13 Model Pembelajaran Kurikulum 2013 dan Penerapannya

Banyak model pembelajaran telah dikembangkan oleh guru yang pada dasarnya untuk memberikan kemudahan bagi siswa untuk memahami dan menguasai suatu pengetahuan atau pelajaran tertentu.

Pengembangan model pembelajaran sangat tergantung dari karakteristik mata pelajaran ataupun materi yang akan diberikan kepada siswa sehingga tidak ada model pembelajaran tertentu yang diyakini sebagai model pembelajaran yang paling baik. Semua tergantung situasi dan kondisinya.

Fungsi model pembelajaran adalah sebagai pedoman bagi pengajar dan para guru dalam melaksanakan pembelajaran. Hal ini menunjukkan bahwa setiap model yang akan digunakan dalam pembelajaran menentukan perangkat yang dipakai dalam pembelajaran tersebut.

Istilah model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas daripada strategi, metode, atau prosedur. Model pengajaran mempunyai empat ciri khusus yang tidak dimiliki oleh strategi, metode, atau prosedur.

Ciri-ciri tersebut antara lain: 1) rasional teoretik logis yang disusun oleh para pencipta atau pengembangnya; 2) landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar (tujuan pembelajaran yang akan dicapai); 3) tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan dengan berhasil; 4). lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai (Kardi dan Nur, 2000: 9)

Berikut berbagai model pembelajaran inovatif yang bisa dipakai dalam melaksanakan pembelajaran yang bermutu sesuai dengan kurikulum 2013.

1. Model Pembelajaran Active Debate (Debat Aktif)

Model pembelajaran active debate merupakan salah satu model pembelajaran yang sangat penting untuk meningkatkan kemampuan akademik siswa.

Model pembelajaran debat merupakan kegiatan adu pendapat atau argumentasi antara dua pihak atau lebih, baik secara perorangan maupun kelompok, dalam mendiskusikan dan memutuskan masalah dan perbedaan.

Debat aktif bisa menjadi sebuah model pembelajaran berharga yang dapat mendorong pemikiran dan perenungan terutama kalau peserta didik bisa aktif mempertahankan pendapat yang bertentangan dengan keyakinan masing-masing. Hal ini merupakan strategi yang secara aktif melibatkan setiap siswa di dalam kelas.

Dalam model pembelajaran active debate, siswa juga dilatih mengutarakan pendapat atau pemikirannya dan bagaimana mempertahankan pendapatnya dengan alasan-alasan yang logis dan dapat dipertanggung-jawabkan. Bukan berarti siswa diajak saling bermusuhan, melainkan siswa belajar bagaimana menghargai adanya perbedaan.

Langkah-Langkah

  1. Guru membagi siswa menjadi 2 kelompok peserta debat, yang satu pro dan yang lainnya kontra dengan duduk berhadapan antarkelompok.
  2. Guru memberikan tugas untuk membaca materi yang akan diperdebatkan oleh kedua kelompok di atas.
  3. Setelah selesai membaca materi, guru menunjuk salah satu anggota kelompok pro untuk berbicara. Kemudian, setelah selesai ditanggapi oleh kelompok kontra. Demikian seterusnya sampai sebagian besar siswa bisa mengemukakan pendapatnya.
  4. Ide-ide dari setiap pendapat atau pembicaraan ditulis di papan pendapat sampai mendapatkan sejumlah ide yang diharapkan.
  5. Guru menambahkan konsep atau ide yang belum terungkapkan.
  6. Dari data-data yang diungkapkan tersebut, guru mengajak siswa membuat kesimpulan yang mengacu pada topik yang ingin dicapai.
  7. Proses penilaian dalam model pembelajaran ini adalah berdasarkan pengamatan guru pada aktivitas siswa.

Kelebihan

  • Memacu siswa aktif dalam pembelajaran.
  • Meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi secara baik.
  • Melatih siswa untuk mengungkapkan pendapat disertai alasannya.
  • Mengajarkan siswa cara menghargai pendapat orang lain.
  • Tidak membutuhkan banyak media.

Kekurangan

  • Tidak bisa digunakan untuk semua mata pelajaran.
  • Pembelajaran kurang menarik (cukup monoton) karena hanya adu pendapat dan tidak menggunakan media.
  • Membutuhkan waktu yang cukup lama karena siswa harus memahami materi terlebih dahulu sebelum melakukan debat.
  • Siswa menjadi takut dan tertekan karena harus bisa berkomunikasi secara langsung untuk mengungkapkan pendapatnya.

2. Model Pembelajaran Artikulasi

Artikulasi merupakan model pembelajaran yang menuntut siswa untuk bisa berperan untuk sebagai “penerima pesan” sekaligus sebagai “penyampai pesan”. Pembelajaran yang telah diberikan guru, wajib diteruskan oleh siswa dan menjelaskannya kepada siswa lain di dalam pasangan kelompoknya.

Model pembelajaran artikulasi sebagai suatu model pembelajaran yang menekankan pada kemampuan siswa untuk pandai berbicara atau menggunakan kata-kata dengan jelas, pengetahuan dan cara berpikir dalam penyampaian kembali materi yang telah disampaikan oleh guru.

Model pembelajaran ini menuntut siswa aktif dalam pembelajaran di mana siswa dibentuk menjadi kelompok kecil yang masing-masing siswa dalam kelompok tersebut mempunyai tugas mewawancarai teman kelompoknya tentang materi yang baru dibahas. Konsep pemahaman sangat diperlukan dalam pembelajaran ini..

