Budidaya cacing tanah bisa menjadi alternatif lapangan kerja baru. Saat ini persaingan dunia usaha dan dunia kerja semakin ketat. Sehingga dibutuhkan individu-individu yang mandiri, kreatif, inovatif dan berani untuk memulai membuka lapangan-lapangan kerja baru.
Uraian lengkap tentang cara budidaya cacing tanah ini untuk membantu Anda yang ingin mencoba membuka alternatif lapangan kerja baru dengan memberikan gambaran singkat, pola kerja, perhitungan dan cara kerja sehingga hal ini bisa menjadi landasan untuk memutuskan jenis usaha apa yang akan Anda tekuni.
Usaha Budidaya Cacing Tanah
Cacing tanah (Lumbricus rubellus) merupakan salah satu dari sekian banyak jenis cacing tanah yang ada di bumi ini. Secara langsung maupun tidak langsung cacing tanah banyak berperan dalam kehidupan manusia, mulai dari sebagai pakan ternak, obat, kosmetik penghasil pupuk organik, pelenyap sampah, hingga bahan tambahan makanan manusia.
Cacing tanah juga merupakan komoditas ekspor yang sekarang mendapat respons luas dari para petani dan pengusaha. Penyebabnya adalah besarnya permintaan pasar internasional dan masih kurangnya produksi cacing tanah. Korea Selatan, misalnya, membutuhkan cacing tanah sekitar 35.000 ton per bulan untuk dijadikan pakan ayam.
Untuk keperluan pasar ekspor, cacing tanah bukan hanya dijadikan sebagai pakan ternak tetapi juga sebagai bahan baku lain.
Di Cina cacing tanah sebagai obat tradisional, di Perancis dan Italia dijadikan bahan kosmetika untuk menghaluskan dan melembutkan kulit, sementara di Jepang dan di beberapa negara Eropa dijadikan bahan tambahan dalam pembuatan makanan dan minuman. Di Indonesia sendiri cacing tanah mulai dimanfaatkan sebagai bahan baku obat.
Cacing tanah sangat mudah untuk diternakkan karena perkembangbiakannya sangat cepat dibanding dengan jenis cacing lain. Nah, dari berbagai manfaat tersebut, cacing tanah memang layak dibudidayakan. Apalagi perkembangannya sangat cepat dan keuntungannya tidak sedikit.
Artinya, budidaya cacing tanah adalah kegiatan usaha yang dapat memberikan hasil yang besar dengan penanganan yang baik. Nah, sebagai gambaran untuk Anda yang hendak membudidayakan cacing tanah, berikut ini analisis usaha yang perlu Anda cermati.
Analisis Usaha Budidaya Cacing Tanah
Modal Tetap
- Sewa tanah seluas 200 m²/tahun Rp 120.000
- Kandang pelindung Rp 150.000
- Kandang ternak (11 bh) Rp 600.000
- Bahan media 6 ton @Rp 100.000 Rp 600.000
- Plastik 200 m @Rp 1.600 Rp 320.000
- Pelepah pisang Rp 25.000
Jumlah Rp. 1.815.000
Biaya Penyusutan
- Sewa tanah Rp 40.000
- Kandang pelindung Rp 16.667
- Kandang ternak Rp 66.667
- Bahan media 6 ton Rp 300.000
- Plastik 200 m Rp 160.000
- Pelepah pisang Rp 6.250
Jumlah Rp 589.584
Modal Kerja
- Bibit sebanyak 40 kg @ Rp 200.000/kg Rp 8.000.000
- Pakan 5 ton @ Rp 500 Rp 2.500.000
- Tenaga kerja 4 orang @ Rp 100.000/bulan Rp 400.000
Jumlah Modal Kerja
- Modal tetap Rp 2.500.000
- Modal kerja Rp 10.900.000
Jumlah Rp 12.715.000
Produksi per 4 Bulan
- Selama 4 bulan 1600 kg @ Rp 210.000/kg Rp 336.000.000
Biaya Produksi per 4 Bulan
- Biaya penyusutan Rp 589.584
- Modal kerja Rp 10.900.000
Jumlah Rp 11.489.584
Keuntungan per 4 Bulan
- Produksi per 4 bulan Rp 336.000.000
- Biaya produksi per 4 bulan Rp 11.489. 584
Jumlah Rp 324. 510.416
Break Even Point
- Keuntungan per 4 bulan Rp 324.510
- Biaya produksi per 4 bulan Rp 11.489. 584
Jumlah Rp 313.020.822
Keuntungan bersih selama 4 bulan Rp 313.020.822
Untung bersih produksi Rp. 313.020.822/120 hari Rp 2.608.506
BEP = Biaya Tetap [ 1 (Biaya Penyusutan : Keuntungan)]
= Rp 1.815.000 [ 1 (Rp 589.584 : Rp 324.510.416)]
= Rp 1.815.000 [ 10.0018 ]
= Rp 1.815.000 x 0.9982
= Rp 1.811.733
Artinya tingkat hasil penjualan sebesar Rp 1.811.733,00 per 4 bulan.
Jadi, tempo yang diperlukan untuk menutupi kembali investasi adalah dalam satu kali panen atau dua bulan.
Peralatan dan Perlengkapan
Untuk menunjang kegiatan produksi cacing tanah, Anda harus menyiapkan lahan, peralatan, dan perlengkapan penunjang budidaya. Berikut ini penjelasannya untuk Anda.
Perlengkapan Penunjang
Anda memerlukan beberapa perlengkapan dan peralatan yang mudah diperoleh di lingkungan sekitar Anda atau membelinya di toko-toko. Peralatan dan perlengkapan tersebut adalah:
- Wadah. Wadah diperlukan untuk memelihara cacing. Anda dapat memilih wadah yang berbahan papan kayu, plastik, maupun bak beton. Untuk wadah kotak, lubangilah bagian bawah kotak sehingga dapat menampung pupuk cair yang keluar. Untuk wadah bak beton, buatlah saluran air untuk menampung pupuk cair.
- Media. Media adalah tempat hidup cacing dari kompos maupun kotoran ternak yang sudah difermentasi.
- Sampah. Anda memerlukan sampah sisa makanan atau sampah organik lainnya untuk pakan cacing tanah.
- Ember. Gunakanlah ember yang dilengkapi dengan penutup.
- Penutup Kotak. Gunakanlah penutup kotak cacing yang terbuat dari kayu dan kawat jaring.
- Minyak atau Oli. Minyak atau oli diperlukan untuk menghalau serangga yang tidak diinginkan, misalnya semut, kecoa, dan lain-lain.
- Pelindung Tangan. Gunakanlah sarung tangan karet untuk melindungi tangan Anda.
- Benih. Siapkanlah benih atau bibit cacing tanah.
- Lokasi. Sebelum menyiapkan kandang untuk beternak cacing tanah, Anda harus menentukan lokasi untuk usaha budidaya ini. Carilah lokasi yang terlindung dari hujan dan sinar matahari yang berlebihan.
Persiapan Tanah
Tanah yang dijadikan lokasi budidaya cacing tanah adalah lahan yang memenuhi persyaratan tertentu agar pertumbuhan dan perkembangan cacing tanah bisa maksimal.
Perhatikan pula faktor-faktor lingkungan yang berperan untuk kehidupan cacing tanah, yaitu kelembaban media, keasaman media, suhu media, oksigen dan karbondioksida, bahan organik, dan jenis media.
Berikut ini syarat-syarat tanah yang bisa dijadikan lahan untuk usaha budidaya cacing tanah:
- Tanah untuk media hidup cacing harus mengandung bahan organik dalam jumlah yang besar.
- Bahan-bahan organik tanah berasal dari guguran daun, kotoran ternak, pembusukan, dan hewan yang mati. Cacing tanah menyukai bahan-bahan yang mudah membusuk karena lebih mudah dicerna oleh tubuhnya.
- Cacing memerlukan tanah yang sedikit asam sampai netral atau pH sekitar 6-7,2. Tujuannya agar pertumbuhan cacing tanah bisa lebih bagus. Dengan kondisi ini, maka bakteri di dalam tubuh cacing tanah dapat bekerja optimal untuk pembusukan atau fermentasi.
- Kelembaban yang optimal untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan cacing tanah adalah antara 15-30 persen.
- Suhu yang diperlukan untuk pertumbuhan cacing tanah dan penetasan kokon adalah sekitar 15-25 derajat Celcius. Anda masih bisa menentukan suhu di atas 25 derajat. Syaratnya, terdapat naungan yang cukup dan kelembaban yang optimal.
- Lokasi budidaya adalah tempat yang luas agar memudahkan penanganan dan pengawasan.
- Lokasi budidaya tidak terkena sinar matahari secara langsung, misalnya di bawah pohon rindang atau di ruangan khusus yang atapnya terbuat dari bahan-bahan yang tidak meneruskan sinar dan tidak menyimpan panas.
