Kisah Nabi Daud ‘Alaihissalam

Inilah kisah Nabi Daud As, nabi yang terkenal kuat dan memiliki suara yang paling indah. Baca kisah selengkapnya di bawah ini, sangat menginspirasi dan menguatkan keimanan.

Masa Kecil Nabi Daud

Thalut dan Daud
Raja Thalut dan Nabi Daud yang masih kecil. | via superbook

Nabi Daud As merupakan bungsu dari delapan bersaudara. Saat itu, kerajaan di negeri Daud tinggal menghadapi ancaman dari pihak musuh, yaitu bangsa Filistin. Kakak-kakak Daud turun ke medan perang. Karena masih kecil, tinggallah Daud saja menjaga dan menggembalakan hewan ternak milik keluarga.

Daud seorang yang sangat lembut namun juga pemberani. Ia berani bertarung dengan ketapelnya, atau dengan tangan kosong melawan singa, serigala, dan beruang yang mengganggu domba-domba ternaknya.

Daud dengan tangan kosongnya bisa meremukkan seekor beruang yang membawa dombanya. Kaki kecilnya lincah dan lebih cepat larinya dari seekor serigala yang selalu mengincar domba-dombanya.

Daud juga memiliki suara yang indah dan pandai memainkan alat musik. Ia sering menyanyi untuk menenangkan hewan-hewannya sekaligus untuk menghibur hatinya. Itu pula mengapa Daud identik dengan “seruling Daud’.

Selain memang memiliki suara nan indah bagai buluh perindu, juga karena Daud adalah seseorang yang berserah diri kepada Allah.

Ia ibarat relung kosong yang hanya mengeskpresikan apa yang diembuskan Allah ke dalam hatinya, ibarat sebuah seruling. Daud seruling Allah, karena ia hanya mengeluarkan bunyi yang ditiupkan Allah kepadanya saja. Apa yang diembuskan Allah ke dalam qalbnya, itulah yang ia ikuti.

Saat Daud masih kecil ada seorang nabi bernama Samuel. Samuel pernah mendatangi Isai, ayah Daud. Sang Nabi berpura-pura mencari hewan yang baik untuk dikorbankan.

Tapi misi sebenarnya adalah untuk membuktikan petunjuk yang ia dapat dari Tuhan, bahwa dari keluarga Isai inilah akan muncul raja sejati bagi Bani Israil. Ia pula yang akan membebaskan rakyat Israel dari tawanan bangsa Filistin.

Nabi Samuel menanyakan kemanakah anak-anak Isai. Maka Isai memanggil semua anak-anaknya. Saat berkenalan dengan putra pertama Isai, Nabi Samuel gembira melihat sosok putra pertama Isai, karena parasnya elok, tubuhnya tinggi kekar, gagah perkasa, dan memiliki cahaya kebijaksanaan di matanya. Sungguh merupakan sosok yang sempurna untuk menjadi raja sebagaimana sosok Raja Thalut.

Namun Allah menegur, “Bukan fisik yang Aku lihat, melainkan hati seseorang.”

Lalu Samuel berkata, “Mana lagi putramu, hai Isai. Aku ingin mengenal semua keluargamu.” Isai kemudian memanggil anak berikutnya. Berturut-turut Isai mengenalkan anaknya, tapi tak satu pun dari mereka yang sesuai dengan petunjuk yang Samuel terima. Tak ada tanda-tanda kenabian yang terlihat pada mereka.

“Apakah engkau masih memiliki putra lagi, wahai Isai?”, tanya Nabi Samuel,

“Ya, ada. Putra bungsuku. Ia tengah menggembalakan domba-dombanya di padang rumput.”

Nabi Samuel meminta agar Daud dipanggil untuk memperoleh doa dan berkat darinya. Begitu gembira Nabi Samuel ketika bertemu Daud hingga hendak mengajaknya ke istana melayani Raja Thalut, namun saat itu Daud masih terlalu kecil.

Samuel (Samwyil)

Nabi Samuel
Nabi Samuel

Siapakah Samuel? Nabi Samuel merupakan anak Elkana dan Hana. Elkana keturunan dari Efraim, putra Yusuf.

Samuel adalah anak yang lama dinanti oleh ibunya. Setiap hari Hana, ibunya, selalu pergi ke rumah Tuhan untuk berdoa mohon keturunan.

Elkana menghibur istrinya, “Mengapa engkau menangis Hana? Mengapa kau tak mau makan dan terus sedih saja? Bukankah aku lebih berharga daripada sepuluh anak laki-laki?” Namun Hana terus datang ke rumah Tuhan dan selalu paling lama berdoa.

Imam di rumah Tuhan bernama Eli memperhatikan Hana. “Apa yang membuatmu bersedih, nak?”

Hana menjawab, “Aku putus asa dan sedang berdoa menceritakan segala penderitaanku kepada Tuhan.”

Lalu kata Eli, “Pulanglah, nak. Aku akan mendoakanmu. Semoga Allah mengabulkan permintaanmu.”

Tidak lama, Hana mengandung. Betapa gembira hati Hana, ia kemudian bernazar, “Nanti setelah disapih, Samuel akan kuantarkan ke rumah Tuhan, dan ia akan tinggal di sana seumur hidupnya.”