Langkah-Langkah

  1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.
  2. Guru menyajikan materi sebagaimana biasa.
  3. Untuk mengetahui daya serap siswa, bentuklah kelompok berpasangan dua orang.
  4. Guru menugaskan salah satu siswa dari pasangan itu menceritakan materi yang baru diterima dari guru dan pasangannya mendengarkan sambil membuat catatan-catatan kecil, kemudian berganti peran. Begitu juga kelompok lainnya.
  5. Menugaskan siswa secara bergiliran/diacak menyampaikan hasil wawancaranya dengan teman pasangannya sampai sebagian siswa sudah menyampaikan hasil wawancaranya.
  6. Guru mengulangi/menjelaskan kembali materi yang sekiranya belum dipahami siswa.
  7. Kesimpulan/penutup.

Kelebihan

  • Semua siswa terlibat (mendapat peran).
  • Melatih kesiapan siswa.
  • Melatih daya serap pemahaman dari orang lain. ‘ Cocok untuk tugas sederhana.
  • Interaksi lebih mudah.
  • Lebih mudah dan cepat membentuknya.
  • Meningkatkan partisipasi anak.

Kekurangan

  • Hanya bisa diterapkan untuk mata pelajaran tertentu. ‘ Waktu yang dibutuhkan banyak.
  • Materi yang didapat sedikit.
  • Banyak kelompok yang melapor dan perlu dimonitor.
  • Lebih sedikit ide yang muncul.

3. Auditory, Intellectualy, Repetiton (AIR)

Model pembelajaran AIR merupakan singkatan dari Auditory, Intellectual, dan Repetition. Belajar bermodel auditory, yaitu belajar mengutamakan berbicara dan mendengarkan.

Belajar auditory sangat diajarkan terutama oleh bangsa Yunani kuno karena filsafat mereka adalah jika mau belajar lebih banyak tentang apa saja, bicarakanlah tanpa henti.

Sementara menurut Erman Suherman (2008) auditory bermakna bahwa belajar haruslah melalui mendengarkan, menyimak, berbicara, presentasi, argumentasi, mengemukakan pendapat, dan menanggapi.

Menurut Dave Meier (2003: 99) intellectually menunjukkan apa yang dilakukan pembelajaran dalam pemikiran suatu pengalaman dan menciptakan hubungan makna, rencana, dan nilai dari pengalaman tersebut. Pengulangan dapat diberikan secara teratur, pada waktu-waktu tertentu atau setelah tiap unit yang diberikan, maupun ketika dianggap perlu pengulangan.

Intellectually juga bermakna belajar haruslah menggunakan kemampuan berpikir (mind-on), haruslah dengan konsentrasi pikiran dan berlatih menggunakannya melalui bernalar, menyelidiki, mengidentifikasi, menemukan, mencipta, mengonstruksi, memecahkan masalah, dan menerapkan.

Menurut Erman Suherman (2008) repetition merupakan pengulangan, dengan tujuan memperdalam dan memperluas pemahaman siswa yang perlu dilatih melalui pengerjaan soal, pemberian tugas, dan kuis. Pengulangan dalam kegiatan pembelajaran dimaksudkan agar pemahaman siswa lebih mendalam, disertai pemberian soal dalam bentuk tugas latihan atau kuis.

Dengan pemberian tugas, diharapkan siswa lebih terlatih dalam menggunakan pengetahuan yang didapat dalam menyelesaikan soal dan mengingat apa yang telah diterima. Sementara pemberian kuis dimaksudkan agar siswa siap menghadapi ujian atau tes yang dilaksanakan sewaktu-waktu serta melatih daya ingat.

Langkah-Langkah

  1. Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok, masing-masing kelompok 4-5 anggota.
  2. Siswa mendengarkan dan memerhatikan penjelasan dari guru.
  3. Setiap kelompok mendiskusikan tentang materi yang mereka pelajari dan menuliskan hasil diskusi tersebut dan selanjutnya untuk dipresentasikan di depan kelas (auditory).
  4. Saat diskusi berlangsung, siswa mendapat soal atau permasalahan yang berkaitan dengan materi.
  5. Masing-masing kelompok memikirkan cara menerapkan hasil diskusi serta dapat meningkatkan kemampuan mereka untuk menyelesaikan masalah (intellectual).
  6. Setelah selesai berdiskusi, siswa mendapat pengulangan materi dengan cara mendapatkan tugas atau kuis untuk tiap individu (repetition).

Kelebihan

  • Siswa lebih berpartisipasi aktif dalam pembelajaran dan sering mengekspresikan idenya.
  • Siswa memiliki kesempatan lebih banyak dalam memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan secara komprehensif.
  • Siswa dengan kemampuan rendah dapat merespons permasalahan dengan cara mereka sendiri.
  • Siswa secara intrinsik termotivasi untuk memberikan bukti atau penjelasan.
  • Siswa memiliki pengalaman banyak untuk menemukan sesuatu dalam menjawab permasalahan.

Kekurangan

  • Membuat dan menyiapkan masalah yang bermakna bagi siswa bukanlah pekerjaan mudah. Upaya memperkecilnya guru harus mempunyai persiapan yang lebih matang sehingga dapat menemukan masalah tersebut.
  • Mengemukakan masalah yang langsung dapat dipahami siswa sangat sulit sehingga banyak siswa yang mengalami kesulitan bagaimana merespons permasalahan yang diberikan.
  • Siswa dengan kemampuan tinggi bisa merasa ragu atau mencemaskan jawaban mereka.

4. Bamboo Dancing (Tari Bambu)

Model pembelajaran bamboo dancing bertujuan agar siswa saling berbagi informasi bersama-sama dengan pasangan yang berbeda dalam waktu singkat secara teratur. Strategi ini cocok untuk materi yang membutuhkan pengalaman, pikiran, dan informasi antar siswa.

