknya, saudara Yusuf tak ada yang mengenalinya sama sekali. Timbul rasa belas kasih Yusuf kepada saudara-saudaranya, terutama ke Bunyamin dan sang ayah yang tidak ikut.
Tapi Yusuf harus yakin apakah saudara-saudaranya sudah berubah menjadi lebih baik atau masih memiliki kedengkian seperti dulu?
Maka Yusuf mulai mengatur strategi. Yusuf mulai menginterogasi mereka semua, demi untuk mengetahui keadaan saudaranya. Yusuf meminta agar mereka membawa seluruh saudaranya, termasuk Bunyamin, adik bungsu mereka, sebagai bukti bawa apa yang mereka bicarakan adalah kebenaran. Yusuf harus diyakinkan bahwa adik dan ayahnya dalam keadaan selamat.
Mereka menyanggupi akan membawa Bunyamin kelak, jika mendapat izin dari ayahnya. Sebagai jaminan, Yusuf menahan Simeon dan memasukkannya dalam penjara. Simeon akan dilepaskan kembali jika mereka membawa Bunyamin ke Mesir.
Mereka bertanya-tanya kenapa Yusuf demikian ingin mereka membawa adiknya? Yusuf berkata, “Untuk membuktikan bahwa apa yang kau katakan tentang keluargamu adalah benar adanya, dan kalian bukan mata-mata yang datang untuk mengambil keuntungan semata.”
Saudara-saudara Yusuf kembali ke Kan’an dengan karung-karung yang telah dipenuhi gandum. Sesampainya di rumah, mereka mengabarkan tentang kejadian di istana. Sedihlah hati Yakub kehilangan satu lagi anaknya yang ditahan di penjara kerajaan.
Kelaparan di negeri Kan’an makin hebat, dan setelah keluarga Yakub menghabiskan semua gandum yang dibawa dari Mesir, berkatalah Yakub kepada anak-anaknya, “Pergilah lagi ke istana dan belilah gandum untuk kita.”
Lalu Yehuda berkata kepada Yakub, “Gubernur Mesir (yaitu, Yusuf) telah memberi peringatan keras bahwa kami tidak boleh menghadap dia jika kami tidak membawa adik kami itu. Kalau ayah mengizinkan adik kami (Bunyamin) ikut, kami segera pergi ke Mesir untuk meminta gandum.”
Yakub berkata, “Kenapa kalian menyusahkan aku dengan memberitahukan kepada orang itu bahwa kalian masih mempunyai adik?”
Mereka menjawab, “Orang itu terus-menerus bertanya tentang kami dan tentang keluarga kami, katanya, ‘Masih hidupkah ayahmu? Apakah kamu masih punya adik laki-laki lain?’ Kami terpaksa menjawab segala pertanyaannya. Bagaimana kami dapat menduga bahwa dia akan menyuruh kami membawa adik kami itu?”
Hati Yakub diliputi khawatir, namun wahyu Allah membuat hatinya tenteram sehingga ia mengizinkan Bunyamin dibawa serta menuju Mesir.
Sebagaimana janji Yusuf, ketika Bunyamin tiba, maka dilepaskanlah Simeon dari penjara. Sebagai tanda terima kasih, ke-sebelas saudara Yusuf sujud di hadapannya. Yusuf hampir-hampir tak dapat menahan luapan rasa rindunya terhadap adik kesayangannya. Namun ia menahan diri sedemikian rupa. Lalu dijamulah semua saudaranya untuk makan malam bersama.
Sampailah saatnya mereka hendak kembali pulang. Yusuf berkata bahwa ia baru saja kehilangan gelas piala tempat minumnya. Yusuf memerintahkan pelayan untuk memeriksa semua orang yang ada di istana, sekaligus memaklumatkan bagi siapa saja yang ketahuan membawa piala tersebut maka ia akan ditahan.