Sesudah Samuel disapih, ia diantarkan ibunya ke rumah Tuhan menemui Eli. ”Masih ingatkah bapak kepadaku? Aku ini wanita yang sering bapak lihat sedang berdoa kepada Tuhan. Anak inilah yang kuminta dari Tuhan. Doaku telah dikabulkan, dan karena itu anak ini kuserahkan untuk menjadi milik Tuhan seumur hidupnya.”

Sejak kecil Samuel tinggal di rumah Tuhan dalam bimbingan Eli, seorang imam. Samuel menjadi pelayan Allah. Di rumah Tuhan tersebut, Samuel menerima wahyu Allah untuk menjalankan amanah kenabian.

Setelah periode Musa dan Yusya, sebagian umat Israil kembali menyembah berhala. Selama masa tersebut bangsa Israil mengalami kekacauan, kalah dalam peperangan, tabut mereka bahkan dirampas oleh pihak musuh. Hal tersebut membuat keimanan mereka menjadi goyah.

Jika bangsa Filistin menang maka nasib mereka akan sama seperti di zaman Fir’aun dulu, akan menjadi bangsa budak. Lalu Samuel berkata, “Jika kalian ingin tabut kembali, maka buanglah semua dewa dan patung-patung tersebut. Berbaktilah hanya kepada Tuhan, maka kamu akan dibebaskan dari orang Filistin.”

Kemudian Samuel mengajak umat berdoa di rumah Allah. Lalu Samuel mengadakan kurban dengan memotong anak domba muda. Ia juga menyelesaikan perselisihan yang terjadi di antara umat, mencari jalan keluar dan mendamaikan.

Doa Samuel dikabulkan mereka bisa mengalahkan bangsa Filistin. Allah berfirman, tak kan mengizinkan bangsa Filistin memasuki Yerussalem selama Samuel masih hidup.

Ketika itu usia Samuel sudah sangat lanjut, para pengikutnya ketakutan jika Samuel tidak ada, siapa yang akan memimpin umat? Sedangkan tanah mereka tak akan pernah aman dari serbuan bangsa asing.

Lalu umat mendesak Samuel untuk mencarikan seorang raja bagi mereka. Samuel tak senang dengan permintaan tersebut. Bukankah selama ini Allah-lah yang menjadi raja? Kenapa harus ada raja manusia?

Namun Allah berfirman kepada Samuel, “Kabulkanlah permintaan bangsamu. Sesungguhnya mereka telah menolak Aku sebagai raja. Sejak Aku membawa mereka keluar dari Mesir mereka telah berpaling dariku. Jika mereka menghendaki raja manusia, maka peringatkanlah mereka dengan sungguh-sungguh dan beritahukan kepada mereka bagaimana mereka nanti akan diperlakukan oleh rajanya.”

Lalu berkata Samuel kepada umatnya, “Jika kalian memiliki raja, raja tersebut akan memaksa anak-anakmu menjadi tentara, sebagian akan menjadi pasukan berkuda, sebagian pasukan berkereta, dan sebagian lagi berjalan kaki. Raja akan memaksa anak-anakmu membajak ladangnya, mengumpulkan hasil panen, membuat senjata, dan perkakas perang. Sedangkan anak perempuanmu akan menjadi tukang masak dan tukang roti serta pelayan raja. Mereka akan mengambil pajak dari kebun anggur dan kebun zaitunnya. Ia akan mengambil ternak terbaikmu, budakmu, dan mengambil pajak dari apa pun yang kalian gunakan. Jika terjadi demikian maka kalian akan berkeluh kesah dan Tuhan tak akan mendengarkan kalian. Karena Tuhan tidak lagi menjadi raja kalian.”

Meskipun begitu, rakyat Israil tetap ingin seorang raja yang bisa memimpin perang seperti bangsa-bangsa lain, seperti Fir’aun di Mesir dulu atau raja bangsa Filistin.

Akibat keras hati bangsa Israil, mulailah Samuel mencari raja sesuai keinginan mereka. Dan, terpilihlah Thalut sebagai raja.

Thalut

Siapakah Thalut? Sebagai raja Israel, ada baiknya kita mengenal silsilah Bani Israil. Bani Israil berasal dari 12 suku yang berasal dari anak-anak Yakub. Yakub memiliki 12 anak yang masing-masing menjadi suku besar, di antaranya Lewi, Yehuda, Yusuf, dan Bunyamin.

Bani Israil mempercayai kalau para raja berasal dari kalangan Yehuda, sedangkan para imam dan nabi keturunan dari Lewi. Namun, Thalut adalah keturunan Bunyamin. Jika membaca kisah Nabi Yusuf, kita pasti tahu siapa itu Bunyamin, dia adalah adik Yusuf.

Lalu bagaimana Thalut bisa menjadi raja? Ini semua berasal dari permintaan rakyat Israel yang meminta diangkat seorang raja. Kemudian Nabi Samuel memohon petunjuk pada Allah bagaimana memilih seorang raja bagi rakyat Israel.

Sesuai petunjuk Allah, Nabi Samuel mengambil sebatang galah dan mengatakan, “Barangsiapa yang tinggi badannya menyamai galah maka dialah raja terpilih.”

Ternyata hanya Thalut yang sama tinggi dengan galah tersebut. Kenapa Nabi Samuel menggunakan galah tersebut? Karena sesuai keinginan umat, menurut mereka, raja yang akan dipilih oleh Bani Israil haruslah seseorang yang bertubuh tinggi, tegap, tampan, dan kuat.