Kandang, Wadah, dan Media
Beternak cacing tanah, khususnya cacing jenis Iumbricus rubellus, adalah kegiatan yang relatif mudah dan cepat. Lumbricus termasuk jenis cacing yang paling mudah perawatannya. Ia bahkan tidak gampang stres jika kebanyakan air, panas, maupun cahaya.
Cacing tanah bisa hidup pada suhu udara 19 derajat Celcius. Ia juga bisa diternakkan di semua daerah. Sedangkan kelembaban optimal untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan cacing tanah adalah 15-30 persen.
Kandang
1. Membuat Kandang
Hal pertama yang harus dilakukan dalam beternak cacing adalah pembuatan kandang. Kandang cacing tanah sebaiknya dibuat dengan menggunakan bahan-bahan yang murah dan mudah didapat.
2. Bentuk Kandang
Model-model kandang untuk budidaya cacing tanah antara lain:
- Rak berbaki
- Kotak bertumpuk
- Pancing bertingkat-tingkat atau pancing berjajar yang terbuat dari bambu, rumbia, papan bekas, ijuk, dan genteng tanah liat.
Bentuk kandang permanen untuk peternakan skala besar adalah yang berukuran 1,5 x 18 m dengan tinggi 0,45 m. Di dalamnya dibuat rak-rak bertingkat berupa rak kayu atau rak plastik sebagai media ternak cacing. Bangunan kandang juga dapat dibuat tanpa dinding atau terbuka.
Wadah pemeliharaan cacing tanah
Bila media pemeliharaan sudah siap digunakan dan bibit cacing tanah sudah tersedia maka langkah selanjutnya adalah penebaran atau penanaman bibit. Bibit yang dibutuhkan dalam pemeliharaan cacing tanah tergantung pada tujuan pemeliharaannya.
Bila tujuan pemeliharaannya untuk reproduksi, sebaiknya bibit yang digunakan sebanyak 2 kg untuk setiap meter persegi luas permukaan media.
Bila tujuan pemeliharaannya untuk penggemukan, maka bibit yang digunakan hanya sebanyak 1 kg untuk setiap meter persegi sesuai luas permukaan media.
1. Syarat-syarat Wadah
Sarana pembudidayaan cacing tanah yang dapat menciptakan lingkungan yang teduh, lembab dan terhindar dari sinar matahari atau curahan air hujan langsung adalah bangunan pelindung dan wadah pemeliharaan yang khusus.
Wadah pemeliharaan adalah tempat untuk menampung sarang atau media, cacing tanah, dan bahan pakan cacing tanah. Wadah tersebut dapat berasal dari barang bekas yang mudah didapat di sekitar Anda. Adapun syarat-syarat wadah yang baik adalah:
- pH atau keasaman media harus netral 6-7,z supaya mikro-organisme dalam pencernaan cacing dapat hidup dan membantu proses pencernaan.
- Kelembaban media adalah 15-30 persen dan suhu media 15-25 derajat Celcius.
- Ukuran kandang cacing adalah tinggi 30 cm, panjang 2,5, dan lebar 1,75-1 m.
- Media cacing berfungsi sebagai tempat hidup sekaligus sebagai sumber bahan makanan sehingga rasio yang bagus untuk media adalah 20-30.
- Gantilah media yang sudah menjadi tanah atau bekas cacing (kascing) dan yang telah banyak telur (kokon).
- Pisahkanlah telur, anak, dan induk supaya cacing cepat berkembang dan ditumbuhkan pada media baru. Rata rata penggantian media dilakukan dalam jangka waktu dua minggu.
- Ketika memanen cacing, berikanlah penerangan pada bagian permukaan media sehingga cacing akan turun ke bagian yang lebih gelap.
- Ambillah media sedikit demi sedikit sehingga akhirnya tersisa cacing tanah. Bila ada telur cacing tanah atau kokon, biarkan selama 30 hari hingga kemudian menetas, dan kascing sudah bisa Anda gunakan untuk pemupukan.
2. Ukuran Wadah
Biasanya wadah untuk bibit cacing tanah adalah kotak berbahan plastik. Kotak plastik ukuran 43 cm x 35 cm x 16 cm dapat diisi bibit sebanyak 200-250 gram atau sekitar 400-500 ekor. Sedangkan wadah berukuran 100 cm x 100 cm x 25 cm dapat diisi sebanyak 600-800 gram atau sekitar 800-1000 ekor bibit.
Media Cacing Tanah
1. Syarat-syarat Media
- Usahakan agar media memenuhi persyaratan seperti di habitat alami cacing tanah yang terdiri dari bahan organik yang sudah mengalami pelapukan dan tidak mengeluarkan gas yang tidak diinginkan cacing tanah.
- Media harus gembur, mudah terurai, dan kandungan proteinnya tidak terlalu tinggi.
- Media mampu menahan kestabilan tingkat kelembaban yang baik untuk pertumbuhan dan perkembangan cacing tanah yaitu sekitar 35-50 persen.
- Media harus selalu gembur dan tidak mudah padat.
- Media harus mudah terkomposisi atau terurai.
- Media harus memiliki kandungan protein yang dapat langsung dicerna.
- Suhu media adalah 20-30 derajat Celcius.
- Tingkat keasaman media (pH) adalah 6.5-7.2
2. Contoh-contoh Media
Contoh-contoh media yang baik adalah:
- Sayur sayuran seperti selada dan kol.
- Daun lamtoro.
- Dedak padi atau Dedak jagung.
- Ampas Singkong atau Ampas tahu.
- Batang Pisang yang telah dipotong-potong lalu digiling hingga halus.
- Kotoran ternak.
- Daging atau ikan yang telah membusuk.
- Limbah rumah tangga yang harus memenuhi syarat
untuk pakan yaitu rasa asin, minyak, dan pedasnya tidak berlebihan
3. Perawatan Media
Kegiatan perawatan media meliputi:
- Pengadukan. Pengadukan yang dilakukan dengan tangan. Durasi pengadukan dilakukan setiap 3-4 hari sekali.
- Penyiraman. Jika saat pengadukan media tampak kering, berikanlah air dengan cara penyiraman. Penyiraman ini dilakukan sambil diaduk. Jumlah air yang diberikan hanya secukupnya karena tujuannya adalah untuk melembabkan media.
- Pengukuran Suhu dan pH. Bila media berada dalam kondisi asam atau pH kurang dari 6, berikanlah segenggam kapur tembok yang dicampur segelas air dan disiramkan ke media. Bersamaan dengan penyiraman ini, media diaduk agar air kapur tercampur merata.
4. Penggantian Media
Media yang harus segera diganti adalah yang secara fisik. bentuk. warna. dan sifatnya telah berubah menjadi seperti tanah atau kotoran cacing (kascing). Warnanya sudah berubah menjadi hitam bersifat lengket, dan mudah memadat bila dalam keadaan basah atau lembab.
Penggantian media sebaiknya dilakukan setelah dipakai selama 22,5 bulan. Media yang sudah tidak terpakai ini dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik bagi tanaman.
Bibit Cacing Tanah dan Calon Indukan
Cacing yang baik untuk bibit adalah cacing yang telah mencapai usia dewasa. Sedangkan cacing yang sehat adalah cacing yang tidak mengeluarkan busa dan tidak mengeluarkan bau.
Dalam pemilihan indukan cacing tanah untuk bibit berumur 2-3 bulan, Anda harus memperhatikan ciri-ciri indukan yang sehat, yaitu:
- Cacing dewasa sudah memiliki gelang pada tubuh bagian depan
- Tidak bau
- Kelihatan segar
Adapun cara untuk mendapatkan bibit cacing tanah yang baik adalah:
1. Mencari di Alam
Anda bisa mendapatkan bibit calon induk di alam. Carilah cacing terlebih dahulu di tempat-tempat bekas sampah organik atau di tempat yang kemungkinan besar terdapat cacing tanah.
Anda bisa melakukan cara ini walaupun Anda memerlukan waktu yang lama hingga cacing tersebut berkembang dan menghasilkan bibit yang lebih baik.
2. Membeli Bibit Cacing
Membeli bibit cacing tanah adalah cara lebih praktis yang bisa Anda lakukan. Apalagi jika Anda membutuhkan bibit dalam jumlah yang besar. Anda bisa mendapatkan bibit ini di peternak cacing.
Peternak cacing menjual bibit cacing per kilogram. Jika Anda membeli bibit di peternak, maka cacing yang Anda peroleh mempunyai kejelasan jenis, umur, dan beratnya.
Ketika membeli cacing tersebut Anda harus menyediakan wadah untuk membawanya. Wadah ini dapat berupa wadah plastik yang biasanya juga digunakan untuk budidaya cacing.
