8 Unsur Intrinsik Cerpen, Pengertian, dan Contohnya dalam Sebuah Cerita

Unsur Intrinsik Cerpen – Cerita pendek, atau yang dikenal dengan akronim cerpen, merupakan salah satu jenis fiksi yang paling banyak ditulis orang. Sesuai dengan sifatnya yang pendek. cerpen biasanya dapat dibaca dalam waktu yang singkat, atau dapat dibaca sekali duduk.

Karya sastra cerpen dibangun oleh dua unsur yaitu, unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur yang membentuk cerpen dari dalam karya sastra itu sendiri.

Ada 8 unsur intrinsik cerpen, yakni:

  1. Tema
  2. Tokoh
  3. Penokohan
  4. Plot/Alur
  5. Latar/Setting
  6. Sudut Pandang
  7. Gaya Bahasa
  8. Amanat/Pesan

Sebelum mengetahui dengan jelas unsur-unsur intrinsik cerpen, terlebih dahulu kamu perlu memahami apa itu cerpen dan bagaimana ciri-cirinya.

Pengertian Cerpen

Apa yang dimaksud dengan cerpen? Cerpen atau cerita pendek adalah cerita yang menurut wujud fisiknya berbentuk pendek. Ukuran panjang pendeknya relatif, terkadang cerpen dibaca dalam waktu 10 sampai 20 menit bahkan sampai setengah jam. Jumlah katanya sekitar 500-5.000 kata.

Untuk itu, cerita pendek sering diungkapkan dengan cerita yang dapat dibaca dalam sekali duduk. Sumber cerpen dari kehidupan sehari-hari, tetapi tidak melukiskan kehidupan pelakunya secara keseluruhannya. Untuk itu, ceritanya pendek sering bertema sederhana.

Jumlah tokohnya terbatas. Jalan ceritanya sederhana dan latarnya meliputi ruang lingkup yang terbatas.

Ciri-ciri cerpen adalah;

  • Umumnya cerita itu pendek
  • Alurnya sederhana
  • Isinya singkat dan padat
  • Tokoh yang dimunculkan hanya beberapa orang
  • Latar yang dilukiskan hanya sesaat dan dalam lingkup yang relatif terbatas
  • Sanggup meninggalkan kesan kepada pembaca

Unsur Intrinsik Cerpen

Berikut unsur-unsur intrinsik cerpen dan penjelasannya:

1. Tema

Unsur intrinsik cerpen yang pertama yakni tema. Tema adalah sesuatu yang menjadi dasar cerita, menjiwai cerita atau yang melatarbelakangi sebuah cerita, atau sesuatu yang menjadi pokok masalah dalam cerita. Tema sebuah cerita dapat diungkapkan baik secara tersirat atau tersurat. Secara tersirat artinya, tema cerita tersebut tidak ditulis secara nyata. Sebaliknya secara tersurat artinya ditulis jelas dalam cerita.

Tema sering disalurkan oleh pengarang melalui (a) alur, (b) penokohan dan (c) bahasa pengarang.

Pertama, melalui alur; pengarang membimbing pembaca untuk mengenali tema dengan cara mendaftar beberapa peristiwa yang diurutkan sesuai sebab akibat, yakni peristiwa A mengakibatkan peristiwa B, begitu sebaliknya.

Kedua, melalui tokoh cerita pengarang menyalurkan tema. Jika pengarang hendak menunjukkan kebaikan kepada pembaca, bahwa kebaikan tidak selamanya benar, pengarang dapat saja menggambarkan pemain dengan watak dengan baik. Jika pengarang bertujuan menyatakan bahwa kejahatan pasti punah, pengarang tentu akan memenangkan tokoh protagonis (pahlawan).

Ketiga, melalui perkataan pengarang dapat ditemukan tema sebuah cerpen. Melalui kalimat-kalimat, dialog yang diucapkan oleh tokoh-tokoh cerita dan juga komentar pengarang terhadap peristiwa peristiwa, pengarang dapat menyampaikan beberapa pernyataan yang dapat merumuskan tema.

2. Alur

Alur atau plot adalah jalan cerita yang dibuat oleh pengarang dalam menyalin kejadian atau peristiwa yang bulat. Alur berupa pola pengembangan cerita yang terbentuk oleh hubungan sebab akibat.

Secara umum, alur terbagi ke dalam bagian-bagian berikut.