Diharapkan dengan fisik demikian akan mendongkrak semangat rakyat untuk berperang melawan musuh. Agar ia dapat memimpin perang dan menakuti musuh. Selain, tentu saja, ia harus memiliki strategi berperang dan tak kenal takut.

Baca juga:  Kisah Nabi Yunus ‘Alaihissalam

Tapi rakyat belum puas, bagi mereka seorang raja haruslah dari keturunan Yehuda. Selain itu Thalut juga bukan orang terpandang, dia hidup sederhana tanpa harta. Umat menuntut pembuktian lagi jika memang Thalutlah raja pilihan Tuhan. Mereka minta agar Thalut dapat menemukan tabut yang hilang.

Apakah tabut itu? Kita tentu masih ingat dengan kisah bayi Musa yang dilarung menggunakan tabut? Nah, ini adalah tabut yang sama.

Tabut ini menjadi simbol kenabian seseorang. Barangsiapa yang menemukan tabut berarti ia telah diberkati oleh cahaya kenabian. Tidak hanya itu, tabut juga merupakan simbol perjuangan. Perjuangan antara yang haq melawan kebatilan.

Di dalam tabut terdapat peninggalan Nabi Musa berupa jubah, tongkat, tempat minum (untuk bekal bayi Musa dulu) dan Loh, yaitu, lembaran Taurat. Tabut bisa disebut juga sebagai wadah (lembaran) Taurat.

Apakah Taurat? Taurat adalah kitab suci yang diturunkan Allah kepada Nabi Musa.

Tabut tersebut pernah hilang direbut musuh saat terjadi peperangan. Namun, kemudian musuh membuang tabut itu, karena banyak bencana terjadi saat tabut tersebut mereka bawa. Kemudian, mereka mengikatkan tabut pada punggung seekor sapi dan membiarkan sapi tersebut berjalan jauh.

Qodarullah, sapi tersebut berhenti di depan rumah Thalut. Thalut pun dapat menemukan tabut tersebut. Rakyat makin percaya bahwa dialah seorang raja pilihan Tuhan. Demikianlah Thalut menjadi raja dengan didampingi Nabi Samuel sebagai penasihat.

Nabi Samuel yang memberikan nasihat pada raja, termasuk untuk mengikutsertakan Daud dalam peperangan hingga akhirnya mereka memperoleh kemenangan.

Goliath dari Filistin

Suatu pagi, sang ayah meminta Daud untuk melihat kondisi kakak-kakaknya yang akan berangkat berperang. Dengan patuh Daud pergi ke perkemahan sambil membawa makanan dari ayahnya.

Ketika Daud datang ke perkemahan, suasana di sana nampak mencekam. Tentara Filistin menyerupai raksasa dengan tubuh tinggi besar dan sangat kejam. Keadaan tentara Thalut sudah terdesak. Jika mereka kalah saat ini berarti mereka akan menjadi tawanan perang selama-lamanya dan dijadikan budak oleh bangsa Filistin.

Mendengar itu, Daud bertanya, “Mengapa kalian mesti takut? Bukankah kalian semua adalah tentara pilihan Allah. Pasti Allah akan menjaga kalian dan memenangkan kebenaran. Apa yang sudah menjadi hak kita sebagai bangsa Israil pasti akan ditunaikan Allah. Allah tidak mungkin ingkar dengan janji-Nya,” demikian Daud berusaha menyemangati kakak-kakaknya.

“Tapi dengan cara apa kami mengalahkan mereka? Mereka lebih banyak dan memiliki pasukan yang kuat. Apalagi ada Goliath, tentara raksasa yang menjadi andalan mereka. Seorang Goliath dapat mengalahkan beratus-ratus tentara kita”, demikian keluhan kakak-kakak Daud yang mulai putus asa.

“Kalau begitu, ajaklah aku. Aku yang akan menghadapi mereka,” Daud mengajukan diri untuk turut ikut ke medan perang. Namun semua orang melarang karena Daud masih teramat kecil. Tapi Daud tetap bersikeras. Dengan semangat bahwa Allah akan melindungi dan memberi kemenangan pada yang berhak, Daud datang kepada raja.

Tapi lagi-lagi permintaan Daud menjadi bahan ledekan orang banyak. Raja Thalut memakaikan baju besi pada Daud. Baju yang sangat berat dan besar. Melangkah pun Daud tak mampu dengan baju besi tersebut.

Raja Thalut hendak menunjukkan bahwa baju besi saja sudah menahan langkah Daud. Ia dibuat tak berdaya dengan baju besi itu, apalagi untuk berjalan dan berperang melawan musuh?

Namun, Samuel mengenali ciri-ciri kenabian pada diri Daud. Nabi Samuel bertanya, “Wahai pemuda, putra siapakah engkau?”

“Aku adalah Daud putra bungsu dari Isai,” jawab Daud.

Nabi Samuel telah mendapat firasat mengenai keluarga Isai, bahwa Salah seorang putranya adalah sosok yang dipilih oleh Tuhan. Sosok yang dijanjikan Allah untuk membebaskan Bani Israil dari penjajahan bangsa Filistin.

Nabi Samuel meminta Raja Thalut untuk mengajak Daud ke medan perang. “Mungkin ia bisa membantu membawakan senjatarnu,” demikian alasan Nabi Samuel. Raja Thalut setuju dengan alasan Nabi Samuel.