Mulailah pelayan memeriksa satu persatu orang di istana, termasuk para saudara Yusuf. Ketika memeriksa karung kepunyaan Bunyamin, ditemukanlah piala di dalamnya. Tentu saja semua orang terkejut. Bagaimana mungkin Bunyamin, adik bungsu mereka, berani melakukan hal itu?
Bunyamin memiliki karakter seperti Yusuf yang lembut, santun, dan jujur. Rasanya tidak masuk akal jika Bunyamin bertindak nekat begitu.
Namun, bukti tak dapat dibantah. Piala itu ada dalam tas Bunyamin. Entah siapa yang memasukkannya. Mereka tidak mengetahui kalau itu merupakan siasat Yusuf. Yusuf yang telah memerintahkan pelayan untuk meletakkan piala tersebut dalam karung milik Bunyamin. Yusuf memiliki rencana yang tidak diketahui oleh saudara-saudaranya.
Sesuai titah Yusuf, maka Bunyamin tidak diperkenankan kembali ke rumahnya di Kan’an. Mendengar titah tersebut, Yehuda maju mendekati Yusuf dan berkata,
“Maaf, Tuanku, izinkanlah hamba berbicara lagi dengan Tuanku. Tuanku telah bertanya kepada kami tentang keluarga kami, hingga aku menjelaskan seluruhnya tentang keluarga kami. Tuanku menyuruh kami membawa adik kami, Bunyamin, ke Mesir agar Tuanku dapat melihatnya. Lalu kami menjawab anak itu tidak dapat berpisah dari ayahnya; jika ia berpisah dari ayahnya maka ayahnya itu akan meninggal. Tapi Tuanku mengancam tidak memperbolehkan kami kembali ke Mesir tanpa membawa adik kami ini. Aku telah berjanji pada ayahku untuk membawa kembali Bunyamin dengan selamat. Hamba merelakan diri hamba untuk menjadi jaminannya. Bahwa jika hamba tidak membawa adik kami kembali pada ayah, hambalah yang akan menanggung hukuman seumur hidup. Jadi, hamba mohon, Tuanku, izinkanlah hamba tinggal di sini menggantikan adik hamba. Biarlah hamba yang menanggung beban hukumannya. Bagaimana hamba dapat kembali kepada ayah kami jika adik kami tidak ikut kembali? Hamba tidak tahan melihat musibah yang menimpa ayah kami.”
Mendengar pembelaan Yehuda terhadap Bunyamin, menjadi luluh hati Yusuf. Betapa mereka kini telah berubah. Rela membela adiknya, bahkan bersedia menanggung hukumannya.
Mereka demikian kuat memegang janji kepada ayahnya. Sungguh Yusuf tak dapat menahan air matanya. Kelak, keturunan Yehuda akan menjadi raja-raja hebat yang turut mengukir sejarah peradaban.
Yusuf tak dapat menahan diri lagi. Ia mulai membuka identitas dirinya, bahwa ia adalah Yusuf yang dulu ditinggalkan dalam sumur saat masih kanak-kanak. Mereka pun mulai bertangisan.
Mereka berkata, “Apakah kamu ini benar-benar Yusuf? Demi Allah, sesungguhnya Allah telah melebihkan kamu atas kami, dan sesungguhnya kami telah bersalah,”
Yusuf menjawab, “Akulah Yusuf. Pada hari ini tak ada cercaan terhadap kalian, mudah-mudahan Allah mengampuni kalian, dan Allah Maha Penyayang di antara para penyayang. Sesungguhnya barangsiapa yang bertakwa dan bersabar, maka sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik.”
Yusuf menitipkan bajunya agar diserahkan kepada ayahnya. Yusuf berkata, ”Pergilah kalian dengan membawa jubahku ini, lalu letakkan ke wajah ayah, agar penglihatannya kembali normal seperti semula; dan bawalah semua anggota keluargamu kepadaku.”
Kemudian Yusuf menyediakan banyak kereta kuda beserta kusirnya kepada saudara-saudaranya untuk menjemput keluarga mereka, termasuk menjemput Yakub, sang ayah.
