Kisah Nabi Yunus ‘Alaihissalam

“Seandainya ia (Yunus) bukan termasuk orang-orang yang Almusabihin (orang yang mendekatkan diri kepada Allah), niscaya ia akan tetap tinggal di perut ikan itu sampai hari berbangkit.” (QS. As-Shaafaat [37]: 143-144).

Diwahyukan kepada Nabi Yunus untuk mengimankan kaum di sebuah kota bernama Niniwe, ibu kota kerajaan Asyur. Perjalanan menuju kota tersebut harus ditempuh kurang lebih selama setahun dari tempat Yunus. Selama ini kerajaan Asyur terkenal kejam, selalu memerangi dan menindas bangsa Israil.

Yunus melihat masyarakat itu sudah berlebihan dan melampaui batas, sudah sepatutnya mendapat hukuman dari Allah. Setelah menempuh perjalanan yang jauh dan tiba di kota yang asing maka Yunus mulai berdakwah menyampaikan perintah Allah.

Namun sebagaimana yang telah diduga, kaum tersebut berbuat kasar kepada Yunus. Hal itu terjadi berulang kali. Tak hanya lemparan bahkan pukulan diterima oleh Yunus. Yunus mengadu pada Tuhannya. Lalu Tuhan berkata, “Jika mereka tak juga bertaubat, maka kota ini akan dihancurkan 40 hari lagi.”

Namun seperti biasa, masyarakat malah menghinakan Nabi Yunus, bahkan melempari hingga ia terluka. Nabi Yunus pun segera pergi meninggalkan kaumnya dan membiarkan kaum tersebut menerima akibat perbuatannya.

Sepeninggal Yunus, Allah memerintahkan Jibril untuk meminta sedikit abu dari Malik, penjaga api. Ketika Jibril menebar abu tersebut, seketika gelaplah pandangan manusia. Mereka menjadi sakit kepala karena menghirup abu tersebut.

Mereka menjadi yakin bahwa apa yang dikatakan Yunus benar adanya. Mereka menjadi takut luar biasa apabila bencana terjadi dan menimpa mereka sebagaimana umat lain yang menentang utusan Allah.

Di luar dugaan, seluruh rakyat memutuskan untuk berpuasa dan mengganti semua pakaiannya dengan pakaian ibadah untuk berdoa kepada Allah. Bahkan Raja memutuskan turun dari tahta dan turut mengganti jubahnya.

Semua orang menyatakan penyesalannya atas perilakunya selama ini. Raja memerintahkan kepada rakyatnya agar berdoa dengan sungguh-sungguh kepada Allah. Semoga Allah akan mengubah niat-Nya dan tidak marah lagi sehingga kita tidak jadi binasa.

Allah melihat perbuatan mereka dan pertaubatan yang mereka lakukan. Ia melihat bahwa mereka telah meninggalkan kelakuan mereka yang jahat. Maka Allah mengubah keputusan-Nya dan tidak jadi menghukum mereka.

Yunus tidak mengetahui keadaan umat yang bisa berubah dengan drastis. Ketika masyarakat mengusirnya pergi dengan cacian dan lemparan, Yunus segera pergi menjauhi kota.

Perjalanannya berujung pada pelabuhan kota. Maka Yunus pun ikut naik berlayar, meski belum tahu akan kemana. Ia hanya ingin menghindar dari kota itu sejauh mungkin karena putus asa dengan kaumnya dan merasa bencana untuk kaum tersebut sudah teramat dekat.

Hanya ada jeda 40 hari. Bagaimana mungkin masyarakat yang selama ini menolak wasiat dari seorang nabi dapat berubah dengan seketika?

Namun Allah maha berkehendak. Allah berfirman, “Dan mengapa tidak ada suatu penduduk kota yang beriman, lalu iman itu bermanfaat kepadanya selain kaum Yunus? Tatkala mereka (kaum Yunus itu) beriman, Kami hilangkan dari mereka bencana yang berat, dan Kami beri tangguh hingga waktu yang ditentukan.” (QS. Yunus [10]:98).