Saat itu kondisi mental pasukan terpecah dua, sebagian merasa putus asa, tidak yakin bisa mengalahkan pasukan musuh. Sebagian lagi siap taat pada raja dan yakin dengan petunjuk Allah bahwa mereka akan memperoleh kemenangan. Raja khawatir jika pasukan yang lemah akan memengaruhi yang lain sehingga menyebabkan pertahanan menjadi lemah.

Akhirnya raja Thalut meminta nasihat dari Nabi Samuel, langkah apa yang harus ditempuh untuk memisahkan antara pasukan yang setia dan yang tidak. Nabi Samuel bermohon kepada Allah dan memperoleh petunjuk agar membawa semua pasukan ke sungai Jordan.

Kemudian raja mengajak semua pasukan dengan perbekalan yang minim. Sesampainya di tepi sungai Jordan, raja memerintahkan pada pasukannya agar mengambil air tak lebih dari secedukan tangan saja. Tidak lebih.

Namun, apa yang terjadi? Ternyata hanya sedikit prajurit yang mematuhi perintah raja. Sebagian besar prajurit tak bisa menahan diri. Mereka mengambil air sepuas-puasnya, sebanyak-banyaknya. Anehnya, setelah meminum air sungai tersebut, semangat perang mereka menjadi padam. Tubuh mereka menjadi lunglai.

Raja Thalut memisahkan antara mereka yang menaati perintahnya dan mereka yang tidak taat. “Jika engkau tidak taat dalam urusan seperti ini, maka aku tidak dapat mengandalkan kalian. Pulanglah kalian agar tidak meredupkan semangat yang lainnya.“ Demikian maklumat Raja Thalut.

Hati Raja Thalut semakin cemas. Jumlah tentaranya makin sedikit saja. Namun Nabi Samuel kembali menghiburnya. Lebih baik memiliki sedikit tentara tapi beriman. Niscaya keimanan itu yang akan menolong. Hanya keimanan yang akan mendatangkan pertolongan Allah, bukan dari jumlah pasukan.

Alhasil, sampailah mereka di tempat yang ditentukan. Pasukan Filistin telah menanti dengan penjagaan berlapis-lapis. Baju besi mereka berkilauan ditimpa cahaya matahari. Masing-masing pasukan membawa senjata perangnya. Ada pasukan pemanah, pasukan pelontar bola api, pasukan pedang, pasukan tombak, pasukan dengan mengendarai kuda dan gajah.

Tiba-tiba muncullah dari tengah-tengah mereka seorang yang berbadan raksasa. Tubuh tinggi besar dengan baju besi yang berderak setiap ia berjalan. Tanah bergetar tiap ia melangkah. Mendebarkan jantung siapa pun yang melihatnya. Goliath menantang siapakah dari pasukan Raja Thalut yang berani maju lebih dahulu untuk melawannya.

Dalam kisah Musa kita pasti ingat, umat Musa pun menolak berperang. Mereka masih tak yakin bisa memenangkan pertempuran, meski Allah sudah menjamin kemenangan bagi bangsa Israil. Meski Musa telah menampilkan banyak mukjizat sebagai jalan keluar dari masalah yang mereka hadapi, terutama saat menghadapi musuh. Tetap saja ketakutan mereka masih lebih besar daripada iman mereka.

Kembali ke medan pertempuran. Saat mendengar tantangan Goliath, semua pasukan hening. Tak ada yang berani bersuara. Tak terbersit dalam diri mereka untuk menghantar nyawa begitu saja kepada musuh raksasa itu. Pasukan Raja Thalut sudah merasa kalah sebelum bertanding.

Hei, tapi tunggu, siapa itu yang berani maju sendirian ke tengah lapangan? Berhadapan langsung dengan Goliath si raksasa Filistin? Tak kenal rasa takut, sang pemberani dengan semangat pantang menyerah?

Ternyata dia adalah DAUD.

Daud kecil masih berusia 13 tahun. Ia tidak menggunakan baju besi, tidak membawa senjata yang hebat. Di tangannya hanya terentang sebuah ketapel dengan 5 buah batu.

Tentu saja, kelakuan Daud mengundang olok-olok dari pihak lawan. Sementara tentara Thalut hanya terdiam dan memohon perlindungan Tuhan.

Bagi mereka, hanya tinggal menunggu waktu untuk menerima kekalahan. Tidak demikian halnya dengan Daud. Daud tak mau merasa kalah sebelum pergi mencoba. Ia tetap dalam keyakinannya, bahwa Allah akan menolongnya.

Daud tak memedulikan tatapan dari pihak lawan. Ia membidikkan ketapelnya tepat pada kepala Goliath. Lemparan ketapel Daud tepat mengenai dahi Goliath hingga ia terjatuh dan tak bangkit lagi.

Nabi Daud melawan raksasa Jalut
Nabi Daud melawan raksasa Jalut

Kejatuhan Goliath membangkitkan kembali semangat di hati tentara Thalut. Mereka pun menyerbu bangsa Filistin dan bisa memperoleh kemenangan.

Para Pengikut Daud yang Setia

Ternyata kedigdayaan Daud terus berlanjut. Dalam setiap peperangan selalu saja Daud menang. Tidak hanya itu, Daud pun dikenal bijaksana hingga dikagumi rakyatnya. Hewan-hewan pun dengan mudah takluk di tangan Daud. Makin lama Daud makin terkenal dan dicintai rakyat melebihi pamor Thalut sebagai raja.