Wadah ini kemudian diisi media (biasanya dari peternak) lalu diisi cacing yang telah ditimbang. Untuk mengurangi sinar matahari ketika membawanya, Anda sebaiknya menutup wadah itu dengan potongan batang pisang.
Pemeliharaan Cacing Tanah di Media
Setelah Anda memperoleh bibit cacing tanah, maka langkah selanjutnya adalah memelihara bibit pada media atau wadah. Dalam proses pemeliharaan ini Anda harus memperhatikan beberapa hal penting, yaitu:
- Pemeliharaan cacing tanah sebanyak-banyaknya sesuai tempat yang digunakan. Cacing tanah dapat dipilih yang muda atau dewasa.
- Untuk kandang berukuran tinggi sekitar 0,3 m, panjang 2,5 m dan lebar kurang lebih 1 m, dapat ditampung sekitar 10.000 ekor cacing tanah dewasa.
- Pemeliharaan dimulai dengan jumlah kecil. Jika jumlahnya telah bertambah, pindahkanlah sebagian cacing tanah ke bak yang lain.
- Pemeliharaan di media adalah khusus untuk kokon sampai anak, karena setelah caing tumbuh dewasa maka sebaiknya dipindahkan ke bak yang lain.
Memasukkan Bibit ke Media
Masukkan bibit cacing tanah ke dalam media tumbuh cacing berupa kotoran ternak sapi yang sudah diendapkan selama dua minggu. Media ini berupa wadah berbahan ataupun plastik. Campurkan 1 kg serbuk gergaji yang telah direndam di dalam air.
Jangan memasukkan bibit cacing tanah sekaligus ke dalam media. Anda harus mencobanya sedikit demi sedikit. Letakkanlah beberapa bibit di atas media, kemudian diamati apakah bibit cacing itu masuk ke dalam media atau tidak.
Jika terlihat masuk, masukkanlah bibit cacing yang lain. Amatilah setiap tiga jam sekali diamati, mungkin ada yang berkeliaran di atas media atau ada yang meninggalkan media.
Apabila dalam waktu 12 jam tidak ada bibit cacing tanah yang meninggalkan wadah, berarti cacing tanah itu betah dan media memang cocok. Sebaliknya, bila media tidak cocok, maka cacing akan berkeliaran di permukaan media.
Untuk mengatasinya, media harus segera diganti dengan yang baru. Perbaikan dapat dilakukan dengan cara disiram dengan air, kemudian diperas hingga air perasannya terlihat berwarna bening. Lakukanlah penggantian media dalam jangka waktu dua minggu selama masa pemeliharaan untuk meningkatkan produktivitas cacing tanah.
Lakukan pengontrolan kadar air media cacing. Bila sudah kering perciki dengan air secukupnya, jangan sampai basah sekali agar oksigen dapat masuk ke dalam media.
Merawat Kokon
Setelah dua minggu, cacing tanah akan bertelur. Dari perkawinan sepasang cacing tanah, masing-masing menghasilkan satu kokon yang berisi telur-telur. Kokon berbentuk lonjong dan berukuran sekitar 1/3 dari kepala korek api. Letakkanlah kokon di tempat yang lembab.
Dalam waktu 14-21 hari kokon pun menetas. Setiap kokon memang mengandung 2-20 telur namun anakan yang dapat hidup rata-rata sekitar empat ekor. Telur matang yang terlihat kekuningan sebaiknya dipisahkan dari cacing induk.
Berikanlah pakan lagi untuk telur cacing yang tertinggal di media hingga telur itu menetas. Setelah satu bulan, telur menetas menjadi anak cacing. Dua minggu kemudian pisahkan anak cacing tersebut ke media baru. Anda bisa menggunakan media bekas anak cacing untuk menjadi pupuk kascing.
Pakan Cacing Tanah
Jenis-jenis Pakan
Secara umum pakan cacing tanah adalah semua kotoran hewan, kecuali kotoran yang hanya dipakai sebagai media. Limbah kotoran sapi yang masih dalam kondisi segar atau masih berwarna hijau sangat bagus untuk pertumbuhan berat badan dan perkembangbiakan cacing tanah.
Anda juga bisa memberikan pakan berupa ampas tahu atau ampas aren, kompos dari sampah pasar, dan sampah organik rumah tangga. Perbandingan pakan dan media adalah 1 : 3.
Syarat-syarat Pemberian Pakan
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemberian pakan untuk cacing tanah, yaitu:
- Bahan tertentu yang dapat mengeluarkan gas harus dibusukkan terlebih dahulu sebelum dijadikan pakan. Cacing tanah sangat sensitif terhadap cahaya sehingga pakan harus diberi penutup.
- Pakan yang diberikan memiliki kandungan bahan padat 20 persen dan air 75 persen. Untuk itulah pakan harus dijadikan bubuk atau bubur dengan cara diblender. Bubur pakan yang akan diberikan pada cacing tanah mempunyai perbandingan air 1:1.
- Lakukan pemberian pakan setiap hari dengan jumlah sebanyak jumlah cacing yang ditanam per hari. Kalau masih tersisa, kurangi jumlah pakan yang diberikan, kemudian tutuplah bagian pakan itu dengan daun atau kertas, jangan sampai menutupi semua permukaan wadah.
- Bubur pakan ditaburkan rata di atas media, tetapi tidak menutupi seluruh permukaan media. Artinya, sekitar 2-3 dari peti wadah tidak ditaburi pakan.
- Pakan harus ditutup dengan plastik, karung atau bahan lain yang tidak tembus cahaya.
Pemberian Pakan
Metode pemberian dan jenis pakan yang tepat merupakan kunci sukses dalam beternak cacing tanah. Cacing tanah diberi pakan sekali dalam sehari semalam sebanyak berat cacing tanah yang ditanam.
Dalam waktu 24 jam cacing tanah dapat menghabiskan makanannya sebanyak bobot tubuhnya. Apabila Anda menanam 1 kg cacing tanah, maka pakan yang harus diberikan adalah sebanyak 1 kg.
Berikut ini beberapa cara pemberian pakan untuk cacing tanah:
Cara Pertama
Letakkan pakan di tengah permukaan media, tetapi tidak menutupi seluruh media. Dengan cara ini Anda dapat menyuplai kebutuhan pakan cacing tanah dan sekaligus dapat memperbaiki peredaran udara di dalam media.
Dengan cara ini pula pengadukan pakan atau media hanya cukup dilakukan dua minggu sekali.
Cara Kedua
Siapkan bahan pakan berupa bahan organik yang sudah mengalami proses pelapukan, baik berupa campuran kompos sayuran maupun kotoran ternak. Jumlahnya sama dengan bobot cacing tanah.
Campurkan bahan pakan dengan air hingga menjadi seperti bubur. Kemudian tebarkan pakan secara merata di permukaan media, tetapi tidak menutupi seluruh media. Sekitar 2-3 cm dari tepi sekeliling wadah tidak ditaburi pakan
Tutuplah bagian yang ditaburi pakan dari penutup dengan bahan yang tidak tembus cahaya. Potongan batang pisang dapat dijadikan penutup karena bisa membuat lingkungan media tetap lembab.
Ingat, kurangilah jumlah pakan yang diberikan pada hari selanjutnya jika masih ada jumlah pakan yang tersisa.
Cara Ketiga
Cara ini dapat dilakukan bila tujuan pemeliharaannya untuk penggemukan. Siapkanlah bahan pakan berupa campuran kotoran hewan dengan kompos, campuran kompos dengan bubur karton atau kertas, ataupun pakan komersial. Jumlah pakan harus sama dengan bobot cacing tanah.
Campurkan bahan pakan tersebut dengan air hingga menjadi seperti bubur. Kemudian taburkan pakan seperti cara kedua, namun pemberiannya dilakukan dua kali sehari, yaitu pagi dan sore. Jumlah pakan yang diberikan pada sore hari lebih banyak dibanding pagi hari karena cacing tanah lebih banyak mengonsumsi pakan pada malam hari.
Jadwal Pemberian Pakan
Berikut ini jadwal pemberian pakan untuk hari pertama hingga ketiga. Pada hari keempat hingga ke-14, jadwal pemberian pakan dilakukan dengan mengikuti prosedur hari kedua dan ketiga secara bergantian. Untuk hari ke-15 hingga siap panen, gunakanlah cara pemberian pakan hari pertama, kedua, dan ketiga secara bergantian
Hari Pertama
Siapkan pakan sebanyak dua kali bobot cacing yang ditanam. Pakan ini dapat berupa campuran kotoran hewan dengan dengan kompos sayuran atau kompos hijau saja.
Tebarkan separuh jumlah pakan yang disiapkan secara tipis merata di permukaan media. Kemudian aduk seluruh media dan pakan hingga tercampur merata, lalu ratakan kembali permukaan media.