Baca juga:  Kisah Nabi Nuh As

Ketika Jibril bertanya kepada Allah, apakah bencana akan ditimpakan? Allah menahannya dan mengatakan, “Sesungguhnya Aku telah menerima taubat mereka semua.” Allahu Akbar!

Nabi Yunus Ditelan Ikan Paus

Saat kapal yang Yunus naiki berada di tengah samudra, tiba-tiba terjadi badai nan dahsyat. Semua orang tercekam ketakutan. Mereka berdoa tak henti memohon agar badai segera berhenti. Demikian pula Yunus.

Lalu, nakhoda kapal berkata, “Marilah kita mengundi, siapa yang namanya muncul berarti ia adalah penyebab bencana ini,” Lalu mereka mulai mengundi dan nama Yunus yang muncul.

Mereka terkejut melihat nama Yunus. Lalu kata mereka kepada Yunus, “Betulkah engkau yang menyebabkan bencana ini? Engkau dari mana? Bangsa apa? Mengapa ada di sini?”

Jawab Yunus, “Aku orang Ibrani. Aku menyembah Tuhan, Allah di surga yang menciptakan laut dan daratan.”

Lalu Yunus menceritakan bagaimana ia berusaha melarikan diri dari ‘amr Allah karena putus asa dengan kaumnya.

Mendengar pengakuan Yunus, makin terkejutlah mereka, “Berani sekali engkau menentang Tuhanmu?” “Kami harus bagaimana untuk menghentikan badai ini?”

Yunus menjawab, “Buanglah aku ke laut, pasti badai ini akan berhenti. Sebab sekarang aku tahu, bahwa akulah yang menyebabkan badai yang dahsyat ini menimpa kalian.”

Para awak kapal masih berusaha bertahan dengan kapal tersebut. Namun usaha itu sia-sia saja, badai makin ganas mengamuk.

Akhirnya Yunus menceburkan dirinya ke laut di tengah badai nan mencekam, saat malam gelap sempurna, hanya kilatan petir menyambar-nyambar, guntur menggelegar, dan deru gelombang setinggi gunung diiringi hujan deras, seolah siap menelan apa pun yang ada dihadapannya.

Ombak menghantam kapal hingga seluruh kayunya berderak-derak, para awak sibuk membuang air yang membanjiri geladak, perahu mulai oleng. Tinggal menunggu waktu hingga kapal itu hancur berkeping-keping diterjang amukan gelombang.

Semua terasa kecil dan tak berdaya di hadapan keganasan samudra yang seolah tak berujung. Alam menghitam, gelap, tak terlihat apa pun.

Tuhan mendatangkan seekor ikan paus yang menelan Yunus saat ia masuk ke samudra. Perut ikan itu seperti keranda. Yunus hanya bisa berbaring mengikuti gerak tubuh ikan, tanpa daya apa pun. Semua terasa gelap dan sunyi seperti di kuburan.

Yunus hanya bisa pasrah dan menyebut sebanyak-banyaknya nama Allah. Maka tinggallah Yunus di dalam perut ikan selama empat puluh hari empat puluh malam.

Doa Nabi Yunus saat berada dalam tiga kegelapan, yaitu kegelapan dalam perut ikan, kegelapan samudra, dan kegelapan malam:

Laa ilaaha illaa anta, subhanaanaka inni kuntu minazhoolimiin.” (QS. Al-Anbiyaa’ [21]:87). Tiada Tuhan melainkan Engkau, ya Allah! Maha Suci Engkau! Sesungguhnya aku termasuk orang yang zalim.”

Zalim bermakna orang yang tidak bertaubat, tidak memenuhi “panggilan” (‘amr) Allah.

Saat Nabi Yunus bertasbih, semua makhluk di samudra turut bertasbih, mensucikan nama Allah. Semua ikan, hewan termasuk tumbuhan laut turut menggemakan takbir, menyambut seorang hamba Allah yang berada di perut paus.

