180 Peribahasa Jawa dan Artinya (Sarat Nasehat Hidup)

Peribahasa Jawa adalah salah satu kekayaan sastra budaya di masyarakat Jawa yang mengandung pesan-pesan bijak dan nilai-nilai positif di dalamnya. Peribahasa Jawa atau Paribasan Jawa hingga saat ini masih terjaga dengan baik dan kental dalam kehidupan masyarakat.

Peribahasa Jawa biasa digunakan oleh orang tua dalam menasihati anak-anaknya, juga dalam memberi sindiran ataupun teguran kepada seseorang.

Bentuk peribahasa Jawa memang sedikit ringkas dan mudah dihafalkan, tetapi memiliki makna yang padat, serta gaya penyampaiannya kadang langsung menusuk ke hati.

Berikut di bawah ini kami berikan kumpulan peribahasa Jawa dan artinya, lengkap dengan maknanya.

Peribahasa Jawa dan Artinya

  1. Ana dina, ana upa. (Ada hari, ada nasi).
    Artinya: Selama orang mau bekerja dengan tekun pasti akan mendapatkan sesuap nasi (rezeki). Peribahasa yang mirip yaitu: “Ora obah ora mamah” (tak mau bergerak (bekerja) tak memperoleh makan). Ini menjadi semboyan bagi orang kecil dalam menyemangati dirinya untuk bekerja.
  2. Ngundhuh wohing pakerti. (Memetik buah perbuatan sendiri).
    Artinya: Sebagaimana petani, ketika menanam padi pada saatnya nanti akan menuai padi, bukan jagung. Ini merupakan kiasan untuk orang yang melakukan perbuatan buruk pasti akan memperoleh keburukan pula di kemudian hari.
  3. Kebo gupak ajak-ajak. (Kerbau penuh lumpur mengajak kotor yang bersentuhan dengannya).
    Artinya: Ungkapan ini merupakan peringatan bahwa orang yang yang mempunyai sifat dan perbuatan buruk (kotor) cenderung suka mengajak (mempengaruhi) orang lain mengikuti perbuatannya. Oleh karena itu. jauhilah orang seperti itu atau jangan berdekatan dengannya.
  4. Anak polah, bapa kepradhah. (Anak meminta, bapak meluluskannya).
    Artinya: Ini merupakan peringatan bagi orang tua agar bertanggung jawab terhadap kehidupan anak-anaknya. Orang tua harus mempertimbangkan dengan cermat permintaan si anak, mengenai baik-buruk dan manfaatnya, agar tidak menimbulkan permasalahan dalam keluarga.
  5. Witing tresna jalaran saka kana. (Awal cinta karena biasa berdekatan).
    Artinya: Peringatan bagi laki-laki maupun perempuan agar berhati-hati dalam berteman, karena kedekatan (keakraban) dapat menumbuhkan cinta.
  6. Nabok nyilih tangan. (Memukul pinjam tangan orang lain).
    Artinya: Kiasan terhadap orang licik yang tidak berani menghadapi musuhnya secara terbuka, namun meminta tolong (bantuan) orang lain dengan sembunyi-sembunyi.
  7. Kekudhung walulang macan. (Berkerudung kulit harimau).
    Artinya: Gambaran orang yang berusaha mencapai keinginannya dengan menggunakan pengaruh dari penguasa atau orang yang ditakuti masyarakat.
  8. Becik ketitik, ala ketara. (Baik akan terbukti (diakui), buruk akan kelihatan sendiri).
    Artinya: Anjuran agar siapa pun tidak takut berbuat baik. Meskipun awalnya belum kelihatan, pada saatnya akan menemukan makna dan dihargai. Dan jika berbuat buruk, sepandai-pandainya menutupi akhirnya akan ketahuan juga.