Tebarkan sisa pakan secara tipis merata di permukaan media. Karena cacing tanah sensitif dengan cahaya, maka bagian yang ditaburi pakan harus diberi penutup dari bahan yang tidak tembus cahaya. Bila tidak diberi penutup, cacing tanah hanya akan memakan pakan pada malam hari.
Hari Kedua
Siapkan pakan dengan campuran bahan yang sama dengan pemberian pada hari pertama. Tebarkan sebanyak jumlah pakan yang dihabiskan di hari pertama secara tipis merata di permukaan media.
Hari Ketiga
Siapkan bahan pakan yang banyak mengandung protein dengan air hingga menjadi bubur. Pakan tambahan ini dapat berupa dedak jagung, dedak padi, ampas kedele, dan ampas tahu. Bahkan pakan ini boleh hanya satu atau campuran beberapa jenis.
Tebarkan pakan tersebut sebanyak jumlah pakan yang dihabiskan sebelumnya secara tipis merata di permukaan media.
Pembuatan Casting (Pengomposan)
Pembuatan casting atau kompos cacing tanah disebut pula proses pengomposan. Proses ini adalah kerja sama cacing tanah dengan mikro-organisme yang dapat memberi dampak pada proses penguraian yang berjalan dengan baik.
Proses ini juga bisa dilakukan jika Anda mempersiapkan cacing tanah, bahan yang dikomposkan, dan lokasi pengomposan.
Walaupun sebagian besar proses penguraian dilakukan oleh mikro-organisme, tetapi kehadiran cacing tanah dapat membantu proses tersebut karena bahan-bahan yang akan diurai oleh mikro-organisme telah diurai lebih dahulu oleh cacing.
Dengan demikian maka kerja mikro organisme pun menjadi lebih efektif dan lebih cepat.
Bibit Pengomposan
Tidak ada patokan jumlah cacing yang diperlukan untuk pengomposan. Namun Anda bisa menggunakan pedoman bahwa setiap meter persegi dengan ketebalan media 5-10 cm memerlukan sekitar 2000 ekor cacing atau luas 0,1 m2 memerlukan 100 gram cacing tanah.
Perlu diketahui bahwa dalam satu hari cacing tanah akan memakan makanan seberat tubuhnya, misalnya bobot cacing satu gram maka dalam satu hari cacing akan memakan satu gram makanan.
Bahan Pengomposan
Bahan yang digunakan dalam proses pengomposan adalah limbah organik seperti sisa sayur-sayuran, dedaunan, atau kotoran hewan.
Bahan-bahan ini mempunyai beberapa keuntungan yaitu mengurangi pencemaran lingkungan, menghasilkan pupuk organik, dan menghasilkan cacing yang menjadi sumber protein hewani bila digunakan sebagai pakan ternak.
Bahan-bahan organik tersebut tidak dapat langsung digunakan atau diberikan kepada cacing. Anda harus mengomposkan atau memfermentasikannya terlebih dahulu. Caranya, biarkanlah bahan-bahan itu selama sekitar satu minggu.
Selain bahan organik yang diberikan pada awal pengomposan sebagai media, Anda juga memerlukan pakan tambahan untuk menghindari pakan yang asam. Seperti diketahui, pakan yang asam sangat berbahaya bagi cacing. Adapun pakan tambahan itu bisa berupa kotoran hewan atau sisa tanaman yang telah dihaluskan.
Wadah Pengomposan
Wadah yang digunakan untuk budidaya cacing maupun pembuatan casting adalah kayu, plastik, ataupun sekadar lubang-lubang di dalam tanah. Jangan menyediakan wadah yang terbuat dari logam atau alumunium karena dapat membahayakan cacing.
Berikut ini beberapa contoh bahan serta ukuran yang bisa Anda sediakan untuk membuat wadah pembudidayaan cacing:
- Kotak kayu berukuran 60 x 45 x 15 cm³
- Lubang tanah berukuran 8 x 0,2 m³
- Drum berdiameter 100 cm, tinggi 45 cm.
Proses Pengomposan
Casting dari proses pengomposan mengandung komponen biologis dan khemis. Komponen biologis yang terkandung adalah bakteri, actinonmycetes, jamur, dan zat pengatur tumbuh (giberelin, sitokini dan auksin).
Sedangkan komponen kimianya adalah pH 6,5-7,4, nitrogen 1,1-4 persen, fosfor o,3-3,5 persen, kalium o,2-2,1 persen, belerang 0,24-0,63 persen, magnesium 0,3-0,6 persen, dan besi 0,4-1,6 persen.
Berikut ini proses pengomposan yang bisa Anda lakukan.
Cara 1
Tumpuklah limbah organik (sampah daun atau sayuran) dan dbiarkan agar gas yang dihasilkannya segera hilang. Siramlah tumpukan ini setiap hari dengan air dan dibalik minimal tiga hari sekali. Lakukanlah proses ini selama satu minggu.
Setelah sampah tidak panas atau bersuhu normal, masukkanlah ke wadah yang telah Anda sediakan. Akan lebih baik bila Anda mencampurnya dengan kotoran hewan yang tidak baru dan tidak kadaluwarsa. Tujuannya untuk menambah unsur hara bagi pupuk yang dihasilkan.
Tambahkanlah setiap hari makanan tambahan berupa kotoran hewan yang telah diencerkan seberat cacing yang dipelihara, misalnya cacing satu gram maka makanan tambahan yang ditambahkan juga satu gram.
Akhirilah proses pengomposan setelah bahan menjadi remah dan terdapat butir-butir kecil lonjong yang sebenarnya merupakan kotoran cacing. Hasil kompos ini seharusnya tidak berbau.
Setelah jadi, pisahkanlah cacing dari casting. Lakukanlah secara manual atau dengan bantuan tangan. Kemudian keringkanlah hasil casting sebelum Anda mengemasnya.
Cara 2
Alternatif pengomposan juga dapat dilakukan dengan cacing tanah yang dikenal berasal dari Taiwan. Jenis cacing ini belum diketahui sifat pastinya secara jelas. Cacing ini mempunyai ukuran yang relatif kecil dibanding jenis cacing tanah pada umumnya, rata-rata sepanjang korek api, dan tubuhnya berwarna merah.
Cacing Taiwan hanya menguraikan kotoran kerbau dan tidak dapat menguraikan jenis bahan organik lain, seperti kotoran sapi, kambing, jerami, sayuran maupun dedaunan. Jika menguraikan bahan-bahan organik selain kotoran kerbau, maka cacing ini akan mati.
Karena cacing ini hanya menguraikan kotoran kerbau, maka bahan utama untuk casting ini adalah kotoran kerbau. Kotoran yang baik untuk dikomposkan kira-kira telah dibiarkan seminggu. Apabila kurang dari seminggu, maka kotoran terlalu lembab. Namun apa bila terlalu lama maka kotoran terlalu kering (kelembabannya kurang).
Tempat pengomposan sebaiknya beralas semen dan ternaungi dari sinar matahari maupun air hujan. Ingat, cacing tidak tahan sinar matahari langsung.
Campurlah cacing dan letakkanlah di antara kotoran kerbau. Kotoran yang telah berisi cacing dibentuk seperti bedengan dengan lebar 60 cm, tinggi 15 cm, dan panjang tergantung bahan dan lokasi.
Jika kotoran ini terlalu kering karena telah lama dibiarkan (lebih dari seminggu), sebaiknya kotoran ditutup dengan karung goni untuk menjaga kelembaban.
Setelah 2-3 minggu, bedengan kotoran diratakan sehingga ukuran permukaan menjadi satu meter. Cara ini juga dilakukan untuk meratakan cacing.
Setelah 2-3 minggu, bedengan dikumpulkan lagi seperti cara di atas. Pada saat ini kotoran tidak lagi menggumpal karena sebagian besar telah berubah menjadi gembur (remah).
Buatlah lagi tumpukan kotoran kerbau di sisi kiri dan kanan bedengan. Hal ini dilakukan karena cacing yang telah selesai memakan kotoran yang pertama akan mencari makanan baru, yaitu kotoran yang baru diletakkan. Lakukanlah proses ini selama satu minggu.
Kotoran dalam bedengan 1 akan bertambah gembur, remah, lebih kering, dan tidak berbau tidak ada yang menggumpal. Saringlah kotoran kerbau yang telah menjadi casting dengan menggunakan ayakan pasir sehingga diperoleh hasil casting yang halus. Buang atau sisihkanlah sisa dari penyaringan berupa tanah atau jerami yang tidak tersaring.
Pada tahap penyaringan kemungkinan masih ada casting yang lolos dari ayakan sehingga perlu dikeluarkan. Caranya, letakkanlah kotoran kerbau yang masih berupa bongkahan di sisi atau di sekitar gundukan.
Tunggu selama satu minggu. Dalam waktu tersebut diharapkan cacing akan keluar dari gundukan casting dan berpindah ke kotoran kerbau yang baru.