Pembelajaran diawali dengan pengenalan topik. Guru bisa menuliskan topik tersebut di papan tulis atau mengadakan tanya jawab tentang apa yang siswa ketahui tentang materi tersebut. Kegiatan saling bertukar pikiran ini dimaksudkan untuk mengaktifkan struktur kognitif yang dimiliki peserta didik agar lebih siap menghadapi pelajaran yang baru.

Baca juga:  100 Contoh Soal Tes CPNS dan Pembahasannya

Selanjutnya, guru membagi kelas menjadi beberapa kelompok besar (atau disesuaikan dengan jumlah siswa). Jika dalam kelas ada 40 orang, tiap kelompok besar terdiri dari 20 orang.

Aturlah sedemikian rupa pada tiap-tiap kelompok besar, yaitu 10 orang berdiri berjajar saling berhadapan dengan 10 orang lainnya yang juga dalam posisi berdiri sejajar. Dengan demikian, di dalam setiap kelompok besar saling berpasang-pasangan. Pasangan ini disebut pasangan awal.

Kemudian, bagi tugas pada setiap pasangan untuk dikerjakan atau dibahas. Pada kesempatan itu, berikan waktu yang cukup kepada siswa untuk mendiskusikan tugas yang diterima.

Usai diskusi, 20 orang dari tiap-tiap kelompok besar itu bergeser mengikuti arah jarum jam. Dengan cara ini setiap siswa akan mendapatkan pasangan baru untuk berbagi informasi, demikian seterusnya. Pergeseran searah jarum jam baru berhenti ketika tiap-tiap siswa kembali ke pasangan awal.

Model pembelajaran bamboo dancing bertujuan agar siswa saling berbagi informasi pada saat yang bersamaan dengan pasangan yang berbeda dalam waktu singkat secara teratur. Strategi ini cocok untuk materi yang membutuhkan pertukaran pengalaman pikiran dan informasi antar siswa. Meskipun bernama bamboo dancing, tidak menggunakan bambu. Siswa yang berjajarlah yang diibaratkan sebagai bambu.

Langkah-Langkah

  1. Separuh jumlah siswa di kelas atau seperempatnya jika jumlah siswa terlalu banyak berdiri berjajar. Jika ada cukup ruang, siswa bisa berjajar di depan kelas. Kemungkinan lain adalah siswa berjajar di sela-seia deretan bangku. Cara yang kedua ini akan memudahkan pembentukan kelompok karena diperlukan waktu relatif singkat.
  2. Separuh kelas lainnya berjajar dan menghadap jajaran yang pertama.
  3. Dua siswa yang berpasangan dari kedua jajaran pindah ke ujung lainnya di jajarannya. Jajaran ini kemudian bergeser. Dengan cara ini masing masing siswa mendapat pasangan yang baru untuk berbagi. Pergeseran bisa dilakukan terus sesuai dengan kebutuhan.

Kelebihan

  • Siswa dapat bertukar pengalaman dan pengetahuan dengan sesamanya dalam proses pembelajaran.
  • Meningkatkan kecerdasan sosial dalam hal kerja sama di antara siswa.
  • Meningkatkan toleransi antara sesama siswa.

Kekurangan

  • Kelompok belajarnya terlalu gemuk sehingga menyulitkan proses belajar mengajar.
  • Siswa lebih banyak bermain daripada belajar.
  • Memerlukan periode waktu yang cukup panjang.
  • Model pembelajaran circuit learning adalah memaksimalkan dan mengupayakan pemberdayaan pikiran dan perasaan dengan pola bertambah dan mengulang.

Langkah-Langkah

Langkah-langkahnya adalah kondisikan situasi belajar kondusif dan fokus, siswa membuat catatan kreatif sesuai dengan pola pikirnya peta konsep bahasa khusus, tanya jawab, dan refleksi seperti jabatan lebih rinci di bawah ini.

a. Pendahuluan

  • Membuka pelajaran dengan mengucapkan salam, berdoa, dan absensi.
  • Melakukan apersepsi.
  • Memberitahukan tujuan pembelajaran yang harus dicapai oleh siswa dalam pembelajaran hari ini.
  • Menyampaikan cakupan materi dan penjelasan uraian kegiatan.

b. Kegiatan Inti

  • Melakukan tanya jawab tentang materi pembelajaran.
  • Bersama dengan siswa menempelkan gambar.
  • Memberikan pertanyaan kepada siswa tentang gambar yang ditempel di papan tulis. Menempelkan peta konsep yang telah dibuat.
  • Menjelaskan tentang peta konsep yang telah ditempel.
  • Membagi siswa menjadi beberapa kelompok.
  • Memberikan lembar kerja kepada setiap kelompok.
  • Menjelaskan kepada setiap kelompok untuk mengisi lembar kerja siswa dan mengisi bagian dari peta konsep sesuai dengan bahasa mereka sendiri.
  • Menjelaskan bahwa bagian peta konsep yang mereka kerjakan akan dipresentasikan.
  • Mempresentasikan bagian peta konsep yang telah dikerjakan.
  • Memberikan penguatan berupa pujian atau hadiah atas hasil presentasi yang bagus serta memberikan semangat kepada yang belum mendapatkan pujian atau hadiah untuk berusaha lebih giat.
  • Menjelaskan kembali hasil diskusi siswa tersebut agar wawasan siswa menjadi lebih luas.

c. Penutup

  • Memancing siswa untuk membuat rangkuman.
  • Melakukan penilaian terhadap hasil kerja siswa.
  • Memberikan pekerjaan rumah bagi siswa.
  • Memberitahukan materi selanjutnya yang akan dipelajari minggu depan.
  • Doa, motivasi atau nasihat, dan salam.

