Alkisah, pada zaman dahulu di desa dekat hutan, hidup sepasang suami istri yang bekerja sebagai petani. Mereka hidup dengan penuh kesederhanaan, namun mereka selalu bahagia.
Sayangnya, meskipun mereka telah lama hidup bersama tapi belum juga dikaruniai seorang anak. Mereka sangat mendambakan kehadiran seorang anak. Setiap hari, setiap malam mereka selalu berdoa kepada Tuhan yang Maha Kuasa agar dikaruniai seorang anak.
Pada suatu hari, saat mereka berdoa, ada raksasa melewati rumah mereka. Raksasa itu mendengar doa suami istri tersebut. Raksasa langsung berhenti dan menghampiri mereka.
“Aku mendengar kalian menginginkan seorang anak?” tanya raksasa dengan suara yang menggelegar.
“Iya, kami sudah lama mendambakan kehadiran anak di kehidupan kami.”
“Baiklah, saya akan memberikanmu seorang anak, tapi ada syaratnya.” Jawab raksasa.
“Apakah syarat itu, tuan raksasa?” tanya si suami.
“Anak yang saya berikan kepada kalian akan saya minta kembali saat umurnya 17 tahun. Bagaimana? Apakah kalian bersedia?”
Sesaat suami istri itu diam merenung, dalam hatinya berpikir saat ini dia sangat merindukan anak tapi suatu saat anak itu akan diminta kembali oleh raksasa itu. Akhirnya, suami istri itu pun setuju dengan syarat yang diajukan raksasa.
“Baiklah tuan raksasa, kami setuju dengan persyaratan itu.“
“Kalau begitu, tanamlah biji ini. Nanti kau akan mendapatkan seorang anak perempuan,” kata raksasa sambil menyodorkan sejumlah biji-biji mentimun.
“Terima kasih, tuan raksasa.” Kata suami istri itu.
“Baiklah, sekarang saya akan pergi, tapi ingat! 17 tahun lagi saya akan kembali untuk mengambil anak itu.“ Ujar raksasa sambil mengayunkan langkahnya meninggalkan sepasang suami istri itu.
Kemudian suami istri itu bergegas pergi ke kebun di samping rumah mereka. Satu demi satu biji mentimun mulai ditanam. Setiap hari mereka menyiram dan merawat tanaman mentimun yang mulai tumbuh itu dengan sebaik mungkin. Setelah beberapa bulan, tumbuhlah sebuah mentimun besar berwarna kuning keemasan.
Mentimun itu semakin lama semakin besar dan berat. Setelah mentimun itu masak, mereka memetiknya. Mereka memotong mentimun itu dengan sangat hati-hati. Alangkah terkejutnya mereka, di dalam mentimun itu mereka menemukan bayi perempuan yang sangat cantik.
“Ya Tuhan, kami sangat bersyukur atas segala karuniaMu yang diberikan kepada kami.” Suami istri itu sangat bahagia.
“Lihat Bu, anak itu sangat lucu dan cantik sekali.”
“Iya Pak, saya senang sekali, akhirnya kita mempunyai anak perempuan yang lucu dan cantik.” Jawab sang istri seraya mengambil bayi itu dan menggendongnya.
“Kita akan beri nama dia siapa, Pak?”
“Bagaimana kalau dia kita beri nama Timun Mas?”
“Nama yang sangat bagus, Pak.”
Akhirnya mereka memberi nama bayi itu Timun Mas.
Bulan demi bulan, tahun demi tahun terus berlalu. Timun Mas tumbuh menjadi gadis yang cantik, lincah, dan pintar. Kedua orang tuanya sangat menyayanginya.
Tapi saat teringat dengan raksasa itu mereka menjadi sangat takut dan khawatir, karena pada ulang tahun Timun Mas yang ke-17, sang raksasa akan datang kembali untuk mengambil Timun Mas. Mereka tidak rela, putri yang telah mereka asuh bertahun-tahun akan diambil begitu saja oleh raksasa. Mereka berharap hal itu tak pernah terjadi.
Akhirnya, apa yang ditakutkan sepasang suami istri terjadi juga. Tepat pada saat Timun Mas berumur 17 tahun raksasa datang menemui keluarga yang bahagia itu.
“Dug, dug, dug,..” derap langkah kaki raksasa sudah terdengar dari kejauhan.
Sepasang suami istri tersebut semakin takut dan panik, tak tahu apa yang harus mereka lakukan.
“Bagaimana ini, Pak? Raksasa itu sudah datang,” tanya sang istri dengan suara gemetar.
“Tenang. Bu!” jawab sang suami meyakinkan istrinya. Ia tidak ingin istrinya ketakutan. Sang suami terus berpikir bagaimana cara membuat raksasa mengurungkan niat untuk mengambil kembali Timun Mas.
“Ha.. ha.. ha… aku sudah datang untuk menjemput Timun Mas,” teriak si raksasa dengan suara yang menggelegar.
“Ampun tuan raksasa, jangan kau ambil Timun Mas, kami berdua sangat menyayanginya.”
“Tidak bisa, dulu kalian sudah berjanji akan menyerahkan Timun Mas kepadaku pada saat usianya 17 tahun. Sekarang sudah waktunya saya menagih ianji itu.“ Raksasa terlihat begitu marah dan tidak terima karena suami istri itu mencoba mengingkari lama.
“Tunggulah sebentar, Timun Mas sedang bermain. Istriku akan memanggilnya,” kata sang suami kepada raksasa.
Petani itu segera menemui anaknya yang sedang bermain di halaman belakang. Diam-diam ia sudah mendapatkan cara untuk menyelamatkan putrinya dari raksasa yang jahat itu.