Casting yang telah disaring dapat disaring lagi agar Anda memperoleh hasil yang lebih bagus. Adapun kotoran yang telah berisi casting dipisahkan untuk diproses menjadi casting seperti nomor dua. Kemudian kemaslah casting yang telah jadi dengan menggunakan plastik.
Panen Cacing Tanah
Panen untuk Bibit
Dalam panen bibit cacing, pilihlah bibit yang benar-benar telah memenuhi syarat, yaitu sudah dewasa dan memiliki alat perkembangbiakan (klitelium).
Siapkanlah wadah pemeliharaan bibit. Siapkan pula wadah yang akan digunakan sebagai penampung bibit cacing tanah yang akan dipanen. Wadah ini dapat berupa karung tepung, kaleng, dan sebagainya.
Masukkan sedikit media yang sedang digunakan ke dalam wadah penampung. Panenlah bibit cacing tanah yang ada di dalam wadah pemeliharaan dengan cara membolak-balik media sehingga cacing tanah akan kelihatan.
Pilihlah satu persatu cacing tanah yang sudah dewasa, lalu masukkanlah ke dalam wadah penampung.
Cara seperti ini memang berlangsung lama dan terkadang membosankan. Namun cara ini justru memudahkan Anda untuk memisahkan cacing dewasa dan cacing kecil.
Panen untuk Pakan Ternak dan Ikan
Cacing tanah yang akan dijadikan campuran bahan pakan ternak dan ikan tidak dipilih yang dewasa saja, tetapi seluruh biomas cacing, baik cacing kecil maupun cacing besar.
Anda bisa melakukan proses pemanenan dengan memanfaatkan kelemahan cacing tanah yang sangat peka terhadap cahaya dan sentuhan. Ia selalu menghindari cahaya dan segera bereaksi bila terkena sentuhan.
Pembuatan dan Panen Kascing
Hasil sampingan dari pemeliharaan cacing tanah adalah kascing (bekas cacing). Kascing sangat baik digunakan sebagai pupuk organik untuk tanaman karena banyak mengandung unsur hara seperti N, P, dan Ca.
Kascing yang telah dipanen sebaiknya dikeringkan terlebih dahulu di bawah sinar matahari, lalu dipisahkan dari bahan yang tidak membusuk.
Kascing biasanya dikenal pula dengan vermikompos (vermi = cacing). Kascing merupakan kotoran cacing dari bahan organik yang telah mengalami dekomposisi. Unsur hara yang terkandung di dalam kascing mudah diserap oleh tanaman.
Vermikompos adalah kompos yang diperoleh dari hasil perombakan bahan-bahan organik yang dilakukan oleh cacing tanah. Vemikompos merupakan campuran kotoran cacing tanah (casting) dengan sisa media atau pakan dalam budidaya cacing tanah.
Kascing memiliki banyak keunggulan bila dibanding pupuk organik maupun anorganik. Kascing mampu memberikan hasil lebih baik dibandingkan dengan pupuk organik lain. Beberapa keunggulan kascing antara lain:
- Vermikompos mengandung berbagai unsur hara yang dibutuhkan tanaman seperti N, P, K, Ca, Mg, S, Fe, Mn, Al, Na, Cu, Zn, Bo dan Mo tergantung pada bahan yang digunakan. Vermikompos merupakan sumber nutrisi bagi mikroba tanah. Dengan adanya nutrisi tersebut mikroba pengurai bahan organik akan terus berkembang dan menguraikan bahan organik dengan lebih cepat. Oleh karena itu selain dapat meningkatkan kesuburan tanah, vermikompos juga dapat membantu proses penghancuran limbah organik.
- Vermikompos berperan memperbaiki kemampuan menahan air, membantu menyediakan nutrisi bagi tanaman, memperbaiki struktur tanah dan menetralkan pH tanah.
- Vermikompos mempunyai kemampuan menahan air sebesar 40-60 persen. Hal ini karena struktur vermikompos yang memiliki ruang-ruang yang mampu menyerap dan menyimpan air, sehingga mampu mempertahankan kelembaban.
- Tanaman hanya dapat mengkonsumsi nutrisi dalam bentuk terlarut. Cacing tanah berperan mengubah nutrisi yang tidak larut menjadi bentuk terlarut. yaitu dengan bantuan enzim-enzim yang terdapat dalam alat pencernaannya. Nutrisi tersebut terdapat di dalam vermikompos sehingga dapat diserap oleh akar tanaman untuk dibawa ke seluruh bagian tanaman.
Dengan berbagai keunggulan diatas, kascing dapat menjadi alternatif pupuk yang organik yang dapat digunakan sebagai pupuk dasar. Pembuatan pupuk kascing juga tidak terlalu sulit, bahan mudah, murah dan dapat membuat lingkungan menjadi bersih karena sampah dikelola menjadi pupuk kascing.
Pembuatan Kascing Secara Sederhana
Pembuatan kompos sebenarnya tidak terlalu rumit, hanya dimulai dari pengelolaan sampah dari rumah tangga yaitu sampah organik (sampah basah).
Untuk pembuatannya, Anda memerlukan perlengkapan serta bahan-bahan yang diperlukan, yaitu:
- Cacing Lumbricus rubellus
- Wadah kompos (kotak kayu atau plastik)
- Kompos jadi untuk bedding
- Saringan atau ayakan
- Termometer
- Pencacah sampah.
Bahan kascing berasal dari sampah basah yang berupa sampah organik berupa hijauan, buah, sayuran dan lainnya. Bahan-bahan yang digunakan harus bisa diolah/didekomposisi oleh cacing tanah.
Namun, bahan yang mengandung minyak atsiri, cacing tidak suka. Bahan yang mengandung minyak atsiri misalnya adalah daun dan kulit jeruk, serai dan lainnya.
Selain itu, bahan organik yang mengandung lignin akan sulit dirombak menjadi kascing karena sulit diuraikan. Lignin merupakan senyawa yang berada pada tanaman keras, sejenis dengan selulosa yang bersifat keras.
Proses Pembuatan Kascing
Bahan media dapat menggunakan bahan organik yang berserat tinggi seperti jerami, gedebog pisang, sabut kelapa, kertas, kompos cacing, dan lain-lain.
Media harus diangin-anginkan terlebih dahulu, disirami air dan dibalik sedikitnya tiga kali selama 2-3 minggu. Jika bahan media sudah agak lembut baru dapat digunakan sebagai media cacing.
Wadah dengan ukuran 1 x 1 x 0,3 meter mampu menampung 30-40 kg media dan bahan makanan yang diisi dengan 100-1500 ekor cacing. Kelembaban harus dijaga 40-50 persen, pH 6.3-7.5, dan suhu 20-30 derajat Celcius.
Cacing tanah akan mencerna dengan aktif sampah yang diberikan dan mengeluarkan kotoran berbentuk butiran kecil. Biarkan cacing mencerna bahan kompos hingga terbentuk butiranbutiran kecil.
Cacing ranah membutuhkan waktu tujuh minggu untuk menjadi dewasa dan pada minggu ke-8 akan mengeluarkan telur (kokon). Satu ekor cacing dewasa dapat mengeluarkan dua kokon per minggu dan setiap kokon dapat menetaskan 2-3 ekor cacing setelah masa inkubasi 5-10 hari.
Populasi cacing akan berlipat ganda dalam waktu satu bulan. Pemanenan kascing dapat dilakukan secara manual dengan menumpahkan isi wadah kompos ke tanah yang diberi alas dan membentuk gundukan menyerupai gunung dan biarkan beberapa saat. Cacing akan pindah ke bagian dasar gunung untuk menghindari cahaya matahari.
Vermikompos dapat diambil mulai dari puncak gundukan dan cacing dapat dipindahkan ke media baru yang sudah disiapkan sebelumnya. Vermikompos yang diperoleh dikeringkan dan diayak untuk menjaring kokon dan cacing muda serta bahan organik yang belum terurai. Kokon dan cacing muda dimasukkan ke dalam media baru.
Vermikompos yang sudah disaring merupakan pupuk yang kaya akan unsur hara makro dan bakteri pengikat nitrogen. Kascing yang telah dipanen dapat digunakan untuk berbagai keperluan pemupukan. Misalnya sebagai media tanaman pot atau diaplikasikan ke lahan pertanian.
Kascing dapat diaplikasikan untuk segala jenis tanaman, baik tanaman semusim maupun tahunan.
Penggunaan kascing mampu memperbaiki struktur tanah sehingga tanah gembur dan mudah diolah. Dampak positif dari tanah yang gembur adalah pertumbuhan tanaman optimal dan produksinya meningkat.