Kelebihan

  • Kreativitas siswa dalam merangkai kata dengan bahasa sendiri lebih terasah.
  • Konsentrasi yang terbangun membuat siswa fokus dalam belajar.
  • Memerlukan waktu yang relatif lama.
  • Tidak semua pokok bahasan bisa disajikan dalam peta konsep.

6. Model Pembelajaran Complete Sentence

Pembelajaran complete sentence adalah model pembelajaran yang mengarahkan siswa belajar melengkapi paragraf yang belum sempurna dengan menggunakan kunci jawaban yang tersedia.

Langkah-Langkah

  1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.
  2. Guru menyampaikan materi secukupnya atau siswa disuruh membaca buku atau modul dengan waktu secukupnya.
  3. Guru membentuk kelompok 2 atau 3 orang secara heterogen.
  4. Guru membagikan lembar kerja berupa paragraf yang kalimatnya belum lengkap.
  5. Siswa berdiskusi untuk melengkapi kalimat dengan kunci jawaban yang tersedia.
  6. Siswa berdiskusi secara berkelompok.
  7. Setelah jawaban didiskusikan, jawaban yang salah diperbaiki.
  8. Tiap peserta membaca sampai mengerti atau hafal.
  9. Kesimpulan.

Prinsip Ciri-Ciri Complete Sentence

  • Soal yang disampaikan berupa kalimat yang belum lengkap sehingga makna atau arti kalimat tersebut belum dapat dimengerti.
  • Kalimat yang banyak dan saling berkaitan dalam sebuah paragraf dan belum sempurna serta belum dimengerti maknanya.
  • Kalimat dapat dilengkapi dengan pilihan kata yang disediakan.
  • Harus diisi dengan kata-kata tertentu, misal istilah keilmuan/kata asing.
  • Jawaban dari kalimat yang belum lengkap itu sudah disediakan.

Kelebihan

  • Mudah dibuat guru, hanya dengan menghilangan satu kata dalam kalimat.
  • Siswa tidak perlu menjelaskan jawabannya, hanya perlu memadukan rumpang/tidak jawabannya.
  • Siswa diajarkan untuk mengerti dan hafal mengenai materi.

Kekurangan

  • Guru kurang kreatif dan inovatif dalam membuat soal.
  • Siswa kurang terpacu mencari jawaban karena hanya cukup menebak kata karena biasanya hanya kata hubung.
  • Kurang cocok untuk dipergunakan dalam setiap bidang studi.

7. Model Pembelajaran Concept Sentence

Model pembelajaran concept sentence merupakan salah satu tipe model pembelajaran yang dikembangkan dari cooperative learning. Model concept sentence adalah model pembelajaran yang dilakukan dengan memberikan kartu-kartu yang berisi beberapa kata kunci kepada siswa.

Kemudian, kata kunci tersebut disusun menjadi beberapa kalimat dan dikembangkan menjadi paragraf-paragraf. Model pembelajaran ini dilakukan dengan siswa dibentuk kelompok heterogen dan membuat kalimat dengan minimal 4 kata kunci sesuai materi yang disajikan.

Model pembelajaran concept sentence merupakan model pembelajaran yang diawali dengan menyampaikan kompetensi, sajian materi, membentuk kelompok heterogen, guru menyiapkan kata kunci sesuai materi bahan ajar, dan tiap kelompok membuat kalimat berdasarkan kata kunci (Guruclub: 2008).

Prosedur selanjutnya dalam pembelajaran ini adalah mempresentasikan hasil belajar secara bergantian di depan kelas.

Langkah-Langkah

  1. Menyampaikan tujuan: guru menyampaikan tujuan kompetensi yang ingin dicapai.
  2. Menyajikan informasi: guru menyajikan materi secukupnya.
  3. Pembentukan kelompok: guru membentuk kelompok yang anggotanya sekitar 4 orang secara heterogen.
  4. Penyajian informasi kedua: guru menyajikan beberapa kata kunci sesuai materi yang disajikan.
  5. Tiap kelompok diarahkan membuat beberapa kalimat dengan menggunakan beberapa kata kunci yang diberikan.
  6. Hasil diskusi kelompok didiskusikan kembali secara pleno yang dipandu oleh guru.
  7. Guru menyimpulkan hasil pembelajaran.

Kelebihan

  • Siswa lebih memahami kata kunci dari materi pokok pelajaran.
  • Siswa yang lebih pandai dapat mengajari siswa kurang pandai.

Kekurangan

  • Model ini hanya dapat digunakan untuk mata pelajaran tertentu.
  • Bagi siswa yang pasif dapat mengambil jawaban dari temannya.

8. Connecting, Organizing, Reflecting, dan Extending

Model pembelajaran connecting, organizing, reflecting, dan extending atau lebih sering disingkat CORE. Keempat aspek tersebut sebagai berikut.

  • Connecting merupakan kegiatan mengoneksikan informasi lama dan informasi baru dan antar konsep.
  • Organizing merupakan kegiatan mengorganisasikan ide-ide untuk memahami materi.
  • Reflecting merupakan kegiatan memikirkan kembali, mendalami, dan menggali informasi yang sudah didapat.
  • Extending merupakan kegiatan untuk mengembangkan, memperluas, menggunakan, dan menemukan.

