Sejarah Ayam Bangkok

Sejarah dan asal-usul ayam bangkok sangat menarik untuk ditelusuri, terutama oleh kalangan penghobi ayam, apalagi sebagai ayam petarung.

Ayam bangkok asli memiliki ciri-ciri umum memiliki batok kepala dan tulang alis yang tebal, kepala berbentuk buah pinang, bulu mengkilap dan kaku, kaki bersisik kasar, saat berdiri sikap badannya tegak, mata masuk ke dalam, pukulan keras dan akurat serta pandai memukul bagian vital lawan.

Ayam Bangkok Petarung
Ayam bangkok petarung.

Asal Usul dan Sejarah Ayam Bangkok

Ayam bangkok pada awalnya berasal dari Thailand, akan tetapi saat ini ayam bangkok yang beredar di pasaran sangat beragam jenisnya, ada yang asli impor, anakan impor, dan ada pula yang lokal.

Kualitas ayam bangkok impor biasanya 85% lebih unggul dibanding lokal. Itu bisa dilihat dari gaya bertarung, daya tahan tubuh, maupun kekuatan pukulannya.

Pada mulanya, ayam bangkok pertama kali dikenal di Cina pada 1400 SM, karena mereka berhasil mengawin silangkan ayam kampung mereka dengan beragam jenis ayam jago dari India, Vietnam, Myanmar, Thailand dan Laos.

Para penggemar ayam kala itu menginginkan bibit ayam yang mampu bertarung dengan satu atau dua kali pukul dan lawannya sudah kalah.

Adu ayam di Thailand
Dreamstime.com

Dalam catatan sejarah, sekitar satu abad lalu, orang-orang Thailand berhasil menemukan jagoan baru yang disebut king’s chicken.

King’s chicken ini punya gerakan cepat, pukulan yang mematikan dan saat bertarung otaknya jalan. Orang Cina menyebut ayam ini leung hang qhao dan kalau di tanah air dikenal dengan nama ayam bangkok.

Kehebatan ayam bangkok ini kala itu sanggup mengalahkan semua ayam lokal di Cina, dan dengan kondisi itulah orang-orang Cina kala itu bergerilya ke hutan-hutan mencari ayam asli yang akan disilangkan dengan ayam bangkok.

Dalam perjalanan, pada tahun enam puluhan di Laos berhasil menemukan ayam aduan yang sanggup menyaingi ayam bangkok, namun setelah terjadi kawin silang yang terus-menerus mereka agak kesulitan membedakan antara ayam aduan dari Laos dengan ayam bangkok dari Thailand.

Baca juga:  Cara Pembesaran Ikan Gurame di Kolam (Terpal, Tanah, atau Beton)

Dalam sebuah situs (www.kitlv.nl) diterangkan Di Thailand dan Laos terdapat beberapa nama penyabung patut dicatat, seperti Vaj Kub, Xiong Cha Is dan kolonel Ly Xab.

Pada 1975, ayam bangkok milik Vaj Kub sempat merajai Nampang, arena adu ayam yang cukup bergengsi di Thailand masa itu.

Pernah ada ayam lokal asal Malaysia dari kota Socra yang sempat mengalahkan ayam bangkok, tapi pada generasi berikutnya seorang penyabung ayam Mr. Thao Chai dari Thailand berhasil menumbangkan dominasi peternak dari Malaysia. Mr. Thao memberi nama jagoan baru itu, Diamond atau Van Phet.

Dari film The Legend of King Naresuan Bagian I Sandera Hongsawadee , Pangeran Naresuan muda dan ayam bujangnya yang menang.
Dari film The Legend of King Naresuan Bagian I Sandera Hongsawadee , Pangeran Naresuan muda dan ayam bujangnya yang menang.

Thailand adalah negara dengan penghasil ayam bangkok unggulan dan ini adalah salah satu sektor bisnis yang mendunia bahkan tidak saja sampai ke kawasan Asia Tenggara, namun meluas ke Meksiko, Inggris dan Amerika Serikat.

Sementara di Indonesia ada kebiasaan atau aturan yang berbeda dengan negeri Thailand. Di Thailand jarang ada adu ayam sampai mati. Mengapa kok bisa begitu? Karena di Thailand ada larangan menggunakan jalu atau taji ketika menyabung ayam.

Lain halnya dengan di Indonesia. Ayam-ayam petarung dibekali dengan jalu yang tajam. Bahkan mereka diajari cara menggunakan jalu. Terkadang jalu atau taji ini dijadikan senjata pembunuh lawan ketika terjadi pertarungan.

Di Indonesia sendiri, kebiasaan menyabung ayam sudah ada sejak zaman dahulu. Pada zaman kerajaan Singsari dan Majapahit, kebiasaan itu sudah ada. Raja Singosari kedua, Anusapati dibunuh saat dia terlena, karena sangat berkonsentrasi ketika melihat acara sabung ayam.

Dalam cerita rakyat, banyak juga cerita yang berkaitan dengan sabung ayam. Cerita yang terkenal di antaranya adalah Cindelaras, Ciung Wanara, dan Kamandaka. Cerita ini tentunya muncul karena banyaknya orang Indonesia yang memiliki hobi mengadu ayam secara turun temurun.