Baca juga:  Kisah Nabi Ilyasa As

Paus bertanya kepada Allah, “Harus berapa lama ia menahan Nabiyullah di dalam perutnya?” Lalu Allah memberi petunjuk agar paus berenang menuju suatu daratan untuk mengeluarkan Yunus kembali.

Sesungguhnya apa yang dilakukan Yunus bukan semata-mata dorongan nafsunya, melainkan itu terjadi atas kehendak-Nya, agar menjadi pelajaran bagi umat. Bagaimana Allah mengampuni sebuah kaum, sebesar apa pun dosanya, rahmat Allah mendahului murka-Nya.

Kata Allah kepada Yunus, “Lihatlah tanaman di mana Aku menumbuhkannya dalam satu malam dan membuatnya layu pada keesokan harinya, sesungguhnya Akulah yang menumbuhkan dan memeliharanya. Engkau saja yang tak menumbuhkannya sedih melihat tanaman itu menjadi layu, apalagi aku saat melihat umatku? Di kota itu ada 120.000 orang anak yang belum dapat membedakan apa yang baik dan apa yang jahat.”

Bukan menjadi urusan seorang Rasul untuk mengimankan umat. Tugas mereka hanya menyeru umat kembali pada tauhid. Setelah itu, tinggal urusan hamba dengan Tuhannya. Tak ada seorang pun yang dapat mengintervensi keimanan seseorang. Maka, ketika seluruh kota menjadi beriman dengan tiba-tiba sungguh itu adalah rahmat yang Allah anugerahkan.

Kembalinya Nabi Yunus Kepada Kaumnya

Sementara kaumnya sibuk mencari Yunus, agar Yunus berkenan memohonkan kepada Allah agar menahan bencana, mereka mengakui Allah, Tuhannya Yunus. Mereka ingin menjadi hamba beriman, tapi ke mana harus mencari Yunus?

Tak seorang pun mengetahui keberadaan Yunus. Ke semua pelosok mereka mencari. Mereka tak tahu saat itu Yunus tengah berada dalam perut ikan.

Diriwayatkan dari Al Hasan; Ketika Nabi Yunus as. telah diselamatkan oleh Allah Swt. dari perut ikan paus, beliau kembali pulang dan di tengah-tengah perjalanan bertemulah beliau dengan salah seorang kaumnya yang sedang menggembala kambing.

Nabi Yunus lalu bertanya kepadanya, “Siapakah engkau wahai hamba Allah?”

“Saya adalah salah seorang dari kaum Nabi Yunus bin Matta,” jawab penggembala itu.

“Apa sebenarnya yang telah dilakukan oleh Yunus?” tanya beliau kepada si penggembala kambing itu.

“Saya tidak tahu bagaimana keadaan beliau sekarang. Yang saya tahu, beliau adalah orang terbaik dan paling jujur. Beliau telah memberitahu kepada kami akan datangnya bencana Allah jika kami tak beriman, hampir-hampir saja bencana itu menimpa kami. Kami pun kemudian bertaubat kepada Allah dan diterima-Nya. Sekarang kami sedang mencari beliau, namun belum juga menemukannya. Kami kehilangan jejak beliau dan tidak pernah mendengar beritanya sama sekali,” kata si penggembala itu.

“Apakah kamu mempunyai susu?” Tanya Nabi Yunus kepadanya.

“Tidak, demi Zat yang telah memberi kemuliaan kepada Yunus, sejak Yunus meninggalkan kami, langit pun enggan menurunkan air hujan dan bumi pun tidak mau menumbuhkan rerumputan,” jawabnya.

“Bukankah kamu telah bersumpah dengan Tuhan Yunus?” tanya beliau.

“Memang, kami tidak pernah bersumpah kecuali hanya kepada Tuhan Yunus,” jawab si penggembala.

“Kapan kau mulai melakukan hal itu?” Tanya Nabi Yunus.