Langkah-Langkah

  1. Mengawali pembelajaran dengan kegiatan yang menarik siswa. Cara yang dilakukan bisa menyanyikan lagu berkaitan dengan materi yang akan diajarkan.
  2. Penyampaian konsep lama yang akan dihubungkan dengan konsep baru oleh guru kepada siswa (Connecting [C]).
  3. Pengorganisasian ide-ide untuk memahami materi yang dilakukan oleh siswa dengan bimbingan guru (Organizing [O]).
  4. Pembagian kelompok secara heterogen (campuran antara yang pandai, sedang, dan kurang) yang terdiri dari 4-5 orang.
  5. Memikirkan kembali, mendalami, dan menggali informasi yang sudah didapat dan dilaksanakan dalam kegiatan belajar kelompok siswa (Reflecting [R]).
  6. Pengembangan, memperluas, menggunakan, dan menemukan, melalui tugas individu dengan mengerjakanm tugas (Extending [E] ).

Kelebihan

  • Mengembangkan keaktifan siswa dalam pembelajaran.
  • Mengembangkan dan melatih daya ingat siswa tentang suatu konsep dalam materi pembelajaran.
  • Mengembangkan daya berpikir kritis sekaligus mengembangkan keterampilan pemecahan suatu masalah.
  • Memberikan pengalaman belajar kepada siswa karena mereka banyak berperan aktif sehingga pembelajaran menjadi bermakna.
Baca juga:  8 Contoh PTK (Penelitian Tindakan Kelas), Format dan Sistematika Usulan

Kekurangan

  • Membutuhkan persiapan matang dari guru untuk menggunakan model ini.
  • Jika siswa tidak kritis, proses pembelajaran tidak bisa berjalan dengan lancar.
  • Memerlukan banyak waktu.
  • Tidak semua materi pelajaran dapat menggunakan model CORE.

9. Contextual Teaching and Learning

Contextual teaching and learning merupakan suatu proses pembelajaran yang holistik dan bertujuan memotivasi siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan sehari-hari (konteks pribadi, sosial, dan kultural) sehingga siswa memiliki pengetahuan/keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari satu permasalahan ke permasalahan lainnya.

Contextual teaching and learning merupakan suatu konsep belajar di mana guru menghadirkan situasi dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.

Dengan konsep ini, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung lebih alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa.

Pembelajaran kontekstual dengan pendekatan konstruktivisme dipandang sebagai salah satu strategi yang memenuhi prinsip-prinsip pembelajaran berbasis kompetensi.

Terdapat lima strategi pembelajaran ini, yaitu relating, experiencing, applying, cooperating, dan transfering diharapkan peserta didik mampu mencapai kompetensi secara maksimal. Dalam kelas kontekstual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuannya. Guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi.

Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa). Sesuatu yang baru datang dari menemukan sendiri bukan dari apa kata guru. Begitulah peran guru di kelas yang dikelola dengan pendekatan kontekstual.

Jadi, pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dan situasi dunia nyata siswa serta mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yakni konstruktivisme (constructivism), bertanya (questioning), menemukan (inquiri), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling), dan penilaian sebenarnya (authentic assessment).

Karakteristik Pembelajaran CTL

  • Kerja sama.
  • Saling menunjang.
  • Menyenangkan, tidak membosankan.
  • Belajar dengan bergairah.
  • Pembelajaran terintegrasi.
  • Menggunakan berbagai sumber.
  • Siswa aktif.
  • Sharing dengan teman.
  • Siswa kritis guru kreatif.
  • Dinding dan lorong-lorong penuh dengan hasil kerja siswa, peta-peta, gambar, artikel, humor, dan lain-lain.
  • Laporan kepada orang tua bukan hanya rapor, melainkan hasil karya siswa, laporan hasil praktikum, karangan siswa, dan lain-lain.

Langkah-Langkah

a. Kegiatan Awal

  1. Guru menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran.
  2. Apersepsi sebagai penggalian pengetahuan awal siswa terhadap materi yang akan diajarkan.
  3. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan pokok-pokok materi yang akan dipelajari.
  4. Penjelasan tentang pembagian kelompok dan cara belajar.

b. Kegiatan Inti

  1. Siswa bekerja dalam kelompok menyelesaikan permasalahan yang diajukan guru. Guru berkeliling untuk memandu proses penyelesaian permasalahan.
  2. Siswa wakil kelompok mempresentasikan hasil penyelesaian dan alasan atas jawaban permasalahan yang diajukan guru.
  3. Siswa dalam kelompok menyelesaikan lembar kerja yang diajukan guru. Guru berkeliling untuk mengamati, memotivasi, dan memfasilitasi kerja sama.
  4. Siswa wakil kelompok mempresentasikan hasil kerja kelompok dan kelompok yang lain menanggapi hasil kerja kelompok yang mendapat tugas.
  5. Dengan mengacu pada jawaban siswa, melalui tanya jawab, guru dan siswa membahas cara penyelesaian masalah yang tepat.
  6. Guru mengadakan refleksi dengan menanyakan kepada siswa tentang hal-hal yang dirasakan siswa, materi yang belum dipahami dengan baik, kesan dan pesan selama mengikuti pembelajaran.

c. Kegiatan Akhir

  1. Guru dan siswa membuat kesimpulan cara menyelesaikan soal cerita perkalian bilangan.
  2. Siswa mengerjakan lembar tugas.
  3. Siswa menukarkan lembar tugas satu dengan yang lain, kemudian guru bersama siswa membahas penyelesaian lembar tugas sekaligus memberi nilai pada lembar tugas sesuai kesepakatan yang telah diambil (ini dapat dilakukan apabila waktu masih tersedia).