“Anakkku, ambillah ini! Ini akan menolongmu melawan raksasa itu.” Katanya sambil menyerahkan sebuah kantung kain. Timun Mas kebingungan dengan sikap ibunya. Ia tak mengerti maksud ibunya memberi kantung kain itu.
“Sekarang pergilah dari sini dan larilah secepat mungkin agar raksasa itu tidak bisa menangkapmu.”
“Baiklah, Ibu. Aku akan segera dari sini.” Timun Mas bergegas pergi mematuhi perintah ibunya.
Maka Timun Mas pun segera melarikan diri ke arah hutan.
Sepasang suami istri itu sangat sedih atas kepergian Timun Mas. Tapi itu adalah salah satu cara agar Timun Mas tidak diambil dan menjadi santapan raksasa itu.
Raksasa menunggu cukup lama. Ia menjadi tak sabar ingin segera membawa Timun Mas. Ia sangat menantikan saat-saat ini. Apalagi kini Timun Mas telah tumbuh menjadi gadis yang cantik.
“Di mana Timun Mas? Aku sudah tidak sabar untuk membawanya.”
“Sebentar tuan raksasa,” kata kedua petani itu dengan nada ketakutan.
Raksasa tahu bahwa telah dibohongi oleh suami istri itu. Ia sangat marah karena hal tersebut. Ia merasa dipermainkan. Lalu ia pun menghancurkan rumah petani itu.
Kemudian ia mengejar Timun Mas ke arah hutan. Raksasa itu berlari dengan sangat cepat, sehingga semakin dekat dengan Timun Mas. Timun Mas sendiri tak dapat berlari lebih kencang lagi karena badannya yang kecil dan langkahnya yang tak sebanding dengan langkah raksasa yang memiliki tubuh tinggi besar.
Dengan sangat ketakutan, Timun Mas segera mengambil segenggam garam dari kantung kain yang diberi oleh ibunya. Garam itu kemudian ditaburkan ke arah Raksasa. Seketika itu juga garam yang ia taburkan berubah menjadi laut yang luas dan raksasa pun harus berenang dengan susah payah untuk mengejar Timun Mas.
Timun Mas terus berlari menjauh dari raksasa itu. Tapi dengan sekuat tenaga, raksasa itu pun berhasil menyeberangi lautan dan berlari menyusul Timun Mas sehingga jaraknya pun sudah semakin dekat.
Timun Mas kembali mengambil benda dari kantungnya. Ia mengambil segenggam cabai dan dilemparkannya ke arah raksasa itu. Seketika itu juga pohon berduri tajam tumbuh dengan cepat dan memerangkap raksasa.
“Aduh… sakit sekali.” Raksasa itu berteriak kesakitan. Ia tak menyangka cabai yang ditaburkan ke arahnya akan berubah menjadi pohon-pohon yang berduri tajam.
Sementara itu Timun Mas terus berlari sekuat tenaga untuk menyelamatkan diri. Tapi raksasa itu sungguh kuat, dia berhasil lolos dari pohon berduri.
Raksasa kembali mengejar Timun Mas dan Timun Mas pun hampir tertangkap. Maka Timun Mas pun segera mengeluarkan benda ajaib ketiga. Ia menebarkan biji-biji mentimun ke arah raksasa. Seketika tumbuhlah kebun mentimun yang sangat luas.
Karena raksasa sangat letih dan kelaparan, maka ia pun makan mentimun-mentimun yang segar itu dengan lahap sehingga raksasa itu kekenyangan dan tertidur pulas. Ia lupa dengan niatnya untuk mengejar Timun Mas.
Timun Mas terus berlari menjauhi raksasa itu. Ia berlari sekuat tenaga. Tapi lama kelamaan tenaganya pun habis. Tidak lama kemudian raksasa sudah terbangun dari tidurnya dan melanjutkan mengejar Timun Mas.
Raksasa lagi-lagi hampir menangkapnya. Timun Mas sangat ketakutan. Ia pun melemparkan senjatanya yang terakhir ke arah raksasa, yaitu segenggam terasi udang. Tiba-tiba sebuah danau lumpur yang luas terhampar dan raksasa tecebur ke dalamnya.
Perlahan-lahan tubuhnya mulai tenggelam dan hilang karena hisapan lumpur. Tangan raksasa itu hampir menggapai Timun Mas. Tapi danau lumpur itu terus menariknya ke dasar. Raksasa panik karena tidak bisa keluar dari danau lumpur. Semakin ia bergerak, maka semakin dalamlah ia tenggelam. Ia tak bisa bernafas dan akhirnya tenggelam untuk selamanya.
Timun Mas sangat senang karena telah selamat dari ancaman raksasa jahat itu. Kemudian Timun Mas pun segera pulang untuk menemui kedua orang tuanya. Ayah dan Ibu Timun Mas menyambut Timun Mas dengan sangat gembira.
“Syukurlah, Nak. Akhirnya kau selamat. Kami sangat mencemaskanmu. Kami khawatir raksasa itu akan berhasil menangkapmu,” ujar ibu Timun Mas.
“Iya ibu, aku tertolong berkat kantung yang diberikan Ibu. Akhirnya raksasa jahat itu mati tenggelam.” Timun Mas berkata sambil memeluk ibunya.
“Terima Kasih, Tuhan. Kau telah menolong dan menyelamatkan Timun Mas,” kata Ayah Timun Mas dengan penuh kegembiraan.
Mulai saat itu Timun Mas bersama keluarganya dapat hidup dengan tenang dan bahagia. Mereka tak takut lagi dengan raksasa jahat.