  1. Tahap perkenalan (exposition); pengarang memperkenalkan para tokoh, menata adegan, dan hubungan antar tokoh.
  2. Pengungkapan peristiwa (complication); disajikan peristiwa awal yang menimbulkan berbagai masalah, pertentangan, atau pun kesukaran kesukaran bagi para tokoh.
  3. Menuju konflik (rising action); terjadi peningkatan perhatian kegembiraan, kehebohan, ataupun keterlibatan berbagai situasi yang menyebabkan bertambahnya kesukaran tokoh.
  4. Puncak konflik (turning point) atau klimaks; inilah bagian cerita yang paling besar dan mendebarkan. Pada bagian ini pula, ditentukannya perubahan nasib beberapa tokohnya. Misalnya, tokoh itu berhasil atau gagal.
  5. Penyelesaian (ending): berisi penjelasan tentang nasib nasib yang dialami oleh para tokoh setelah mengalami peristiwa puncak itu. Namun ada pula cerpen yang penyelesaian akhir ceritanya itu diserahkan kepada imajinasi pembaca. Jadi, akhir cerita itu dibiarkan menggantung, tanpa ada penyelesaian.

Berdasarkan periode pengembangannya, alur cerpen dapat dikelompokkan sebagai berikut;

  • Alur normal : (1) ke (2) ke (3) ke (4) ke (5) b)
  • Alur sorot balik : (5) ke (4) ke (3) ke (2) ke (1)
  • Alur maju mundur : (4( ke (5) ke (1) ke (2) ke (3)

Meskipun demikian, tidak semua unsur itu ada dalam cerpen. Biasanya unsur-unsur yang hadir itu hanya pengungkapan peristiwa, menuju konflik dan puncak konflik sampai ending, bahkan kadang tanpa ending, karena alurnya menggantung.

Baca juga:  15 Contoh Daftar Pustaka dari Jurnal, Buku, & Internet yang Benar

3. Tokoh dan Penokohan

Tokoh adalah pelaku cerita, sedangkan penokohan mengacu kepada watak atau karakter yang digambarkan dan dikembangkan pengarang di dalam cerita. Berikut adalah cara pengarang menggambarkan karakteristik tokoh.

Karakteristik tokoh dalam cerpen

Contohnya adalah;

a. Penggambaran langsung (teknik analitik);

Rini namanya dia anak yang cantik, anggun, pintar, kaya raya baik hati, dan ceria. Dia anak yang sempurna sangat sempurna, tapi satu kekurangannya yaitu tidak mempunyai tubuh sehat. Sekarang dia duduk di kelas IX SMP dan kini sedang menghadapi ujian akhir.

b. Penggambaran fisik dan perilaku tokoh;

Asap mengepul dari batang rokok yang ku jepit antara kedua jariku. Sementara seorang gadis berambut panjang terurai basah kena air hujan menghampiriku. Ah, dia tidak menghampiriku. Dia hanya ingin mencari perlindungan dari guyuran hujan sepertiku. Celana dan kaos hitamnya terlihat basah. Setelah sampai di dekatku dia memberi seulas senyuman. Barisan giginya putih rapi. Bibirnya tipis. Gadis ini cantik, aku membatin. Ah, apa peduliku dengan kecantikannya. Dalam perjalananku keliling beberapa kota untuk pementasan, selalu saja dapat kutemui gadis-gadis cantik terpajang di etalase-etalase kampus, pertokoan dan pasar. Mereka dipermak, dirias sedemikian rupa menjadi sebuah kamuflase fashion dan make up.

c. Penggambaran lingkungan kehidupan tokoh

Desa Diloniyohu tidak kebagian arus listrik. Padahal kampung kampung tetangganya sudah pada terang semua. Desa itu gelap gulita kalau malam, cepat becek kalau hujan tiba. Banyak anjing berkeliaran di sana, beberapa di antaranya tidak jelas empunya. Namun aku menikmati lingkungan desa tempatku sejak kecil dibelai dan dibesarkan bersama keluarga.

d. Penggambaran tata kebahasaan

Kata katanya sering membuat merah orang yang mendengarkannya. Teriakan mengancam begitu mudah mengucur dari mulutnya sehingga sering membuat orang orang yang baru mengenalnya menjadi takut. Logatnya memang tidak seperti orang orang kebanyakan, ia seperti orang dari daerah pedalaman.

e. Pengungkapan jalan pikiran tokoh

Ia ingin menemui anak gadisnya itu tanpa ketakutan, ingin ia mendekapnya, mencium bau keringatnya. Dalam pikirannya, cuma anak gadisnya yang masih mau menyambut dirinya. Dan mungkin ibunya, seorang janda yang renta tubuhnya, masih berlapang dada menerimanya.