Kelebihan

  • Pembelajaran kontekstual dapat menekankan aktivitas berpikir siswa secara penuh, baik fisik maupun mental.
  • Pembelajaran kontekstual dapat menjadikan siswa belajar bukan dengan menghafal, melainkan proses berpengalaman dalam kehidupan nyata.
  • Kelas dalam kontekstual bukan sebagai tempat untuk memperoleh informasi, melainkan sebagai tempat untuk menguji data hasil temuan mereka di lapangan.
  • Materi pelajaran ditentukan oleh siswa sendiri, bukan hasil pemberian dari orang lain.
  • Penerapan pembelajaran kontekstual merupakan pembelajaran yang kompleks dan sulit dilaksanakan dalam konteks pembelajaran, selain juga membutuhkan waktu yang lama.

10. Model Pembelajaran Cooperative Learning

Cooperative learning merupakan suatu model pembelajaran yang mana siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil yang memiliki tingkat kemampuan berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompok, setiap anggota saling bekerja sama dan membantu untuk memahami suatu bahan pembelajaran. Belajar belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran.

Pembelajaran cooperative learning sesuai dengan fitrah manusia sebagai makhluk sosial yang penuh ketergantungan dengan orang lain, mempunyai tujuan dan tanggung jawab bersama, pembagian tugas, dan rasa senasib.

Dengan memanfaatkan kenyataan itu, belajar berkelompok secara kooperatif akan melatih siswa untuk saling berbagi pengetahuan, pengalaman, tugas, dan tanggung jawab. Mereka juga akan belajar untuk menyadari kekurangan dan kelebihan masing-masing.

Jadi, model pembelajaran cooperative learning adalah kegiatan pembelajaran dengan cara berkelompok untuk bekerja sama saling membantu mengonstruksi konsep dan menyelesaikan persoalan.

Menurut teori dan pengalaman agar kelompok kohesif (kompak partisipatif), tiap anggota kelompok terdiri dari 4-5 orang, heterogen (kemampuan, gender, karakter), ada kontrol dan fasilitasi, dan meminta tanggung jawab hasil kelompok berupa laporan atau presentasi.

Terdapat enam langkah utama atau tahapan dalam pelajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatif. Pelajaran dimulai dengan guru menyampaikan tujuan pelajaran dan memotivasi siswa belajar. Fase ini diikuti oleh penyajian informasi yang sering kali dengan bahan bacaan daripada verbal.

Selanjutnya, siswa dikelompokkan ke dalam tim-tim belajar. Pada tahap ini guru membimbing siswa saat mereka bekerja sama untuk menyelesaikan tugas. Fase terakhir pembelajaran kooperatif meliputi presentasi hasil akhir kerja kelompok atau evaluasi tentang apa yang telah siswa pelajari dan memberi penghargaan terhadap usaha-usaha kelompok maupun individu.

Enam tahap pembelajaran kooperatif itu dirangkum pada tabel di bawah ini.

Media Pembelajaran Cooperative learning

Secara lebih rinci, langkah-langkah model pembelajaran cooperative learning dapat dilakukan dengan cara berikut.

  1. Pada awal pembelajaran, guru mendorong peserta didik untuk menemukan dan mengekspresikan ketertarikan mereka terhadap subjek yang akan dipelajari.
  2. Guru mengatur peserta didik ke dalam kelompok heterogen yang terdiri dari 4-5 peserta didik.
  3. Guru membiarkan peserta didik memilih topik untuk kelompok mereka.
  4. Tiap kelompok membagi topiknya untuk membuat pembagian tugas di antara anggota kelompok. Anggota kelompok didorong untuk saling berbagi referensi dan bahan pelajaran. Tiap topik kecil harus memberikan kontribusi yang unik bagi usaha kelompok.
  5. Setelah para peserta didik membagi topik kelompok mereka menjadi kelompok-kelompok kecil, mereka akan bekerja secara individual. Mereka akan bertanggung jawab terhadap topik kecil masing-masing karena keberhasilan kelompok bergantung pada mereka. Persiapan topik kecil dapat dilakukan dengan mengumpulkan referensi-referensi yang terkait.
  6. Setelah peserta didik menyelesaikan kerja individual, mereka mempresentasikan topik kecil kepada teman satu kelompoknya.
  7. Para peserta didik didorong untuk memadukan semua topik kecil dalam presentasi kelompok.
  8. Tiap kelompok mempresentasikan hasil diskusinya pada topik kelompok. Semua anggota kelompok bertanggung jawab terhadap presentasi kelompok.
  9. Evaluasi
    Evaluasi dilakukan pada tiga tingkatan, yaitu pada saat presentasi kelompok dievalusi oleh kelas, kontribusi individual terhadap kelompok dievaluasi oleh teman satu kelompok, presentasi kelompok dievaluasi oleh semua peserta didik.

Kelebihan

  • Meningkatkan harga diri tiap individu.
  • Penerimaan terhadap perbedaan individu yang lebih besar sehingga konflik antarpribadi berkurang.
  • Sikap apatis berkurang.
  • Pemahaman yang lebih mendalam dan retensi atau penyimpanan lebih lama.
  • Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan, dan toleransi.
  • Cooperative learning dapat mencegah keagresifan dalam sistem kompetisi dan keterasingan dalam sistem individu tanpa mengorbankan aspek kognitif.
  • Meningkatkan kemajuan belajar (pencapaian akademik).
  • Meningkatkan kehadiran peserta dan sikap yang lebih positif.
  • Menambah motivasi dan percaya diri.
  • Menambah rasa senang berada di tempat belajar serta menyenangi teman-teman sekelasnya.
  • Mudah diterapkan dan tidak mahal.
Baca juga:  25 Hadiah Ulang Tahun untuk Ibu Tercinta, Sederhana sampai Mewah

Kekurangan

  • Guru khawatir bahwa akan terjadi kekacauan di kelas. Banyak peserta tidak senang apabila disuruh bekerja sama dengan yang lain.
  • Perasaan was-was pada anggota kelompok akan hilangnya karakteristik atau keunikan pribadi mereka karena harus menyesuaikan diri dengan kelompok.
  • Banyak peserta takut bahwa pekerjaan tidak akan terbagi rata atau secara adil bahwa satu orang harus mengerjakan seluruh pekerjaan tersebut.