Timbul rasa tidak suka dalam diri Thalut. Thalut sudah merasakan kenikmatan menjadi raja. Dia takut tahtanya direbut. Thalut takut jika ia kembali susah seperti dulu kala saat ia hanya menjadi penimba air sebelum diangkat menjadi raja.

Baca juga:  Kisah Nabi Idris As

Maka ia melancarkan tipu muslihat, mengirim Daud ke medan peperangan dengan pasukan yang hanya sedikit. Tentu saja orang-orang menjadi khawatir, bagaimana mungkin Daud dapat memenangkan pertempuran dengan pasukan yang minim?

Namun Daud tak kenal putus asa. Dia tak henti berdoa memohon pertolongan Allah. Daud selalu meyakini mereka adalah prajurit pilihan Allah. Pasti Allah akan menuntun ke jalan yang diridhoi.

Daud berdoa dengan sepenuh hati, “Ya Allah, bantu kami.”

Di tengah pertempuran, tiba-tiba ribuan anak panah melesat dari atas langit memorak-porandakan pasukan musuh. Allah telah menurunkan bantuan berupa malaikat yang mengirimkan anak panah. Tentu saja anak panah tersebut tak ada yang meleset. Pasukan musuh terpukul mundur, ketakutan melihat keajaiban tersebut.

Nabi Daud dan pasukan pulang dengan membawa kemenangan. Tentu saja kedatangan mereka disambut sukacita oleh seluruh rakyat. Nama Daud pun makin harum karena berhasil memenangkan pertempuran meski jumlah pasukan tak sebanding.

Nabi Daud selalu menang dalam pertempuran
Nabi Daud selalu menang dalam pertempuran

Nama Daud makin dikenal. Rakyat menyambut kedatangan Daud dengan sukacita. Berbagai doa ditaburkan untuknya. Berbagai hadiah diberikan kepadanya.

Bagaimana dengan raja Thalut? Hatinya merasa panas karena merasa dikalahkan kehormatannya oleh Daud. Apalagi ia mendengar adanya ramalan bahwa kerajaannya akan jatuh ke tangan seorang pemuda. Raja Thalut takut jika tahtanya diambil Daud.

Maka ia mulai menjalankan aksinya untuk mencelakakan Daud. Melihat gelagat yang kurang baik dari sang raja maka Daud pun pergi meninggalkan istana. Namun raja tak tinggal diam, ia dan pasukannya berusaha mengejar Daud.

Daud dikejar Thalut yang khawatir tahtanya berpindah pada Daud. Daud mencari tempat persembunyian sampai ke gua Adulum, tempat para orang-orang buangan. Orang-orang yang dianggap tak berharga lagi, kumpulan orang-orang yang sudah putus asa dengan kehidupan.

Namun, kelak mereka inilah yang akan menjadi pengikut setia Daud, menjadi tentara tangguh yang terkenal garang dan gagah berani. Para pejuang perang dengan semangat pantang menyerah dan tak kenal lelah. Daud telah berhasil mengubah mereka, orang buangan menjadi para pemimpin perang.

Dari dalam gua, Daud melihat pasukan Thalut sudah mendekat. Kemah-kemah kerajaan sudah didirikan. Perkemahan tampak sepi. Daud berhasil menyelinap masuk ke kemah raja, mengambil pedang dan menyobek sedikit pakaian sang raja.

Sengaja Daud melakukan hal tersebut untuk menunjukkan jika Daud mau, mudah saja untuk mencelakakan sang raja. Tapi Daud tidak melakukan itu, ia hanya sekadar memberi peringatan agar raja mengurungkan niatnya tersebut.

Keesokan paginya, alangkah terkejut raja Thalut melihat pakaiannya yang telah robek. Spontan ia mencari pedang, namun pedang kesayangannya tak ditemukan. Ia pun berlari keluar, dilihatnya para pengawal menjaga dengan ketat di sekeliling kemah.

Raja Thalut paham ini semua dilakukan oleh Daud. Karena tak ada yang bisa melakukan hal tersebut tanpa pertolongan Allah. Thalut pun menjadi sadar akan kelemahan dirinya.

Dari atas bukit, muncullah Daud memberi peringatan pada Thalut. Thalut menyadari perbuatannya, ia menyerahkan mahkota kerajaan pada Daud. Sedangkan Thalut mencari tempat menyepi untuk beribadah kepada Allah sambil menaubati kesalahan dirinya.

Penguasa Baitul Maqdis

Tanah Yerussalem telah diberkati, di mana tak seorang pun nabi maupun malaikat, melainkan pernah datang ke tempat tersebut.

Di lokasi ini, tempat Baitul Maqdis berdiri. Nabi Yakub telah meletakkan sebuah batu sebagai penanda. Bahwa tempat itu menjadi jalur perlintasan malaikat, tangga tempat para malaikat turun naik. Merupakan tempat yang diberkati.

Rasulullah dan para nabi lainnya melakukan mikraj ke Sidratul Muntaha melalui tempat ini, tangga menuju langit.

Saat itu Daud telah diangkat menjadi raja. Dari istananya, Daud melihat kemah tempat penyimpanan tabut. Terbetik rasa bersalah di hatinya, mengapa ia sebagai hamba Tuhan mendapatkan istana yang indah, sedangkan tabut yang berisi kalimat Allah hanya disimpan dalam sebuah kemah?

Daud berkata kepada Natan, seorang nabi yang juga menjadi penasihat Daud setelah meninggalnya Samuel. “Lihatlah, aku duduk dalam istanaku yang megah yang terbuat dari kayu cemara Libanon, sedangkan ayat-ayat Allah hanya ditempatkan dalam kemah. Aku ingin mendirikan rumah untuk Tuhan.”