Ketika diserahkan baju Yusuf kepada Yakub, tercium aroma Yusuf. Seketika penglihatan Yakub kembali seperti semula. Mata Yakub kembali pulih, seiring kegembiraan yang meletup dari dalam hati Yakub.
Yusuf mengajak Yakub dan keluarganya ke Mesir. Mereka diberikan tanah yang luas untuk tempat tinggal mereka. Di daerah Ramses, sesuai perintah raja.
Setibanya Yakub di Mesir, ia bersujud kepada Yusuf diiringi oleh istri dan kesebelas anaknya yang lain, sebagai bentuk penghormatan rakyat kepada para pejabat kerajaan Mesir.
Yusuf segera merangkul kedua orangtuanya dan berkata, “Wahai ayahku, inilah tabir mimpiku yang dahulu itu; sesungguhnya Tuhanku telah menjadikannya suatu kenyataan. Dan, sesungguhnya Tuhanku telah berbuat baik kepadaku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Lembut terhadap apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dialah yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
Mereka tak dapat menahan kegembiraan, saling meluapkan rindu yang telah tertahan sekian lama.
Sementara itu kelaparan kian hebat melanda dunia. Orang-orang dari berbagai penjuru negeri datang ke Mesir untuk meminta bantuan makanan. Mereka sudah tidak memiliki uang atau apa pun yang dapat ditukar dengan makanan.
Lalu, sebagai gantinya, Yusuf meminta tanah mereka. Tanah tersebut dibeli oleh Mesir sebagai penukar makanan. Dengan demikian wilayah Mesir menjadi makin luas, karena banyak orang menjual tanahnya demi mendapatkan makanan. Mesir tak perlu berperang untuk meluaskan wilayah negeri mereka.
Saudara-Saudara Nabi Yusuf As Bertaubat
Kakak-kakak Yusuf menjadi menyesal dan malu atas perbuatan yang telah mereka lakukan dulu. Mereka saat itu masih kecil dan didorong oleh rasa cemburu semata.
Yusuf menghibur mereka, “Jangan takut atau menyesali dirimu karena perbuatan kalian yang dahulu. Sebenarnya inilah takdir yang Allah buat untuk menyelamatkan kita semua. Untuk menyelamatkan banyak orang. Sekarang baru tahun kedua dari masa kelaparan. Masih lima tahun lagi orang tidak akan bisa membajak dan memanen. Allah telah membawa saya mendahului kalian untuk menjamin keselamatanmu dan keturunan kita semua. Jadi, sebetulnya bukan kalian yang menyebabkan saya ada di sini, melainkan Allah. Allah telah menjadikan saya sebagai pegawai tertinggi raja Mesir dan diserahi kuasa atas seluruh Mesir.”
Saudara-saudara Yusuf menjawab, “Kami mohon, ampunilah kesalahan yang telah kami lakukan.”
Lalu saudara-saudaranya itu sujud di hadapan Yusuf serta berkata, “Kami ini hambamu.”
Yusuf berkata, “Jangan takut, sebab saya tidak akan bertindak, kecuali atas petunjuk Allah. Meski kalian telah bermufakat untuk berbuat jahat pada saya, tetapi Allah telah mengubah kejahatan itu menjadi kebaikan, agar bisa menyelamatkan nasib banyak orang. Jangan khawatir, dengan kuasa Allah, saya akan mencukupi kebutuhan kalian dan anak-anak kalian.”
“Aku akan memohonkan ampun bagimu kepada Tuhanku. Sungguh, Dia Yang Maha Pengampun, Maha Penyayang.” Demikian Yusuf menenteramkan hati saudara-saudaranya.
12 Suku Bani Israil
Yakub merasa waktunya untuk menghadap Allah sudah dekat. Dia memanggil anak-anak dan cucunya untuk berkumpul. Yusuf membawa kedua anaknya menghadap Yakub.