4. Latar

Latar adalah tempat, suasana dan waktu terjadinya cerita, tempat, suasana dan waktu terjadinya cerita. Latar berfungsi untuk memperkuat atau mempertegas keyakinan pembaca terhadap jalannya cerita atau pun pada karakter tokoh.

Dengan demikian apabila pembaca sudah menerima latar itu sebagai sesuatu yang benar adanya, maka cenderung dia pun akan lebih siap menerima karakter tokoh ataupun kejadian kejadian yang berada dalam cerita itu.

  • Latar tempat
    Tempat berlangsungnya cerita seperti daerah luas, sebuah desa, bangunan, kelas, kamar, ruang tamu, kantin, di dalam Bus, laut, pematang sawah, gubuk/pondok dan tempat-tempat lainnya.
  • Latar waktu
    Waktu berlangsungnya cerita, mungkin pada pagi hari, malam hari, dan sewaktu-waktu lainnya. Seperti halnya tempat, penggambarannya dapat secara langsung oleh pengarang ataupun melalui penuturan tokoh.

5. Amanat

Unsur intrinsik cerpen terakhir berupa amanat cerita. Amanat adalah pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang mengenai suatu nilai atau makna yang bermanfaat kepada pembaca. Amanat cerita tidak jauh dari tema, misalnya tema suatu cerita tentang hidup bertetangga, maka cerita amanatnya tidak akan jauh dari tema itu yakni pentingnya menghargai tetangga dan perlunya bersosialisasi dan menyantuni tetangga khususnya yang miskin dan sebagainya.

Rumusan kata amanat biasanya digunakan dengan kata-kata; pentingnya, perlunya, sebaiknya, hendaklah, janganlah yang berfungsi untuk memberitahu atau menginformasikan serta mengajak dan menghimbau kepada pembaca.

Contoh Cerpen Beserta Unsur Intrinsiknya

Perhatikan salah satu cerpen berikut ini!

Perjalanan Dua Pencari Alamat
Oleh: Jujur Pranato

Potongan kertas buram berukuran kurang lebih lima kali lima itu dipegangnya sedemikian erat, mengesankan sebagai barang yang sangat berharga. TARDI, d/a H. Rahim, Jalan Lingkar Luar Barat, Gang Langgar, Rt 003/Rw. 05, No. 192, Kelurahan Kebon Bambu, Jakarta Barat.

Entah sudah berapa kali Atun membacakan alamat suaminya yang tertulis dalam potongan kertas itu kepada sekian banyak orang yang ditemuinya, tetapi perjalanan pencariannya tidak kunjung selesai juga.

“Dulu suami saya bekerja jadi kuli harian di proyek pembangunan gedung bertingkat,” begitu tiap kali Atun mulai bercerita. “Waktu itu boleh dibilang sebulan sekali ia pulang. Bosan jadi kuli, suami saya pindah sana pindah sini hingga akhirnya diterima jadi tukang kayu di perusahaan mebel kepunyaan Haji Rahim di Kebon Bambu ini. Kiriman duitnya memang besar, tetapi sejak itu jarang pulang. Paling paling cuma dua kali saat lebaran sama lebaran haji. Dari mudik yang terakhir hingga terakhir kalau dihitung hitung sudah setahun lebih dia tidak muncul, bukan cuma orangnya, tetapi juga kiriman duitnya…”

Baca juga:  PENDIDIKAN KARAKTER: Pengertian, Tujuan, dan Penguatan

“ini memang Gang Langgar nomor 192, tetapi tidak yang namanya Haji Rahim, Ada juga Haji Rahim, tetapi rumahnya nomor 28. Coba saja ke sana. Dari sini lurus, belok kanan, kiri, kanan lagi, ada gardu siskamling masuk gang samping, kira-kira lima rumah dari situ, tanya saja di mana rumah Haji Rahim.”

Kurang lebih Atun mencari, tanya sana sini, balik sana balik sini, rumah dua puluh delapan akhirnya ditemukan. “Nama saya memang Rahim tetapi saya tidak punya pabrik mebel. Alamat suami ibu itu persisnya di mana?”

“Ooo sini Kebon Randu, bukan Kebon Bambu. Ibu keluar lagi ke jalan raya, naik mikrolet ke terminal. Di sana ganti bis. Tanya saja mana yang jurusan Lingkar Luar Barat.”

Di dalam bus kota Atun bertanya kepada penumpang sebelah.

“Jalan Lingkar Luar Barat? Wah, Ibu salah naik.” “Pak kondektur tadi bilang bis ini ke jalan lingkar juga.” “Ya, tetapi Jalan Lingkar Luar Timur”

“Dari Lingkar Timur ke Lingkar Barat jauh?”