Baca juga:  Budidaya Cacing Tanah dan Pemasarannya [Panduan Lengkap]

Salah satu kota yang terkenal memiliki peran banyak dalam perkembangan ayam aduan adalah kota Tuban. Ayam Bangkok pertama kali diperkenalkan di Indonesia di Kota Tuban.

Sampai saat ini belum ada yang tahu pasti siapa yang pada awalnya memperkenalkan nama ayam Bangkok dari Thailand di Indonesia.

Padahal sebelumnya ayam aduan lokal yang berasal dari Indonesia memiliki banyak ragam, seperti ayam kinantan (dari Sumatera), ayam wareng (dari Madura).

Akan tetapi memang kekuatan ayam-ayam ini tidak bisa mengalahkan kekuatan ayam bangkok dalam persabungan.

Sejarah Sabung Ayam di Indonesia

Pertarungan ayam atau sabung ayam tidak saja bagian dari sejarah yang ada di Indonesia, sabung ayam juga bagian sejarah di daratan Cina. Bahkan di bangkok, ajang sabung ayam sudah menjadi komoditas ekspor keluar negeri.

Secara spesifik terdapat perbedaan yang mencolok antara sabung ayam di Thailand dan di negeri kita Indonesia, di Thailand, ayam yang bertarung tak diperbolehkan memakai taji atau jalu dan jarang sekali ada yang bertarung sampai mati.

Kondisi ini berbeda dengan Indonesia, ayam aduan itu justru dibekali taji yang kadang dilengkapi dengan logam yang tajam dan taji justru menjadi senjata pembunuh lawan di arena.

Sebenarnya hobi mengadu ayam sudah lama dikenal di Indonesia, diperkirakan sejak dari zaman Kerajaan Majapahit. Kita juga mengenal beberapa cerita rakyat yang melegenda soal adu ayam ini, seperti cerita Ciung Wanara, Kamandaka dan Cindelaras.

Cerita rakyat itu berkaitan erat dengan kisah sejarah dan petuah yang disampaikan secara turun-temurun.

Dan kota Tuban, jawa Timur diyakini sebagai kota yang berperan dalam perkembangan ayam aduan. Di sini, ayam bangkok pertama kali diperkenalkan di negara kita. Tak ada keterangan yang bisa menyebutkan perihal siapa yang pertama kali mengintroduksi ayam bangkok dari Thailand.

Sabung Ayam di Bali 1915
Sabung Ayam di Bali 1915

Sabung ayam merupakan kegiatan yang tidak hanya sekadar permainan belaka di nusantara, permainan sabung ayam merupakan sebuah cerita kehidupan baik sosial, budaya maupun politik.

Baca juga:  Cara Budidaya Ikan Cupang di Ember, Omset Puluhan Juta Perbulan

Permainan sabung ayam di pulau Jawa berasal dari cerita rakyat, Cindelaras yang memiliki ayam sakti dan diundang oleh raja Jenggala, Raden Putra untuk mengadu ayam.

Ayam Cindelaras diadu dengan ayam Raden Putra dengan satu syarat, jika ayam Cindelaras kalah maka ia bersedia kepalanya dipancung, tetapi jika ayamnya menang maka setengah kekayaan Raden Putra menjadi milik Cindelaras.

Dua ekor ayam itu bertarung dengan gagah berani. Tetapi dalam waktu singkat, ayam Cindelaras berhasil menaklukkan ayam sang Raja. Para penonton bersorak sorai mengelu-elukan Cindelaras dan ayamnya.

Akhirnya raja mengakui kehebatan ayam Cindelaras dan mengetahui bahwa CindeIaras tak lain adalah putranya sendiri yang lahir dari permaisurinya yang terbuang akibat iri dan dengki sang selir.

Anak anak di Jawa Menonton Sabung Ayam 1900
Anak anak di Jawa Menonton Sabung Ayam 1.900

Di daerah Bali permainan sabung ayam dikenal dengan nama Tajen yang berasal dari tabuh rah, sebuah upacara yang tujuannya mengharmoniskan hubungan manusia dengan Bhuana Agung. Upacara ini mempergunakan binatang kurban, seperti ayam, babi, itik, kerbau, dan berbagai jenis hewan peliharaan lain.

Upacara ini berupa upacara persembahan dengan cara nyambleh leher kurban dipotong setelah dimanterai. Sebelum itupun dilakukan ngider dan perang sata dengan perlengkapan kemiri, telur, dan kelapa.

Perang sata adalah pertarungan ayam dalam rangkaian kurban suci yang dilaksanakan tiga partai yang melambangkan penciptaan, pemeliharaan, dan pemusnahan dunia.

Relief tentang sabung ayam di Poerwatempel Bangli 1947
Relief tentang sabung ayam di Poerwatempel Bangli 1947

Selain di Bali, daerah Bugis pun terdapat budaya sabung ayam dan bahkan merupakan kebudayaan telah melekat lama.

Ada istilah, Manu'(Bugis) atau jangang (Makassar) yang berarti ayam, merupakan kata yang sangat lekat dalam kehidupan masyarakat Bugis Makassar.

Bahkan budaya bugis kental dengan mitologi ayam. Hingga Raia Gowa XVI. I Mallombasi Daeng Mattawang Sultan Hasanuddin, digelari “Haantjes van het Oosten“, yang berarti “Ayam Jantan dari Timur”.

Sabung ayam di Sulawesi 1910
Sabung ayam di Sulawesi 1910