Mengenal Cacing Tanah
Cacing tanah adalah nama yang umum yang dikenal masyarakat untuk kelompok Oligochaeta. Dalam bahasa Inggris, cacing sering disebut dengan istilah worm, vermes, dan helminth. Sedangkan dalam kerajaan binatang, cacing termasuk hewan invertebrata atau hewan tanpa tulang belakang.
Salah satu jenis cacing tanah adalah Lumbricus rubeIIus. Ini adalah cacing bukan asli Indonesia, tetapi introduksi dari Eropa. Di Indonesia, cacing ini mampu tumbuh dengan baik setelah mengalami adaptasi.
Lumbricus rubeIIus adalah cacing tanah yang hidup di tanah yang gembur dan lembab. Cacing ini juga salah satu jenis cacing yang termasuk dalam kelompok cacing epigeic, yaitu cacing yang hidupnya di bawah permukaan tanah yang banyak mengandung bahan organik.
Sejarah mencatat bahwa pada tahun 69-30 SM, Cleopatra, ratu cantik yang berkuasa di Mesir, melarang bangsa Mesir membawa cacing tanah ke luar Mesir. Para petani bahkan dilarang menyentuh cacing karena pada masa itu cacing tanah dianggap sebagai Dewa Kesuburan. Padahal para petani sendiri mengetahui secara turun-temurun bahwa cacing tanah dapat meningkatkan kesuburan tanah pertanian.
Di masa modern, ilmuwan Charles Darwin menghabiskan waktunya selama hampir 40 tahun untuk mengamati kehidupan cacing tanah. Ia menyebut cacing tanah sebagai mahluk penentu keindahan alam dan pemikat bumi.
Dalam dunia pengobatan tradisional China, cacing tanah digunakan dalam ramuan untuk menyembuhkan berbagai penyakit, antara lain meredakan demam, tekanan darah tinggi, bronkhitis, rematik sendi, sakit gigi, dan tipus.
Cacing tanah memang sudah lama dimanfaatkan sebagai bahan obat alami. Di China, Korea, Vietnam, dan tempat-tempat lain di Asia Tenggara, cacing tatah dari jenis Lumbricus misalnya, digunakan sebagai obat sejak ribuan tahun yang lalu.
Di China, cacing tanah akrab disebut “naga tanah”. Nama pasaran cacing tanah kering di kalangan pedagang obat-obatan tradisional China adalah ti lung kam. Sedangkan di Korea, cacing tanah banyak dijual sebagai obat tradisional setelah kotorannya dibersihkan melalui pengolahan dengan teknik khusus.
Cacing tanah juga dicantumkan dalam Ben Cao Gang Mu, buku tentang bahan obat standar dalam pengobatan tradisional China. Sedangkan di Korea, cacing tanah dimanfaatkan dalam bentuk segar maupun kering untuk menjadi sup penyegar yang lazim disantap menjelang tidur agar si penyantap esok harinya dapat bekerja penuh semangat.
Dr. Ba Hoang di Vietnam adalah tenaga medis yang melakukan praktik pengobatan konvensional dan pengobatan tradisional China.
Ia telah membuktikan efektivitas cacing tanah untuk mengobati pasien-pasiennya yang mengidap stroke, hipertensi, penyumbatan pembuluh darah (arterosklerosis), kejang ayan (epilepsi), dan berbagai penyakit infeksi. Resep-resepnya juga telah banyak dijadikan obat paten untuk pengobatan alergi, radang usus, dan stroke.
Di Jepang, seorang peneliti bernama Mihara Hisahi berhasil mengisolasi enzim pelarut fibrin dalam cacing yang bekerja sebagai enzim proteolitik. Karena berasal dari cacing tanah, maka enzim tersebut kemudian dinamakan lumbrokinase.
Penelitian tersebut kemudian dikembangkan di Kanada oleh Canada RNA Biochemical. Mereka berhasil menstandarkan enzim lumbrokinase menjadi obat stroke.
Obat yang berasal dari cacing tanah ini populer dengan nama dagang Boluoke dan lazim diresepkan untuk mencegah dan mengobati penyumbatan pembuluh darah jantung yang berisiko mengundang penyakit jantung koroner, tekanan darah tinggi (hipertensi), serta stroke.
Sejak tahun 1990, penelitian terhadap khasiat cacing tanah juga dilakukan di China dengan melibatkan tiga lembaga besar, yakni Xuanwu Hospital of Capital Medical College, Xiangzi Provicial People’s Hospital, dan Xiangxi Medical College.
Uji coba klinis serbuk enzim cacing tanah ini dilakukan terhadap 453 pasien penderita gangguan pembuluh darah dengan 73 persen kesembuhan total.
Habitat Cacing Tanah
Cacing tanah adalah hewan yang hidup di tempat yang lembab dan tidak terkena matahari langsung. Kelembaban ini penting untuk mempertahankan cadangan air di dalam tubuhnya.
Selain kelembaban, kondisi tanah seperti pH tanah, temperatur, aerasi, C02, bahan organik, jenis tanah, dan suplai makanan juga ikut mempengaruhi kehidupan cacing tanah.
Di antara ketujuh faktor tersebut, pH dan bahan organik merupakan dua faktor yang sangat penting. Kisaran pH yang optimal sekitar 6,5-8,5. Adapun suhu ideal menurut beberapa hasil penelitian berkisar antara 21-30 derajat Celcius.
Kandungan Cacing Tanah
Cacing tanah adalah makhluk yang telah hidup dengan bantuan sistem pertahanannya sejak fase awal evolusi. Oleh sebab itu ia selalu dapat menghadapi invasi mikro-organisme patogen di lingkungannya.
Penelitian yang telah berlangsung selama sekitar 50 tahun menunjukkan bahwa cacing tanah memiliki kekebalan humoral dan selular mekanisme.
Selain itu telah ditemukan bahwa cairan selom cacing tanah mengandung lebih dari 40 protein dan pameran beberapa aktivitas biologis, seperti cytontic, proteolitik, antimikroba, hemolitik, hemagglutinating, tumorolytic, dan kegiatan mitogenic.
Protein yang dimiliki oleh cacing tanah memiliki mekanisme antimikroba yang berbeda dengan mekanisme antibiotik.
Antibiotik membunuh mikro-organisme tanpa merusak jaringan tubuh dengan dua cara, yaitu dengan menghentikan jalur metabolik yang dapat menghasilkan nutrisi yang dibutuhkan oleh mikro-organisme atau menghambat enzim spesifik yang dibutuhkan untuk membantu menyusun dinding sel bakteri.
Adapun mekanisme yang dilakukan oleh protein pada cacing tanah adalah dengan membuat pori di dinding sel bakteri. Hal ini menyebabkan sitoplasma sel bakteri terpapar dengan lingkungan luar sehingga dapat mengganggu aktivitas di dalam sel bakteri dan mengakibatkan kematian.
Dengan cara ini bakteri menjadi lebih sulit resisten karena yang dirusak adalah struktur sel milik bakteri itu sendiri.
Jenis-jenis Cacing Tanah
Dalam pengklasifikasian ilmiah, cacing masuk ke dalam tiga phylum, yaitu Platyhelminthes, Aschelminthes (Nemathelminthes), dan Annelida.
Berikut ini penjelasannya:
1. Platyhelminthes.
Ini adalah kelompok cacing yang berbentuk pipih. Ada cacing yang parasit dan ada yang tidak. Kelompok ini terbagi menjadi tiga kelas, yakni:
- Turbelaria. Kelompok ini umumnya hidup bebas dan tidak bersifat parasit. Contohnya adalah cacing planaria dan microstomum. Di alam, pIanaria adalah hewan indikator perairan yang tidak tercemar.
- Trematoda. Kelompok ini umumnya bersifat parasit. Contohnya adalah cacing Fasciola hepatica (cacing hati), Eurytrema pancreaticum (cacing kelenjar pankreas), dan Schistosoma japonicum (cacing pembuluh darah).
- Cestoda. Kelompok ini umumnya bersifat parasit. Contohnya adalah cacing pita.
2. Phylum Aschelminthes.
Kelompok cacing dari phylum yang berbentuk silindris ini terbagi menjadi dua kelas, yaitu:
- Nematoda. Umumnya bersifat parasit. Contohnya adalah cacing yang hidup di usus mamalia seperti Ascharis Iumbricoides, A. suum, dan Ancylostoma duodenale.
- Rotifera. Umumnya bersifat parasit.
3. Annelida.
Kelompok cacing yang bersegmen seperti cincin. Phylum ini terbagi menjadi tiga kelas, yaitu:
- Polycaheta. Kelompok cacing yang memiliki banyak seta atau sisir di tubuhnya. Contohnya adalah Nereis dan Arenicola
- Hirudinea. Contohnya adalah lintah dan pacet (Hirudo medicinalis dan Haemadipsa zeylanica).
- Oligochaeta. Contohnya adalah cacing tanah.
