Kisah Nabi Yakub As

Kisah Nabi yakub As. Nabi Ishaq memiliki dua anak, bernama: Esau dan Yakub. Esau tumbuh besar sebagai pemburu yang tangguh, tangannya kekar, tubuhnya tinggi besar dan dipenuhi bulu, kecepatan gerak dan katajaman matanya membuat ia hampir tak pernah meleset saat membidik buruannya. Ishaq sangat bangga dengan putranya, tanpa disadari kasih sayang dan harapannya lebih banyak tertumpu pada putra tertuanya ini.

Sebaliknya, fisik Yakub tak sekuat Esau. Yakub lebih senang berada di sekitar rumahnya, duduk diam merenungkan banyak hal. Ibunya, bernama Ribka, lebih mencintai Yakub. Karena Yakub selalu ada saat ibunya membutuhkan pertolongan.

Selain itu, Nabi Yakub juga memiliki perasaan yang lebih halus dan lembut. Ia dapat mengerti perasaan ibunya dengan baik. Maka ibunya lebih menginginkan agar Yakub yang menerima pemberkatan dari Ishaq.

Sebuah “berkat” untuk menjadi bangsa yang besar dan kuat yang akan menjadi penerus nabi-nabi dan raja-raja. Selain itu, Ribka mengaminkan nubuwwah yang disampaikan malaikat bahwa kelak anak bungsulah yang akan memimpin anak sulung.

Setelah peristiwa pengambilan “berkat, tersebut, di mana Esau menjadi marah karena kehilangan hak sebagai anak sulung. Dalam tradisi kuno, anak sulung memperoleh kedudukan yang lebih tinggi. Anak sulung raja akan menjadi putra mahkota. Anak sulung imam akan memperoleh ‘berkat’.

Sudah diduga kemarahan Esau tak dapat ditahan. Maka Ribka menyuruh Yakub pergi ke Haran atau Padang Aram, kampung halaman ibunya untuk menemui Laban, adik Ribka.

“Tinggallah engkau beberapa tahun di sana, nikahilah anak-anak saudaraku. Laban memiliki anak-anak gadis, pilihlah di antara mereka. Kelak, jika kemarahan Esau telah reda, kembalilah engkau ke tempat ini. Berdamailah kalian. Aku tak ingin kehilangan dua anakku karena saling berselisih. Seseorang harus mengalah, kali ini engkau yang harus pergi.”

Baca juga:  Kisah Nabi Yusuf 'Alaihissalam

Ribka menahan haru karena harus berpisah dengan Yakub, putra yang dikasihinya. Ribka merasa apa yang telah ia jalankan adalah semata untuk memenuhi nubuwwah yang pernah disampaikan saat anak-anaknya masih berada dalam kandungan, bahwa putra bungsu akan memimpin yang sulung.

Ishaq melepas Yakub dengan sebuah nasihat, “Pergilah engkau ke tempat saudara ibumu. Semoga Allah yang Maha Kuasa memberkati engkau, membuat engkau beranak cucu dan menjadi bangsa yang besar. Semoga Allah mengaruniakan “berkat” sebagaimana yang diberikan kepada Ibrahim, agar engkau memiliki negeri ini.”

Yakub pun pergi meninggalkan kampung halamannya. Di Padang Aram, Nabi Yakub tinggal selama 21 tahun. Lambat laun persoalan antara Yakub dan Esau berakhir damai. Yakub telah meminta maaf dan Esau meyakini bahwa peristiwa itu terjadi dengan izin Allah.

Segala yang terjadi telah tertulis di lauhul mahfuzh, jauh sebelum umat manusia dicipta. Allah Maha Mengetahui segalanya. Segala kebaikan dan rencana yang tidak semua bisa dipahami oleh manusia.

Saat pelariannya dulu, di umurnya yang ke-40 tahun, Yakub tertidur di suatu tempat dan bermimpi melihat tangga tempat turun naiknya malaikat. Saat terbangun, Yakub menandai tempat tersebut. Kelak di tempat tersebut berdirilah Baitul Maqdis yang dibangun oleh Nabi Daud.

Selain itu, tempat ini menjadi titik awal mikraj Rasulullah dan para nabi lainnya. Sejak peristiwa itu pula diwahyukan kepada Nabi Yakub agar anak keturunannya disebut sebagai ‘Israil’.

Israil artinya orang yang melakukan perjalanan menuju Allah. Karena semua perjalanan anak keturunannya, termasuk para nabi-nabi dan raja, mengilustrasikan perjalanan taubat (tubu’ ilallah = kembali kepada Allah). Perjalanan yang menjadi panduan bagi umat untuk mencapai makrifat. Ada mekanisme jihad, hijrah, dan uzlah.

Mimpi tersebut menjadi tanda bahwa Nabi Yakub telah dipilih oleh Allah. Memang telah tertulis dalam kitab takdir bahwa Yakub-lah yang menjadi menjadi nabi, dan anak keturunannya kelak akan menjadi suku bangsa yang besar.

Baca juga:  Kisah Nabi Hud As

Demikianlah kisah Nabi Yakub As, semoga bisa menambah ibrah dan pengetahuan kita.