  9. Emban cindhe, emban siladan. (Menggendhong dengan selendang, menggendong dengan rautan bambu).
    Artinya: Nasihat yang kebanyakan ditujukan pada orang tua (penguasa), agar tidak membeda-bedakan perhatiannya terhadap anak ataupun rakyat (bawahannya). Yang disukai jangan lantas diberi kemudahan sementara yang tidak disukai terus-menerus disakiti (dipersulit hidupnya).
  10. Kegedhen empyak kurang cagak. (Kebesaran atap kurang tiang).
    Artinya: Gambaran dari orang yang berbuat sesuatu melebihi kemampuannya. Dengan memaksakan diri, sebagaimana dikiaskan rumah yang atapnya terlampau besar (lebar) dengan sedikit tiang, besar kemungkinan rumah (cita-citanya) tidak dapat didirikan (terwujud). Misalnya terwujud (rumah dapat berdiri), konstruksinya akan rapuh sehingga mudah roboh dan akan menimbulkan masalah baru.
  11. Ngono ya ngono, ning aja ngono. (Begitu ya begitu, tapi jangan begitu).
    Artinya: Ungkapan ini merupakan peringatan agar orang tidak berbuat yang berlebihan sehingga menimbulkan permasalahan baru atau mengganggu orang lain. Contohnya, boleh saja orang menagih hutang yang lama tidak dibayar. tetapi jangan semata-mata dilakukan di depan umum, karena akan membuat malu orang yang ditagihnya.
  12. Tuna satak bathi sanak. (Rugi sedikit tak apa, asal tambah saudara).
    Artinya: Seorang pedagang yang menyadari bahwa laba bukan segala-galanya akan mengurangi sedikit laba yang diperoleh, sehingga para pembeli akan merasa senang karena harga barang jadi lebih murah dari pedagang lain. Akibatnya, mereka akan suka belanja kepadanya.
  13. Dudu sanak dudu kadang, yen mati melu kelangan. (Bukan saudara bukan kerabat, kalau mati Ikut kehilangan).
    Artinya: Ungkapan terhadap jasa seseorang yang cukup besar bagi masyarakat, sehingga ketika yang bersangkutan meninggal dunia semua orang akan merasa kehilangan.
  14. Rawe-rawe rantas, malang-malang putung. (Menghalangi diberantas, melintang ditebas).
    Artinya: Semboyan atau tekad untuk menghapus kezaliman yang mencengkeram masyarakat, apapun yang dihadapi akan dilawan karena sudah di luar batas perikemanusiaan.
  15. Kesandhung ing rata, kebentus ing tawang. (Tersandung di tempat yang rata, terbentur ke langit).
    Artinya: Suatu kejadian yang jarang imustahil) terjadi. Bagaimana mungkin di tempat rata orang bisa tersandung. dan kepala terbentur ke langit? Jika itu terjadi dikarenakan kurang hati-hati dan ceroboh. Ini merupakan peringatan agar orang selalu waspada dan berhati-hati dalam berbuat sesuatu.
  16. Cegah dhahar lawan guling. (Mengurangi makan dan tidur).
    Artinya: Model puasa (menahan hawa nafsu) yang melengkapi kehidupan sehari-hari agar cita-cita (keinginan) terkabul dan kehidupan menjadi lebih baik.
  17. Janma tan kena ingina. (Manusia jangan dihina).
    Artinya: Peringatan bahwa orang bisa saja berbeda antara isi dan penampilannya. Jika dilihat dari penampilannya mungkin akan keliru. karena banyak orang suka menyembunyikan (menyimpan) kemampuan yang jauh berbeda dengan apa yang kelihatan.
  18. Sadumuk bathuk, sanyari bumi, ditohi pati. (Menyentuh dahi (isteri), merebut sejengkal tanah, dilawan sampai mati).
    Artinya: Gambaran sikap laki-laki Jawa dalam mempertahankan kehormatan dan harga diri sebagai suami (dan isterinya) sekaligus dalam mempertahankan tanah air (bumi/tanah) sebagai warganegara. Ini berarti, kepemilikan perempuan (isteri) dan tanah (tempat tinggal) layak dipertahankan dengan darah.