Cacing tanah sendiri bisa dikelompokkan berdasarkan warnanya, yaitu kelompok merah dan kelompok abu-abu. Kelompok warna merah antara lain Lumbricus rubellus, Lumbricus terestris, Eisenia foetida, Dendroboena, Perethima dan Perionix. Sedangkan kelompok abu-abu adalah jenis AIIobopora dan Octolasium.
Jenis cacing yang umum dikembangkan di Indonesia adalah Iumbricus rubeIlus. Cacing ini berasal dari Eropa, ditemukan di dataran tinggi Lembang Bandung oleh Ir. Bambang Sudiarto pada tahun 1982.
Dilihat dari morfologinya, cacing tersebut panjangnya antara 80-140 mm. Tubuhnya bersegmen-segmen dengan jumlah antara 85-140. Segmentasi tersebut tidak terlihat jelas dengan mata telanjang. Yang terlihat jelas di bagian tubuhnya adalah klitelum, terletak antara segmen 26 atau 27-32.
KIiteIum merupakan organ pembentukan telur. Warna bagian punggung dorsal adalah coklat merah sampai keunguan, sedangkan warna bagian bawah ventral adalah krem. Pada bagian depan anterior terdapat mulut namun tak bergigi. Sedangkan pada bagian belakang posterior terdapat anus.
Ciri-ciri Cacing Tanah
Berikut ini ciri-ciri cacing tanah yang harus Anda ketahui:
- Tubuh cacing tanah tersusun dari segmen-segmen yang berbentuk cincin.
- Pada setiap segmen terdapat rambut yang keras yang disebut seta (chaeta).
- Cacing tanah sangat menyukai bahan organik yang berasal dari kotoran ternak dan sisa-sisa tumbuhan. Salah satu hasil dari budidaya cacing tanah adalah casting yang mampu meningkatkan kualitas produksi dan mendongkrak kuantitas produk pertanian.
- Lama siklus hidup cacing tanah sangat tergantung pada kesesuaian kondisi lingkungan, cadangan makanan, dan jenis cacing tanah. Pada kualitas yang baik, cacing tanah dapat hidup selama 5-15 tahun.
- Bagian atas merah kecokelatan atau merah ungu Permukaan bawah berwarna pucat
- Menempati tanah lapisan atas, kawin dan bertelur di dalam tanah dengan membuat liang di dalam tanah bermineral.
- Berbiak dengan cara reproduksi seksual.
- Panjang 60-150 mm, diameter 4-6 mm.
- Dewasa dalam 179 hari dengan masa hidup 682-719 hari Menghasilkan 79-106 kokon (telur) pertahun perekor cacing.
- Diapause dalam bentuk bola pada kedalaman 0.45 m di dalam tanah.
Sifat-Sifat Cacing Tanah
Cacing tanah tidak dapat dibedakan berdasarkan jenis kelaminnya karena cacing bersifat hermaprodit, yaitu di dalam satu tubuh terdapat dua alat kelamin (jantan dan betina). Uniknya, cacing tanah tidak dapat melakukan perkawinan sendirian. Ia membutuhkan pasangan untuk melakukan pertukaran sperma.
Cacing tanah juga tergolong hewan nokturnal dan fototaksis negatif. Nokturnal artinya aktivitas hidupnya lebih banyak pada malam hari karena pada siang hari ia beristirahat. Sedangkan fototaksis negatif artinya cacing tanah selalu menghindar kalau ada cahaya. Ia memilih untuk bersembunyi di dalam tanah.
Cacing tanah bernafas tidak dengan paru-paru tetapi dengan permukaan tubuhnya. Oleh karena itu ia selalu menjaga kelembaban permukaan tubuhnya agar pertukaran oksigen dan karbondioksida bisa berjalan lancar.
Usia maksimal cacing tanah adalah 15 tahun, tapi usia produktifnya hanya sekitar dua tahun. Cacing dewasa yang berumur tiga bulan dapat menghasilkan tiga kokon per minggu. Di dalam kokon terdapat telur dengan jumlah sekira 2-20 butir. Telur tersebut akan menetas menjadi juvenil (bayi cacing) setelah 2-5 minggu.
Rata-rata hidup cacing adalah dua ekor per kokon. Cacing akan menjadi dewasa dan siap kawin setelah ia berumur 2-3 bulan.
Dalam pertumbuhannya, berat cacing sampai berumur satu bulan adalah sekitar 400 persen, 1-2 bulan menjadi 300 persen, dan 2-3 bulan mencapai 100 persen. Dalam satu siklus (tiga bulan), 1 kg induk cacing menghasilkan 6 kg cacing.
Dalam 1 kg cacing terdapat sekira 2.000 ekor cacing. Sedangkan berat keringnya adalah sekira 20 persen dari berat basah.
Hama dan Penyakit
Keberhasilan budidaya cacing tanah tidak terlepas dari pengendalian terhadap hama dan musuh cacing tanah. Beberapa hama dan musuh cacing tanah antara lain kumbang, burung, kelabang, lipan, lalat, tikus, katak, tupai, ayam, itik, ular, angsa, lintah, kutu, dan lain-lain.
Musuh yang juga ditakuti adalah semut merah yang memakan pakan cacing tanah yang mengandung karbohidrat dan lemak, yang diperlukan untuk penggemukan cacing tanah.
Pencegahan serangan semut merah dilakukan dengan cara di sekitar media diberi air cukup atau dilumuri oli dan minyak di bagian kaki-kaki rak dan pada media cacing.
Manfaat Cacing Tanah
Di Indonesia, manfaat cacing tanah masih sangat terbatas, yaitu sebagai pakan ternak atau ikan. Namun di negara-negara lain cacing tanah juga bermanfaat sebagai bahan obat, bahan kosmetik, pengurai sampah, dan makanan manusia.
Cacing tanah yang banyak dibudidayakan di Indonesia saat ini adalah cacing tanah Iumbricus. Cacing tanah Iumbricus dimanfaatkan untuk mempercepat proses dekomposisi sampah organik. Sampah organik yang digunakan adalah sampah organik dari perkotaan maupun sampah organik dari pedesaan.
Pada dasarnya cacing tanah adalah organisme saprofit, bukan parasit dan tidak butuh inang. Ia murni organisme penghancur sampah. Penggunaan cacing tanah diharapkan dapat membantu proses penanganan sampah organik di perkotaan. Alasanya, jika sampah itu tidak ditangani dengan baik maka akan menimbulkan pencemaran daratan, udara, dan air.
Cacing tanah yang memiliki ciri khas warna merah muda sampai merah sehingga sering disebut cacing tanah merah (Red Earthworm) juga dimanfaatkan secara bersamaan untuk menghasilkan pupuk organik yang dikenal dengan sebutan Vermikompos atau Kascing.
Peternakan cacing tanah bahkan dilakukan untuk menghasilkan bahan dasar utama obat-obatan alternatif. Untuk kepentingan ini cacing yang diternakkan adalah cacing tanah dari berbagai umur yang berbeda untuk berbagai kegunaan pengobatan penyakit yang berbeda pula.
Menyuburkan Tanaman
Dalam bidang pertanian, cacing bisa menghancurkan bahan organik sehingga memperbaiki aerasi dan struktur tanah. Hasilnya, lahan menjadi subur dan penyerapan nutrisi oleh tanaman pun menjadi lebih baik. Keberadaan cacing tanah juga meningkatkan populasi mikroba yang menguntungkan tanaman.
Lahan pertanian yang mengandung cacing tanah pada umumnya akan lebih subur karena tanah yang bercampur dengan kotoran cacing tanah sudah siap untuk diserap oleh akar tanaman.
Cacing tanah yang ada di dalam tanah mencampurkan bahan organik pasir ataupun bahan antara lapisan atas dan bawah. Aktivitas ini juga menyebabkan bahan organik akan tercampur lebih merata.
Kotoran cacing tanah juga kaya dengan unsur hara. Menurut ahli-ahli pertanian, banyak perbedaan pada kadar kimiawi kotoran cacing dan tanah asli.
Pada tahun 1941, misalnya, hasil penelitian T.C. Puh menyatakan bahwa aktivitas cacing tanah dapat meningkatkan N, P, K, dan bahan organik di dalam tanah. Unsur-unsur tersebut merupakan unsur pokok bagi tanaman.
Pada tahun 1949 Stockli dalam penelitiannya menjelaskan bahwa humus dan mikroflora kotoran cacing tanah lebih tinggi dari tanah aslinya. Percobaan pada tanah-tanah gundul bekas tambang di Ohio, AS, juga menunjukkan bahwa cacing tanah dapat meningkatkan kadar K yang tersedia 19 persen dan P tersedia 165 persen.
Pada tahun 1979 Wollny juga menyatakan bahwa cacing tanah mempengaruhi kesuburan dan produktivitas tanah. Bahkan cacing tanah dapat meningkatkan daya serap air permukaan.