“Bukan jauh lagi, Bu. Dari ujung ke ujung.” Di bus yang lain Atun membacakan lagi alamat itu pada penumpang lain di sampingnya. “Lho yang kita lewati sekarang ini Lingkar Luar Barat.”

“Kelurahan Kebon Bambu di mana? “Sudah lewati Ibu turun saja di depan, menyeberang, balik lagi. Kalau mau jalan kaki bisa saja, tetapi lumayan jauh.” Di halte bus ia menyatakan hal yang sama kepada tukang ojek yang mangkal di situ.

“Gang Langgar ada banyak, Bu. Akan tetapi. di Kelurahan Kebon Bambu sini kebetulan tidak ada yang namanya Gang Langgar.” “Kalau rumah Haji Rahim? Suami saya tinggal di rumah Haji Rahim. Dia pernah bilang, orang-orang Kebon Bambu semua kenal Haji Rahim.”

“Haji Rahim banyak juga. Bu Haji Rahim pegawai pemda, Haji Rahim tukang bunga, Haji Rahim pemilik bengkel”

“Ada tidak Haji Rahim yang punya perusahaan mebel?” Yang punya perusahaan mebel ada. Akan tetapi, saya tidak tahu namanya siapa. Atau saya antar saja Ibu ke sana.”

Atun mulai berpengharapan, setelah kurang dari lima jam melewati belasan jalan, menembus kecamatan, naik turun bus kota, metromini, mikrolet, bajaj, toyoko, bemo, paling tidak kali ini ia mulai menemukan titik terang.

Oleh tukang ojek Atun dibawa oleh tukang masuk ke sebuah kompleks rumah susun yang ramainya bukan main. Suara suara radio, kaset, karaoke, tangis bayi,  jeritan anak anak bermain, semua berbaur seolah dari segala penjuru. Jemuran warna-warni berkibar di sana-sini.

“Dulu suami saya bekerja sebagai kuli harian di proyek pembangunan rumah bertingkat. Waktu itu boleh di bilang sebulan sekali ia pulang. Bosan jadi kuli suami saya pindah sana pindah sini sampai akhirnya diterima jadi tukang mebel kepunyaan Haji Rahim di Kebun Bambu ini…”

“Siapa nama suamimu?”

“Mas Tardi.”

“Di sini tidak ada yang namanya Tardi. Kerjaan dia apa ?”

”Tukang kayu.”

“Saya tidak punya pegawai tukang kayu. Tukang las banyak. Memang alamat persisnya di mana?” Untuk kesekian kalinya Atun membacakan alamat yang tertulis pada potongan kertas itu.

“Blok berapa?”

“Tidak pakai blok blokan.”

“Lho, semua rumah di sini pakai nomor blok. Blok A, Blok B. A-1, A-2. A-1 artinya blok A lantai satu, A-2 artinya blok A lantai dua. Ada juga erte erwenya, tetapi malah banyak yang tidak hafal.”

“Kalau ini jalan apa Pak?”

“Jalan Aster. Semua jalan di sini pakai nama bunga.”

“Jadi bukan Gang Langgar?”

“Gang Laggar?” Lelaki setengah baya itu meminjam catatan alamat yang dipegang Atun itu dan mengejanya pelan.

“Jadi dengan alamat Haji Rahim… lho? Saya bukan Haji Rahim nama saya Sofyan.”

“Oooo… saya tahu yang dimaksud!” tiba-tiba pak Sofyan berseru keras. “Haji Rahim yang pengusaha mebel itu dulu memang tinggal di daerah sini, tetapi waktu itu Kelurahan Kebon Bambu masih kampung.”

Baca juga:  Cara Berpidato yang Baik dan Benar, Menarik, Serta Tidak Membosankan

“Betul juga kalau dia tinggal di Gang Langgar. Akan tetapi itu dulu sebelum kebakaran besar tahun lalu. Gara-gara kebakaran itu, rumah Haji Rahim boleh dibilang sama rata dengan tanah. Puluhan mebel habis, persediaan kayu seluruhnya ludes, Akhirnya satu kelurahan dibongkar buat dibangun sekalian jadi rumah susun yang sekarang ini. Haji Rahim nggak tahu pindah kemana.”

Harapan Atun pupus sudah. Ia tidak tahu mesti kemana lagi. Potongan kertas burtam berukuran lima kali lima senti meter itu dipegangnya sedemikian erat, mengesankan sebagai barang yang sangat berharga.

AWN, d/a. Ibu Sofyan. Rumah Susun Kebon Bambu. Blok D 1,nomor 12, Jalan Lingkar Luar Barat Jakarta Barat.