  19. Utha-uthu nggoleki selane garu. (Ke sana-kemari mencari celah sawah yang dibajak).
    Artinya: Semangat seseorang yang terus berjuang tanpa lelah dan tidak malu dalam usaha mencari nafkah lewat pekerjaan apapun yang ada di sekitarnya.
  20. Kaya kali ilang kedhunge. pasar ilang kumandhange. (Seperti sungai kehilangan lubuk, pasar kehilangan gema).
    Artinya: Gambaran situasi dan kondisi zaman ketika adat kebiasaan dan tradisionalisme mulai terkikis, dan berganti dengan nilai-nilai baru yang belum sepenuhnya dimengerti oleh masyarakat.
  21. Kaya suruh lumah-kurebe beda, nanging yen gineget padha rasane. (Seperti daun sirih, warna atas dan bawahnya beda, tapi kalau digigit sama rasanya).
    Artinya: Misalnya, penilaian terhadap Belanda dan Jepang. Meskipun yang satu dari Eropa dan yang lain dari Asia, dulu tujuan datang ke Indonesia adalah sama. yaitu menjajah.
  22. Mburu uceng kelangan deleg. (Mengejar Ikan kecil (uceng) kehilangan tongkat (untuk menyeberangi sungai)).
    Artinya: Perumpamaan terhadap usaha memperoleh hasil yang relatif kecil dengan mengabaikan usaha lain yang telah dijalankan, akhirnya justru rusak.
  23. Sadawa-dawane lurung isih dawa gurung. (Sepanjang-panjangnya lorong masih lebih panjang kerongkongan).
    Artinya: Manusia suka menyebarkan informasi (berita) dari mulut ke mulut hingga dalam waktu singkat cepat menyebar ke berbagai kalangan.
  24. Ngelmu iku kelakone kan thi laku. (Menguasai ilmu itu tercapainya lewat proses (perjalanan) lahir maupun batin).
    Artinya: Menurut pandangan Jawa, ngelmu (menjadikan ilmu itu perilaku) penyerapannya memerlukan kekuatan indera batin serta penghayatan pribadi, bukan dengan aktivitas otak atau pikiran saja.
  25. Alon-alon waton kelakon. (Pelan-pelan asal tercapai).
    Artinya: Semboyan orang Jawa yang lebih mementingkan tercapainya tujuan, meskipun waktunya lama. Karena di Jawa juga ada nasihat yang berbunyi: “aja nggege mangsa” (jangan mempercepat atau mendahului musim). Jadi, berhasilnya citacita itu mempunyai waktunya sendiri (waktu yang tepat). Dan ketika berusaha mempercepat mungkin akan terjadi: kebat kliwat (terlampau cepat hingga terlewat), terjadi kegagalan karena melanggar kehendak alam yang telah digariskan Tuhan YME.
  26. Durung menang yen durung wani kalah, durung unggul yang durung wani asor, durung gede yen durung wani cilik. (Belum menang jika belum berani kalah, belum unggul jika belum berani rendah, belum besar jika belum berani kecil).
    Artinya: Ungkapan di atas merupakan kata mutiara yang merupakan bagian dari ajaran R.M. Sosrokartono (kakak R.A. Kartini) yang banyak dipakai dalam kehidupan batin orang Jawa. Sedangkan dalam bagian lain terdapat pula ajaran yang berbunyi: “Sugih tanpa bandha. digdaya tanpa aji, nglurug tanpa bala. menang tanpa ngasorake” ( kaya tanpa harta. sakti tanpa azimat (sesuatu yang dianggap memiliki kesaktian), menyerbu tanpa pasukan, menang tanpa merendahkan yang dikalahkan).
  27. Ewuh aya ing pambudi. (Sulit menentukan sikap dan bertindak).
    Artinya: Misalnya, seorang polusi lalu-lintas menangkap pelanggar di jalan raya. ternyata pelakunya adalah adiknya sendiri, maka sebagai penegak hukum dan sekaligus saudara dia akan kesulitan untuk bertindak menangani kasus tersebut.