Nabi Natan menjawab, “Lakukanlah segala niat Baginda, sebab Tuhan menolong Baginda.”

Malam harinya Allah berkata kepada Nabi Natan, “Sampaikanlah pesanku ini kepada Daud: sejak bangsa Israil Kubebaskan dari Mesir hingga sekarang, belum pernah Aku tinggal dalam sebuah rumah, melainkan selalu ikut mengembara dan tinggal di dalam kemah. Selama pengembaraan-Ku bersama bangsa Israil, belum pernah Aku bertanya kepada pemimpin-pemimpin yang Ku pilih, apa sebabnya mereka tidak mendirikan rumah dari kayu cemara Libanon untuk Aku. Sebab itu, Natan, beritahukanlah kepada hamba-Ku, Daud, bahwa Aku Tuhan yang Maha Kuasa berkata kepadanya, Aku telah menyertai engkau ke mana pun engkau pergi, dan semua musuhmu telah Aku kalahkan. Engkau akan termashyur dan seorang dari putramu akan Ku angkat menjadi raja. Aku akan membuat kerajaanmu bertahan selama-lamanya.”

Keesokannya Natan menyampaikan pesan dari Tuhan kepada Daud. Setelah mendengarkan perkataan dari Natan, Daud segera masuk ke dalam kemah tempat tabut diletakkan untuk berdoa. Memuja syukur atas apa yang telah Allah perbuat untuk dirinya.

“Ya Tuhan Yang Maha Tinggi, apalagi yang dapat kukatakan kepada-Mu? Engkau mengetahui segalanya tentang hamba-Mu ini. Demi janji-Mu dan atas kemauan-Mu sendiri Engkau melakukan perbuatan-perbuatan besar itu untuk mengajari hamba-Mu ini. Engkau sungguh besar ya, Allah! Hanya Engkaulah Allah, tidak ada yang sama dengan Engkau. Ya Tuhan Yang Maha Tinggi, Engkaulah Allah; semua janjiMu Kau tepati, dan hal yang indah itu telah Kau janjikan kepadaku. Sebab itu aku mohon, sudilah memberkati keturunanku supaya selama-lamanya mereka tetap merasakan kasih-Mu.”

Selain itu Daud selalu bertanya ke mana ia harus menghadapkan wajah saat shalat kepada Allah? Baitul Maqdis akan menjadi kompas, pusat, di mana setiap orang akan menghadapkan wajahnya ke tempat tersebut saat beribadah kepada Allah. Lalu Daud mulai mengumpulkan kayu terbaik, batu dari tanah liat, dan batu gunung untuk membangun rumah Allah.

Inilah mengapa Daud demikian cemerlang saat Allah memperlihatkan keturunan Adam saat di surga dulu. Karena Daud merupakan nabi yang paling lengkap elemen kekhalifahannya.

Beliau merupakan khalifah sejati sebagaimana yang disebut dalam Al-Qur’an, “Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan engkau sebagai Khaliifatan fil ardhi.”

Daud merupakan gambaran khalifatul ardh yang sempurna, karena memiliki:

  1. Kitab suci, yaitu: Zabur,
  2. Syariat (tata cara ibadah dan muamalah),
    “Shalat yang paling dicintai Allah adalah shalatnya Nabi Daud ‘alaihi salaam. Dan puasa yang paling dicintai Allah adalah puasa Nabi Daud. Beliau tidur setengah malam kemudian bangun (qiyam lail) sepertiga malam dan tidur lagi seperenam malam. Beliau puasa selang-seling, sehari puasa sehari tidak. ” (HR. Bukhari Muslim)
  3. Memiliki umat, yaitu: Bani Israil, dan
  4. Mendirikan Baitullah (kiblat pertama), yaitu Baitul Maqdis. Beliaulah yang bertanya kepada Allah ke mana hendaknya manusia menghadap saat sujud kepada Allah. Itulah asal mula dikenal adanya kiblat.

Meski Baitul Haram di Mekkah sudah ditinggikan sejak zaman Ibrahim dan Ismail, namun konsep kiblat belum ada saat itu. Sehingga orang menghadapkan wajahnya sesuka hatinya. Apalagi, orang Mekkah sebagian masih menganut kepercayaan nenek moyang, sehingga di dalam Baitul Haram terdapat patung berhala.

Dulu Rasulullah SAW pun saat shalat menghadapkan wajah ke Baitul Maqdis. Menjadikan Baitul Maqdis sebagai kiblat. Barulah setelah 16 bulan diangkat sebagai nabi, Allah mewahyukan Rasul agar mengarahkan sujudnya ke Baitul Haram, dan menjadikan Baitul Haram sebagai kiblatnya.

Mazmur

Alkisah, Nabi Daud membagi hari-harinya sebagai berikut: satu hari sebagai hakim, satu hari untuk pengajaran, satu hari untuk urusan pribadi dan satu hari khusus untuk beribadah kepada Allah.

Nabi Daud sangat tekun membaca dan mempelajari kitab suci. Melalui kitab tersebut ia mengetahui tentang para utusan Allah dan keutamaan para utusan Allah seperti kisah-kisah mengenai Ibrahim as. Ishaq as. dan Ya’qub as.