Baca juga:  Kisah Nabi Hud As

“Sejak Allah menghilangkan bencana kegelapan dari kami,” jawabnya.

“Berilah aku seekor kambing,” pinta beliau. Nabi Yunus pun diberi seekor induk kambing yang telah menyapih anaknya dan oleh beliau diusap-usapnya perut kambing itu seraya berkata “Keluarlah air susumu atas izin Allah!”

Sesaat kemudian air susu kambing itu keluar dengan derasnya. Beliau pun memerasnya hingga cukup untuk diminum mereka berdua.

Setelah menghabiskan minumannya, si penggembala kambing itu berkata, “Bila Yunus itu masih hidup, niscaya engkaulah orangnya.”

“Akulah sebenarnya Yunus itu. Sekarang kembalilah kepada kaummu dan tolong sampaikan salamku kepada mereka,” pinta Nabi Yunus.

Sesungguhnya seorang raja telah berkata, “Barangsiapa datang kepadaku dan memberitahukan bahwa dirinya telah melihat Yunus yang disertai dengan bukti-bukti, maka aku akan meletakkan jabatanku sebagai raja dan akan kuberikan kedudukanku itu kepadanya.”

“Aku sekarang telah bertemu dengan Yunus. Akan tetapi aku tidak berani menyampaikan berita ini kepadanya tanpa bukti yang jelas, karena aku khawatir jika dikatakan kepadaku, ‘Kamu berkata demikian, barang kali hanya ingin diangkat menjadi raja dan karenanya kamu pun berani berdusta.’ Padahal saat ini tak seorang pun berani berkata dusta, sejak kami menyatakan keimanan kami, sedangkan Anda (Nabi Yunus) adalah orang terhormat di mata mereka. Sekarang Anda hendak menyuruhku datang menemui mereka dengan membawa kebohongan yang bisa berakibat diriku yang dihukum,” jawab si penggembala kambing.

“Kambing yang kamu minum air susunya inilah yang menjadi saksimu,” kata beliau. Saat beliau berkata demikian itu, Nabi Yunus sedang bersandar pada sebuah batu besar, dan pada batu tersebut beliau berkata, “Saya minta supaya kamu ikut menjadi saksinya.”

Ibnu Sam’an berkata; Nabi Yunus berkata kepada sang penggembala kambing, “Berangkatlah kamu kepada kaummu dan tolong sampaikanlah salamku kepadanya juga beritahukan kepada mereka bahwa dirimu telah bertemu denganku.”

Si penggembala kambing itu pun pulang dan memberitahukan kepada kaumnya tentang pertemuannya dengan Nabi Yunus, tetapi tiada yang memercayai kata-katanya. Saat batu besar dan kambing miliknya menyampaikan kesaksiannya, menangislah mereka atas cerita tentang Nabi Yunus yang telah disampaikannya tadi. Namun

sayangnya, mereka tidak menyaksikannya sendiri. Kepada si penggembala kambing mereka berkata, “Apabila kamu benar-benar telah bertemu dengan Nabi Yunus, sesungguhnya kamulah orang yang akan kami pilih sebagai pemimpin kami!”

Setelah berkata demikian, mereka lalu melantik si penggembala kambing itu sebagai raja mereka, seraya berkata, “Di kalangan kita ini tidak ada seorang pun yang berkedudukan lebih tinggi darimu. Setelah engkau bertemu dengan Yunus utusan Allah, sedikit pun kami tidak akan berani membantah apa yang menjadi perintahmu.”

Inilah akhir masa kehidupan Nabi Yunus dan perawi hadits ini mengatakan bahwa sang penggembala kambing akhirnya menjadi raja mereka dan berkuasa selama 40 tahun.

“Berilah peringatan kepada manusia dan gembirakanlah orang-orang beriman bahwa mereka mempunyai kedudukan yang tinggi di sisi Tuhan mereka.” (QS. Yunus [10]:2).