11. Model Pembelajaran Cooperative Script

Cooperative script merupakan model pembelajaran yang dapat meningkatkan daya ingat siswa (Slavin, 1994: 175). Hal tersebut sangat membantu siswa dalam mengembangkan serta mengaitkan fakta-fakta dan konsep-konsep yang pernah didapatkan dalam pemecahan masalah.

Pembelajaran cooperative script merupakan salah satu bentuk atau model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran cooperative script dalam perkembangannya mengalami banyak adaptasi sehingga melahirkan beberapa pengertian dan bentuk yang sedikit berbeda antara yang satu dengan yang lainnya.

Pengertian model pembelajaran cooperative script menurut Dansereau dalam Slavin (1994) adalah skenario pembelajaran kooperatif. Artinya, setiap siswa mempunyai peran dalam saat diskusi berlangsung.

Menurut Schank dan Abelson dalam Hadi (2007: 18), model pembelajaran cooperative script adalah pembelajaran yang menggambarkan interaksi siswa seperti ilustrasi kehidupan sosial siswa dengan lingkungannya sebagai individu, dalam keluarga, kelompok masyarakat, dan masyarakat yang lebih luas.

Sementara menurut Brousseau (2002) dalam Hadi (2007: 18) menyatakan bahwa model pembelajaran cooperative script adalah secara tidak langsung terdapat kontrak belajar antara guru dengan siswa dan siswa dengan siswa mengenai cara berkolaborasi.

Berdasarkan pengertian-pengertian yang diungkapkan di atas antara satu dengan yang lainnya memiliki maksud yang sama, yaitu terjadi suatu kesepakatan antara siswa dengan guru dan siswa dengan siswa untuk berkolaborasi memecahkan suatu masalah dalam pembelajaran dengan cara-cara yang kolaboratif seperti halnya menyelesaikan masalah yang terjadi dalam kehidupan sosial siswa.

Pada pembelajaran cooperative script terjadi kesepakatan antara siswa tentang aturan-aturan dalam berkolaborasi, yaitu siswa satu dengan yang lainnya bersepakat untuk menjalankan peran masing-masing.

Siswa yang berperan menjadi pembicara membacakan hasil pemecahan yang diperoleh beserta prosedurnya dan siswa yang menjadi pendengar, menyimak dan mendengar penjelasan dari pembicara serta mengingatkan pembicara jika ada kesalahan. Masalah dipecahkan bersama untuk kemudian disimpulkan bersama.

Sementara kesepakatan antara guru dan siswa, yaitu peran guru sebagai fasilitator yang mengarahkan siswa untuk mencapai tujuan belajar. Selain itu, guru mengontrol selama pembelajaran berlangsung dan guru mengarahkan siswa jika merasa kesulitan.

Pada interaksi siswa terjadi kesepakatan, diskusi, menyampaikan pendapat dari ide-ide pokok materi, saling mengingatkan dari kesalahan konsep yang disimpulkan, dan membuat kesimpulan bersama. Interaksi belajar yang terjadi benar-benar interaksi dominan siswa dengan siswa.

Dalam aktivitas siswa selama pembelajaran cooperative script benar-benar memberdayakan potensi siswa untuk mengaktualisasikan pengetahuan dan keterampilannya. Jadi, sangat sesuai dengan pendekatan konstruktivis yang dikembangkan saat ini.

Langkah-Langkah

  • Guru membagi siswa untuk berpasangan.
  • Guru membagikan wacana/materi kepada masing-masing siswa untuk dibaca dan membuat ringkasan.
  • Guru dan siswa menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai pembicara dan siapa yang berperan sebagai pendengar.
  • Sesuai kesepakatan, siswa yang menjadi pembicara membacakan ringkasan atau prosedur pemecahan masalah selengkap mungkin dengan memasukkan ide-ide pokok dalam ringkasan dan pemecahan masalahnya. Sementara pendengar (a) menyimak/mengoreksi/menunjukkan ide-ide pokok yang kurang lengkap; (b) membantu mengingat/ menghafal ide-ide pokok dengan menghubungkan materi sebelumnya atau dengan materi lainnya.
  • Bertukar peran, semula sebagai pembicara ditukar menjadi pendengar dan sebaliknya serta lakukan seperti di atas.
  • Guru bersama siswa membuat kesimpulan.

Kelebihan

  • Melatih pendengaran, ketelitian, dan kecermatan.
  • Setiap siswa mendapat peran.
  • Melatih mengungkapkan kesalahan orang lain.

Kekurangan

  • Hanya digunakan untuk mata pelajaran tertentu.
  • Hanya dilakukan oleh dua orang.

12. Cooperative Integrated Reading and Composition

Terjemahan bebas dari Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) adalah komposisi terpadu membaca dan menulis secara kelompok. Model CIRC merupakan model pembelajaran khusus mata pelajaran bahasa dalam rangka membaca dan menemukan ide pokok, pokok pikiran, atau tema sebuah wacana.

Pembelajaran CIRC dikembangkan oleh Stevans, Madden, Slavin, dan Farnish. Pembelajaran kooperatif tipe CIRC dari segi bahasa dapat diartikan sebagai suatu model pembelajaran kooperatif yang mengintegrasikan suatu bacaan secara menyeluruh kemudian mengomposisikannya menjadi bagian-bagian yang penting.