Di setiap penghujung nama utusan Allah tersebut selalu disematkan gelar Alaihi Salaam (as). Daud bertanya kepada Allah, bagaimana mereka bisa mendapatkan gelar tersebut.

Baca juga:  Kisah Nabi Ayub As

Allah bersabda, mereka adalah orang-orang yang telah melampaui ujian yang dahsyat. Orang-orang yang telah diuji keimanan dan ketaatannya pada Allah. Karena itulah mereka mendapat gelar Alaihi Salaam yang berarti keselamatan dilimpahkan kepadanya.

Nabi Daud segera berkata, “Ya Allah, jika begitu, ujilah aku. Ujilah aku dan berikanlah keutamaan sebagaimana para utusan sebelumku.”

“Baiklah, jika begitu bersiaplah menerima ujian-Ku,” sabda Allah.

Mazmur merupakan kitab renungan Daud dan puji-pujian puitis kepada sang Illahi. Mazmur berasal dari bahasa Ibrani yang biasa diartikan dengan lagu atau kidung pujian kepada Sang Illahi. Jika Daud tengah membaca Zabur maka semua binatang berkumpul mendengarkan.

Mereka tidak hanya tertarik dengan keindahan suara Daud, melainkan juga dengan rintihan cinta Nabi Daud kepada Allah. Alam semesta pun turut hening mengkhidmati doa dan penghambaan seorang Daud kepada sang Pencipta.

Ini adalah beberapa petikan dari Mazmur:

Syair ke-115
Kemuliaan hanya bagi Allah
Bukan kami, ya Allah, bukan kami,
Melainkan nama-Mulah yang patut dimuliakan, Karena kasih abadi-Mu dan kesetiaan-Mu..

Syair ke-100
Ketahuilah bahwa Allah adalah Tuhan.
Dialah yang menjadikan kita, dan kita adalah milik-Nya.
Kita adalah umat-Nya, kawanan domba yang digembalakan-Nya.
Masuklah melalui pintu gerbang-Nya dengan ucapan syukur,
Masuk ke pelataran-Nya dengan puji-pujian,
Mengucap syukur kepada-Nya dan pujilah nama-Nya!

Syair ke-84
Ya Allah, Tuhan semesta alam,
Dengarlah kiranya doaku.
Indahkanlah, ya Tuhan yang disembah Bani Yakub!
Pandanglah perisai kami, ya Allah,
Perhatikanlah wajah orang yang Kau lantik.
Karena satu hari di pelataran-Mu lebih baik daripada seribu hari di tempat lain.
Aku lebih suka menjadi penunggu pintu Bait Tuhanku
Daripada tinggal di rumah kefasikan.
Karena Allah, Tuhanku, adalah matahari dan perisai.
Allah menganugerahkan anugerah dan kemuliaan.

Batsyeba

Seperti biasa, saat itu adalah waktu Daud membaca Zabur. Ketika membuka kitab, terbaca olehnya kisah para nabi pendahulu diberikan gelar as., Alaihi Salaam.

Daud tertegun membacanya dan bertanya kepada Allah, “Mengapa ada hamba Allah yang memperoleh gelar tersebut?”

Allah menjawab ke dalam qalb Daud, “Mereka adalah hamba yang telah lulus dari ujianKu,”

“Ya Allah, jika demikian, ujilah aku,” jawab Daud cepat.

Suasana alam senyap, seolah tak ada penghuni semesta. Semua terdiam mendengar dendang Mazmur yang dibacakan Daud. Suaranya merdu dan ayat-ayat yang dibacakan menggugah kerinduan kepada Allah. Daud menyadari banyak makhluk yang mengaguminya.

Timbul sebersit lintasan hati, “Ahh. .. aku adalah hamba Allah pilihan yang senantiasa terjaga.” Baru saja Daud berpikir begitu, tetiba seekor burung yang sangat cantik warnanya hinggap di atas kitab Zabur. Daud terpesona melihat keindahannya dan ingin memelihara burung tersebut. Namun saat hampir tertangkap, burung itu terbang, dan hinggap di tempat lainnya.

Hati Daud makin penasaran. Biasanya ia selalu tepat dalam menangkap sesuatu. Apalagi hewan-hewan biasanya datang dengan sendirinya, berserah pada Daud. Daud tak pernah melakukan upaya keras untuk mendapatkan hewan peliharaan.

Sekali lagi burung itu terbang saat tangan Daud hampir menyentuhnya. Demikian terjadi beberapa kali. Hingga tak sadar Daud sampailah ia di suatu tempat dan bertemu Batsyeba. Kelak dengan Batsyeba, Daud akan mengalami ujian berat. Daud melakukan kesalahan hingga ditegur oleh Nabi Nathan.

Daud sampai tidak berani menyentuh tabut karena tahu dirinya telah berdosa. Orang yang memiliki desa dalam hatinya tak akan bisa menyentuh tabut. Daud diuji dengan kematian anaknya. Negerinya diuji dengan kemarau panjang. Tangisan rakyat yang kelaparan menggema di seluruh penjuru negeri.

Daud bermalam-malam hanya bersimpuh di samping tabut, tak makan tak, minum tak tidur, semata memohon ampunan dari Allah. Mohon ampun karena merasa dirinya sudah menjadi orang baik. Memohon ampun atas lintasan hati yang tidak disukai Allah. Sampai Allah mewahyukan dosa Daud telah diampuni.