Yusuf mendudukkan Manasye, putra sulungnya di sebelah kanan Yakub. Sedangkan Efraim, si bungsu, didudukkan di sebelah kiri Yakub. Menunggu Yakub memberkati anak-anak tersebut.
Yusuf mendudukkan anak-anaknya dalam posisi seperti itu, dengan harapan anak pertamalah yang akan mendapat berkat dari tangan kanan Yakub. Tentu keberkatan dari tangan kanan lebih utama daripada tangan kiri.
Tapi apa yang terjadi? Yakub menyilangkan lengannya dan meletakkan tangan kanannya di atas kepala Efraim, si bungsu, dan tangan kirinya diletakkan di atas kepala Manasye, si sulung.
Kisah ini serupa dengan pengalaman Yakub ketika meminta “berkat” (doa) dari Ishaq, ayahnya. ‘Berkat’ yang semula diperuntukkan bagi Esau, kakak Yakub, namun diambil oleh Yakub dengan cara mengelabui ayahnya.
Yusuf nampak tidak senang dan menegur ayahnya. “Mungkin mata ayah tidak bisa melihat dengan jelas, karena Manasye si sulung yang ada di sebelah kanan ayah. Berkatilah anak sulungku, Manasye, dengan tangan kanan ayah, karena itu merupakan hak dia sebagai anak sulung.”
Namun Yakub menjawab, “Aku tahu anakku. Aku tahu siapa yang duduk di sebelah kanan dan kiriku. Manasye, si sulung, akan besar kuasanya dan keturunannya pun akan menjadi bangsa yang besar. Tetapi adiknya, Efraim, akan lebih besar kuasa dan keturunannya kelak.”
Efraim kelak memiliki keturunan (cicit) bernama Elkana, ayah dari Samuel (Samwyil) yang menjadi nabi sekaligus sebagai penasihat Raja Thalut (Saul). Samuel yang memberikan nubuwah tentang kedatangan seorang raja sekaligus nabi, yaitu, Daud.
Masih ingat Daud yang diberikan tambahan usia dari Adam? Demi membantu perjuangan Daud, Adam rela mengurangi usianya untuk diberikan kepada Daud sebanyak 40 tahun, sehingga genap 100 tahun usia Daud di bumi.
Sedangkan tentang Nabi Samuel yang merupakan keturunan Efraim, adalah seorang anak yang telah dinazarkan sejak sebelum ia lahir.
Ibunya adalah seorang saleh yang kuat peribadatannya. Peribadatan tersebut yang menarik perhatian Ely seorang imam dan penasihat Bani Israil, yang kemudian turut mendoakan agar Hana memiliki keturunan yang saleh.
Sejak Hana mengandung Samuel, ia telah bernazar untuk membaktikan anaknya tersebut di Baitullah di bawah bimbingan Ely.
Setelah memberkati Manasye dan Efraim, Yakub juga memberkati kedua belas anak-anaknya yang kelak akan menjelma menjadi dua belas suku besar dari Bani Israil.
Kepada Yehuda, yang telah membela Benyamin, dikatakan, “Yehuda akan memegang tongkat kerajaan. Keturunannya akan memerintah selama-lamanya. Bangsa-bangsa lain akan membawa upeti, dan sujud dengan takluk di hadapannya.”
Kelak raja-raja dari Bani Israil merupakan keturunan Yehuda, termasuk Daud dan Sulaiman merupakan keturunan Yehuda.
Sedangkan Lewi, anaknya yang lain dikatakan akan memiliki keturunan imam dan nabi-nabi, di antaranya: Harun, Musa, Maryam, Yahya, dan Isa. Masing-masing anak memperoleh nubuwwahnya masing-masing sesuai yang telah dituliskan di lauhul mahfuzh.
Demikianlah kisah Nabi Yusuf As, semoga menambah pengetahuan tentang kisah-kisah nabi, dan bisa mengambil pelajaran di dalamnya.