Cara untuk menentukan anggota kelompoknya sebagai berikut.

a. Menentukan peringkat siswa

Dengan cara mencari informasi tentang skor rata-rata nilai siswa pada tes sebelumnya atau nilai rapor. Kemudian, diurutkan dengan cara menyusun peringkat dari yang berkemampuan akademik tinggi sampai terendah.

b. Menentukan jumlah kelompok

Jumlah kelompok ditentukan dengan memerhatikan banyak anggota setiap kelompok dan jumlah siswa yang ada di kelas tersebut.

c. Penyusunan anggota kelompok

Pengelompokan ditentukan atas dasar susunan peringkat siswa yang telah dibuat. Setiap kelompok diusahakan beranggotakan siswa-siswa yang mempunyai kemampuan beragam sehingga mempunyai kemampuan rata-rata yang seimbang.

Langkah-Langkah

  1. Membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang siswa secara heterogen.
  2. Guru memberikan wacana/kliping sesuai dengan topik pembelajaran.
  3. Siswa bekerja sama saling membacakan dan menemukan ide pokok dan memberi tanggapan terhadap wacana/kliping dan ditulis pada lembar kertas.
  4. Mempresentasikan/membacakan hasil kelompok.
  5. Guru dan siswa membuat kesimpulan bersama.
  6. Penutup.

Langkah model pembelajaran CIRC dibagi menjadi beberapa fase. Fase tersebut bisa diperhatikan dengan jelas sebagai berikut.

  1. Fase pertama, yaitu orientasi. Pada fase ini guru melakukan apersepsi dan pengetahuan awal siswa tentang materi yang akan diberikan. Selain itu, juga memaparkan tujuan pembelajaran yang akan dilakukan kepada siswa.
  2. Fase kedua, yaitu organisasi. Guru membagi siswa ke dalam beberapa kelompok, dengan memerhatikan keheterogenan akademik. Membagikan bahan bacaan tentang materi yang akan dibahas kepada siswa. Selain itu, menjelaskan mekanisme diskusi kelompok dan tugas yang harus diselesaikan selama proses pembelajaran berlangsung.
  3. Fase ketiga, yaitu pengenalan konsep. Dengan cara mengenalkan tentang suatu konsep baru yang mengacu pada hasil penemuan selama eksplorasi. Pengenalan ini bisa didapat dari keterangan guru, buku paket, film, kliping, poster, atau media lainnya.
  4. Fase keempat, yaitu fase publikasi. Siswa mengomunikasikan hasil temuan-temuannya, membuktikan, memeragakan tentang materi yang dibahas, baik dalam kelompok maupun di depan kelas.
  5. Fase kelima, yaitu fase penguatan dan refleksi. Pada fase ini guru memberikan penguatan berhubungan dengan materi yang dipelajari melalui penjelasan-penjelasan ataupun memberikan contoh nyata dalam kehidupan sehari-hari. Selanjutnya, siswa pun diberi kesempatan untuk merefleksikan dan mengevaluasi hasil pembelajarannya.

Kelebihahan

  • CIRC sangat tepat untuk meningkatkan keterampilan siswa dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah.
  • Dominasi guru dalam pembelajaran berkurang.
  • Siswa termotivasi pada hasil secara teliti karena bekerja dalam kelompok.
  • Para siswa dapat memahami makna soal dan saling mengecek pekerjaannya.
  • Membantu siswa yang lemah.
  • Meningkatkan hasil belajar khususnya dalam menyelesaikan soal yang berbentuk pemecahan masalah.

Kekurangan

  • Model pembelajaran ini hanya dapat dipakai untuk mata pelajaran yang menggunakan bahasa sehingga tidak dapat dipakai untuk mata pelajaran, seperti matematika, Fisika, kimia, dan mata pelajaran lain yang menggunakan prinsip menghitung.

13. Course Review Horay

Pembelajaran course review horay merupakan salah satu pembelajaran kooperatif, yaitu kegiatan belajar mengajar dengan cara pengelompokan siswa ke dalam kelompok kelompok kecil. Pembelajaran ini merupakan suatu pengujian terhadap pemahaman konsep siswa menggunakan kotak yang diisi dengan soal dan diberi nomor untuk menuliskan jawabannya.

Siswa yang paling terdahulu mendapatkan tanda benar langsung berteriak horay atau yel-yel lainnya. Melalui pembelajaran course review horay diharapkan dapat melatih siswa dalam menyelesaikan masalah dengan pembentukan kelompok kecil.

Langkah-Langkah

  1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.
  2. Guru mendemonstrasikan/menyajikan materi.
  3. Memberikan kesempatan siswa untuk tanya jawab.
  4. Untuk menguji pemahaman, siswa disuruh membuat kotak 9/16/25 sesuai dengan kebutuhan dan tiap kotak diisi angka sesuai dengan selera masing-masing siswa.
  5. Guru membaca soal secara acak dan siswa menulis jawaban di dalam kotak yang nomornya disebutkan guru dan langsung didiskusikan. Kalau benar diisi tanda benar (√) dan salah diisi tanda silang (x).
  6. Siswa yang sudah mendapat tanda (√) vertikal atau horisontal atau diagonal harus berteriak horay atau yel-yel lainnya.
  7. Nilai siswa dihitung dari jawaban benar jumlah horay yang diperoleh.
  8. Penutup.

Kelebihan

  • Menarik sehingga mendorong siswa terlibat di dalamnya.
  • Tidak monoton karena diselingi sedikit hiburan sehingga suasana tidak menegangkan.
  • Siswa lebih semangat belajar.
  • Melatih kerja sama.

Kekurangan

  • Adanya peluang untuk curang.
  • Siswa aktif dan pasif nilainya disamakan.