Entah sudah beberapa kali Jimin membacakan alamat Ibunya yang tertulis dalam potongan kertas itu kepada sekian banyak orang yang ditemuinya, tetapi perjalanan pencarian tidak berkunjung selesai juga. Sampai akhirnya ia terdampar di depan sepasang bangunan bertingkat tinggi yang mengesankan baru selesai dibangun. Halamannya luas, bertambah indah, berpepohonan rindang. Deretan mobil juga berparkir rapi di sana.

Dulu Emak saya pergi ke kota untuk mencari bapak, tetapi tidak ketemu”, begitu Jimin bercerita kepada seorang satpam yang berjaga di gardu depan bangunan bertingkat itu, “Emak kehabisan duit, lalu bekerja jadi pembantu di rumah Ibu Sofyan di Kebun Bambu ini. Jarang sekali emak pulang kampung, paling paling sekali waktu Lebaran. Akan tetapi, sampai sudah setahun lebih emak tidak datang, kiriman duitnya pun macet.”

“Yayaya. yang penting rumahnya di mana?”

Jimin berikan potongan kertas itu pada si Satpam. yang segera menyambutnya dengan senyum tipis dan sinis. “Jangan bilang rumah susun Kebon Bambu. Yang benar Kebon Bambu Condominium.”

Barang kali emak salah sebut.” Si satpam ini kemudian membuka buka catatan di depannya. Di Blok D-1 tidak ada yang namanya Sofyan Blok-D semuanya ditempati orang Bule.”

“Barang kali blok B?”

“Sama juga isinya orang bule sama Jepang. Ada juga yang Arab. Akan tetapi, adanya di blok A. memang Emak kamu kerja di rumah orang Arab?” bukan Ibu Sofyan itu orang Jakarta asli. “Ah! Tidak ada orang Melayu tinggal disini.” Seorang satpam lain mendekat, ikut membaca potongan kertas dari Jimin itu.”

“Rumah susun Kebon Bambu? Darimana kamu tahu alamat ini?”

“Dari Emak waktu pulang dulu.” “Kapan itu?”

“Sudah lama sekali Pak, Kira-kira tiga tahun yang lalu.

”Wah! Rumah susun yang dulu sudah dibongkar.”

“Lalu orang orangnya pada pindah ke mana?”

Para Satpam ini tidak menjawab, Sekonyong-konyong berdiri tegap menghadap Gerbang, memberi hormat dengan sikap nyaris sempurna ke arah sebuah limusin hitam yang mendesis pelan memasuki halaman, padahal tidak jelas sama sekali siapa yang duduk di dalam, sebab kaca samping sedan panjang ini kelewat gelap dan tertutup rapat.

Potongan kertas yang berisi catatan alamat pun begitu saja lepas dari tangan si Satpam, sempat sesaat melayang tertiup angin, kemudian jatuh masuk selokan.

Penjelasan unsur intrinsik cerpen di atas adalah berikut.

  • Tema cerpen di atas adalah “pantang menyerah dalam berusaha“. Tema ini memperkuat pokok permasalahan dalam cerpen yang mengangkat persoalan kehidupan keluarga yang terlunta-lunta mencari alamat orang yang dicintai.
  • Tokoh dan Penokohan. Sikap usaha yang tak pernah kenal lelah dalam hal mencari suaminya dilakukan oleh tokoh bernama Atun. Begitu juga dengan usaha seorang anak yang mencari ibunya karena sudah lama tidak pernah pulang lagi. Hal itu dilukiskan melalui tokoh Jimin
  • Latar: Kota Jakarta. Seting: siang hari ketika naik kendaraan mencari alamat.
  • Sudut pandang pengarang menggunakan orang ketiga
  • Alur cerita termasuk alur maju, karena kisah diawali dari seorang ibu bernama Atun yang mencari suaminya yang bekerja di kelurahan sebagai kuli bangunan. Namun. upaya pencarian itu tidak membuahkan hasil. Kemudian proses pencarian dilakukan lagi oleh tokoh Jimmin, sebagai anak tersangka. Pencarian yang dilakukan oleh Jimmin bukan terfokus lagi pada ayahnya. akan tetapi kepada Ibunya yang bekerja sebagai pembantu di rumah Ibu Sofyan di alamat yang sama. Namun pencarian itupun berakhir sia sia.
  • Amanat: jangan pernah menyerah untuk mencari orang yang kita cintai dalam hidup kita.

Demikianlah penjelasan lengkap mengenai unsur intrinsik cerpen dan contohnya. Semoga bermanfaat.