Lalu Daud menyentuh tabut sebagai penanda apakah dosanya telah diampuni atau tidak. Daud selamat saat memegang tabut. Betapa lega hati Daud karena Allah berkenan mengampuninya. Meski Allah telah mengampuni dosanya, namun ada qishash yang harus Daud jalani sebagai konsekuensi sunatullah. Barangsiapa yang menabur ia yang akan menuai hasilnya.

Atas pertaubatan Daud yang sungguh-sungguh, Allah menghadiahkan kelahiran Sulaiman dari sang istri, Batsyeba. Sulaiman adalah putra Daud yang kelak menjadi nabi sekaligus raja. Seorang anak yang telah memiliki kebijaksanaan sejak kecil dan memiliki banyak karomah.

Bani Israil dimuliakan harkat dan kedudukannya saat fase Daud dan Sulaiman. Saat itu umat berada dalam puncak tertinggi keimanannya, sehingga mereka dianugerahkan Baitul Maqdis. Hanya orang beriman yang diperbolehkan memasuki rumah suci, Baitul Maqdis.

Kisah Nabi Daud Belajar dari Hewan

1. Ulat merah yang bertasbih

Ketika Daud sedang berjalan di taman, ia melihat seekor ulat merah. Lalu Daud bergumam dalam hatinya, “Apa yang dikehendaki Allah dengan penciptaan ulat ini?”

Baru saja Daud menyelesaikan gumamannya, tiba-tiba ulat tersebut berbicara kepadanya, “Wahai Nabi Allah! Allah telah mengilhamkan kepadaku untuk membaca ‘Subhanallahu walhamdullillahi walaa ilaaha illallahu allahu akbar’ setiap hari sebanyak 1.000 kali, dan pada malamnya Allah mengilhamkan kepadaku untuk membaca ‘Allahmumma sholli’ala Muhammadin annabiyyil ummiyyi wa ‘ala alihi wa shobihi wa salliim’ setiap malam sebanyak 1.000 kali.”

Setelah berkata demikian, ulat merah balik bertanya kepada Daud, “Apakah yang dapat kau katakan kepadaku agar aku mendapatkan manfaat darimu?”

Nabi Daud segera tersadar, ia telah meremehkan makhluk ciptaan Allah. Padahal setiap makhluk selalu dalam keadaan bertasbih kepada Allah. Dan, Allah tak pernah menciptakan suatu makhluk dengan sia-sia. Semua ciptaan memberi manfaat dan kebaikan yang kadang tersembunyi dari pandangan makhluk yang awam tentang ilmu Tuhan.

Nabi Daud segera bertaubat kepada Allah atas lintasan hati yang telah menganggap rendah ciptaan Allah.

2. Katak yang tak lelah berdoa

Nabi Daud senantiasa memilih tempat yang khusus untuk beribadah. Suatu saat, beliau pergi ke pesisir untuk beribadah.

Setelah setahun lamanya beliau rutin beribadah di sana, beliau berdoa, “Ya Allah, aku telah beribadah selama setahun lamanya hingga punggungku bungkuk dan air mataku kering, demi menunggu ketetapanmu.”

Tiba-tiba seekor katak muncul dari dalam air dan berkata kepada Daud, “Wahai Daud utusan Allah, apakah engkau hendak mengungkit-ungkit kepada Allah tentang ibadah yang kau lakukan selama setahun? Demi Allah, aku selama 60 tahun lamanya selalu bertasbih dan bertahmid kepada Allah di dalam hutan. Sampai saat ini persendianku tetap gemetar karena takut pada Allah.”

3. Dzikir seekor Katak

Seperti biasa, ini adalah hari di mana Daud membaca kitab Zabur. Saat tengah mendendangkan Zabur dengan suaranya yang merdu dan indah, semua gunung dan hewan turut bertasbih bersama Daud.

Ketika itulah terbersit dalam hati Daud, betapa dirinya telah demikian suci, terbebas dari dosa dan pelanggaran berat dan menjadi pembaca Zabur yang taat.

Baru saja pikiran itu melintas di benaknya, tiba-tiba Allah mengutus Jibril yang memberitahunya, “Allah memintamu untuk mendengarkan katak berdzikir.”

Tercengang Nabi Daud atas perintah Allah tersebut, apakah demikian hebatnya dzikir seekor katak hingga melampaui dzikir seorang Daud kepada Allah?

Sesungguhnya katak tersebut berdzikir dengan mengucapkan, “YA MUSABBIHA BI KULLI LISANIN WA YA MADZKURA BI KULLI MAKANIN SUBHANAKA WA BI HAMDIKA SUBHANAL MALIKIL QUDDUS WA MUNTAHA ILMUKA,” yang artinya: Wahai Zat yang disucikan oleh tiap-tiap lisan, wahai Zat yang yang diucapkan di tiap-tiap tempat, Maha Suci Engkau ya Allah, Maha Suci dengan segala pujimu ya Allah, Maha Suci Allah yang Maha memiliki segenap kesucian dan ilmu Engkau ya Allah yang tiada akhir.”

Sesungguhnya dzikir katak jugalah yang membesarkan bumi ini dengan izin Allah. Konon, setelah Allah menciptakan bumi ini daripada air yang dibekukan di atas air hingga terbentuklah tanah, kemudian Allah menciptakan katak. Lalu katak ini berdzikir sehingga permukaan bumi ini dibesarkan oleh Allah.

Demikianlah kisah Nabi Daud As, semoga kita bisa menambah khazanah pengetahuan dan kita bisa mengambil hikmah di dalamnya.