Liang cacing tanah yang ditinggal di dalam tanah berfungsi memperbaiki aerasi dan drainase yang sangat penting dalam pembentukan tanah. Cacing tanah juga membantu pengangkutan sejumlah lapisan tanah dari bahan organik.
Bahkan cacing tanah mampu memperbaiki serta mempertahankan struktur tanah. Lubang-lubang cacing dan humus secara langsung membuat tanah menjadi gembur.
Bahan Pakan Ternak
Berkat kandungan protein, lemak dan mineralnya yang tinggi, cacing tanah dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak seperti unggas, ikan, udang, dan kodok. Sedangkan menurut hasil penelitian para ahli makanan ternak, cacing tanah bisa digunakan untuk pakan ternak dan ikan.
Kadar protein cacing tanah itu lebih tinggi dibanding dengan tepung ikan. Kandungan asam aminonya juga paling lengkap, tidak berlemak, mudah dicerna, dan tidak bertulang sehingga seluruh jasadnya dipakai.
Heti Resnawati, salah seorang peneliti dari Balai Penelitian Ternak Bogor, Jawa Barat, melakukan riset untuk mengetahui energi metabolis, retensi nitrogen, dan bentuk pemberian cacing tanah pada ternak unggas.
Riset ini menggunakan 25 ekor ayam ras jantan umur 18 bulan yang ditempatkan di dalam 25 kandang baterai secara individu dan dibagi dalam empat perlakuan.
Hasil riset menunjukkan bahwa cacing tanah segar memiliki kandungan protein lebih tinggi, yakni 61,96 persen dibanding cacing tanah yang dikeringkan maupun kascing.
Oleh karena itu pengaruh tersebut perlu dijadikan pertimbangan tentang cara pengolahan yang digunakan dalam penyusunan pakan ternak yang optimal.
Dengan mempertimbangkan komposisi nutrisi, maka cacing tanah memiliki potensi untuk digunakan sebagai ransum makanan ikan mentah di dunia perikanan. Pertumbuhan ikan memang sangat ditentukan oleh kandungan protein dalam makanan.
Dengan kandungan protein cacing yang cukup tinggi (lebih tinggi dari ikan dan daging) serta komposisi asam amino esensial yang lengkap, penggunaan cacing tanah sebagai pakan ikan akan memacu pertumbuhan dan menghasilkan ikan yang sehat serta tahan terhadap serangan penyakit.
Untuk membuat tepung cacing, Anda bisa mengikuti langkah-langkah berikut ini:
Bahan:
- Meal worm 41 persen
- Telur ayam 20 persen
- Gandum 14 persen
- Bran 18 persen
- Kanji 1 persen
Cara membuat:
- Cacing segar dipisahkan dari medianya.
- Cacing segar ini dicuci atau dibilas dengan air bersih kemudian ditimbang.
- Jemurlah di panas matahari dengan menggunakan seng. Jemurlah selama 24 jam dalam suhu udara 32-35 derajat Celsius.
- Cacing kering sudah bisa dibuat menjadi tepung dengan menggunakan penggiling tepung.
- Tepung cacing ditimbang dan siap untuk digunakan.
Adapun untuk membuat membuat pelet-pelet ikan yang siap pakai, Anda bisa mengikuti langkah-langkah di bawah ini.
Bahan:
- Kuning telur ayam yang telah direbus
- Tepung tapioka
- Tepung
- Bekatul
- Tepung cacing
Catatan:
Masing-masing bahan ditimbang sesuai dengan analisis.
Adapun langkah-langkah pembuatannya adalah:
- Semua bahan dicampur dan diaduk menjadi satu.
- Tambahkan air hangat secukupnya hingga adonan menjadi cukup kenyal. Perhatikan penggunaan air untuk penggunaan minimum.
- Setelah adonan terbentuk, cetaklah adonan itu dengan mesin penggiling daging sehingga menghasilkan pelet basah yang panjang seperti mie.
- Pelet basah dipotong sebesar 0,5 cm membentuk butiran.
- Pelet dikeringkan di bawah terik matahari sepanjang hari.
- Pelet ditimbang dan siap untuk digunakan
Bahan Baku Obat-Obatan
Cacing tanah mengandung kadar protein sebanyak 76 persen. Jumlah ini jauh lebih tinggi daripada kandungan protein pada daging mamalia (65 persen) dan ikan (50 persen).
Cacing tanah juga memiliki banyak properti untuk mengobati penyakit dan menjaga kesehatan. Banyak orang yang mengonsumsinya tanpa kontak dengan efek samping.
Beberapa penelitian membuktikan adanya daya anti bakteri hasil ekstraksi protein cacing tanah. Daya ini mampu menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli, Staphylococcus aureus, dan Salmonella thypus. Tidak Dengan kemampuan tersebut maka cacing tanah sering digunakan sebagai media pengobatan.
Adapun manfaat dan khasiat dari cacing tanah adalah:
- Menyembuhkan tifus
- Menurunkan kadar kolesterol
- Meningkatkan daya tahan tubuh
- Menurunkan tekanan darah tinggi
- Meningkatkan nafsu makan
- Mengobati infeksi saluran pencernaan (tifus, disentri, diare, maag)
- Mengobati penyakit infeksi saluran pernapasan (batuk, asma, influenza, bronkhitis, TBC)
- Mengurangi pegal-pegal akibat keletihan maupun akibat reumatik
- Menurunkan kadar gula darah penderita diabetes.
- Mengobati wasir, eksim, alergi, luka dan sakit gigi
Sebagai upaya pembuktian khasiat cacing tanah untuk pengobatan, cobalah Anda membuat obat dari cacing tanah. Ada beberapa cara dalam mengolah daging Iumbricus rubellus, misalnya sistem higroscopy (kandungan air cacing tanah diserap dengan menggunakan kain kasa).
Namun Anda juga bisa mengolah cacing tanah tersebut dengan cara berikut ini.
Cara 1
- Carilah cacing tanah merah yang bentuknya kecil-kecil dan bukan cacing yang hitam dan besar.
- Bersihkan dan pastikan sudah tidak ada unsur tanah atau kotoran lain untuk menjaga higienisnya saja.
- Tuangkan air kira-kira tiga gelas untuk ukuran diminum tiga kali sehari.
- Masukkan cacing dan rebus hingga mendidih.“
- Saring dan ambil airnya saja.
- Dinginkan sebentar atau minumkan hangat-hangat.
Cara 2
- Siapkan 1 kg cacing segar untuk membuat sekitar 2000 kapsul
- Cacing yang masih segar dicuci dengan air yang mengalir
- Celupkan cacing ke dalam air hangat agar mati
- Lakukan pengeringan cacing, misalnya dijemur di panas matahari
- Hancurkan cacing yang telah kering hingga menjadi serbuk dengan menggunakan mesin penggiling (misalnya blender)
- Masukan serbuk cacing pada alat pengisi kapsul atau isi kapsul yang sudah ada secara manual
- Lanjutkan proses dengan memasukkan kapsul ke dalam botol
- Masukkan pula slica gel ke dalamnya agar tetap kering dan tidak lembab
- Tutup botol rapat-rapat dan kemas dengan kotak kemasan berlabel
- Obat alami dari cacing pun siap dipasarkan.
Cara pemakaian:
- Untuk demam tinggi pada tifus, berikan dua kapsul setiap empat jam sekali. Setelah demam turun, berikan dosis normal, misalnya tiga kali sehari satu kapsul.
- Untuk orang sehat, obat ini bisa dikonsumsi satu kapsul per hari untuk membantu daya tahan tubuh.
- Untuk luka borok, obat bisa diberikan dari dalam dan luar. Pemberian dari luar dengan membuka kapsul dan langsung menuangkan serbuk pada luka tersebut. Hasilnya, kulit yang luka akan cepat mulus kembali.
Bahan Baku Kosmetik
Bukan rahasia lagi jika sebagian produk kosmetik menggunakan cacing tanah sebagai bahan bakunya. Di negara-negara industri maju, cacing tanah dimanfaatkan dalam bidang kosmetika, dan minyak hasil ekstraksi cacing tanah dapat digunakan sebagai pelembab, terutama pelembab kulit dan lipstik.
Cacing tanah juga dimanfaatkan untuk pelembab wajah dan anti-infeksi. Sedangkan sebagai produk herbal, banyak merek tonikum yang menggunakan ekstrak cacing tanah sebagai campuran bahan aktif.
Makanan Manusia
Cacing merupakan sumber protein yang berpotensi untuk dimasukkan sebagai bahan makanan manusia seperti halnya daging sapi atau ayam. Penggunaan cacing tanah sebagai makanan manusia pada umumnya dicampur dengan makanan lain.
Di Filipina, cacing tanah digunakan sebagai bahan untuk membuat perkedel. Memang cacing tanah di sama disukai sebagai santapan yang lezat.