  28. Angkara gung ing angga anggung gumulung. (Angkara murka dalam badan selalu menggelora).
    Artinya: Mengingatkan bahwa nafsu dalam diri manusia setiap saat bisa bergolak dan tak terbendung lagi, oleh karena itu diperlukan kewaspadaan dan cara yang tepat untuk mengendalikannya.
  29. Durung punjul keselak jujul, durung pecus keselak besus. (Belum menguasai keahlian keburu ingin tampak berlebih. belum berilmu ingin lekas pandai).
    Artinya: Sindiran kepada orang yang ingin dirinya tampak lebih menonjol baik dalam ilmu maupun ketrampilan, padahal sesungguhnya belum menguasai ilmu dan ketrampilan tersebut.
  30. Golek banyu apikulan warih, golek geni adedamar. (Mencari air berbekal sepikul air, mencari api berbekal pelita).
    Artinya: Mencari kebaikan hanya dapat ditemukan jika berbekal kebaikan pula. Mencari kebaikan dari orang lain harus memberikan kebaikan terlebih dulu kepada mereka. Tidak mungkin jika kita berbuat buruk (jahat) akan dibalas dengan kebaikan.
  31. Jer basuki mawa beya. (Untuk bahagia perlu biaya).
    Artinya: Untuk mendapatkan apa yang dicita-citakan perlu biaya. Biaya di sini dapat diartikan sebagai pengorbanan atau kerja keras. Tidak mungkin orang meraih impiannya dengan mudah.
  32. Aja ngomong waton, nanging ngomonga nganggo waton. (Jangan berbicara asal bicara, tetapi bicaralah menggunakan landasan yang jelas).
    Artinya: Nasihat agar dalam berbicara (berkomunikasi) menggunakan tata krama yang baik. Juga harus jelas apa yang akan disampaikan dan cara penyampaiannya, supaya tidak menimbulkan salah paham yang diajak berbicara.
  33. Aja rumangsa bisa, nanging bisaa rumangsa. (Jangan merasa bisa, tetapi bisalah merasa atau menggunakan perasaan).
    Artinya: Merasa bisa adalah sifat yang tidak terpuji karena dinilai sebagai manifestasi kesombongan, dan hasil kerjanya pun sering tidak sebaik yang dikatakan. Sedangkan dapat merasa atau dapat menggunakan perasaan adalah sifat yang baik karena merupakan landasan sikap tenggang rasa antar sesama.
  34. Bener luput. ala becik. begja cilaka, mung saking badan priyangga. (Benar salah, baik buruk, untung celaka, berasal dari badan sendiri).
    Artinya: Salah satu inti dari ajaran kejawen (segala hal yang berhubungan dengan adat dan kepercayaan Jawa) yang menyatakan bahwa apa yang diperoleh seseorang merupakan hasil dari perbuatannya sendiri dan bukan semata mata akibat dari perbuatan orang lain.
  35. Celak coloking Hyang Widi, momor pamoring sawujud. (Dekat cahaya Illahi, dan menyatu pada yang kasat mata).
    Artinya: Tujuan hidup orang Jawa yaitu mendekatkan diri kepada cahaya Illahi serta menyatu dengan kehidupan orang banyak.
  36. Curiga manjing warangka, warangka manjing curiga. (Keris menyatu dengan sarungnya, sarung menyatu dengan kerisnya).
    Artinya: Gambaran dari cita-cita ideal hubungan pemimpin dengan rakyat di Jawa. Di mana pemimpin memahami aspirasi rakyat dan mau menyantuni rakyat dengan baik. sedangkan rakyat bersedia mengabdikan diri kepada pemimpinnya.
  37. Yen wani aja wedi-wedi, yen wedi aja kumawani. (Kalau berani jangan takut-takut, kalau takut jangan sok berani).
    Artinya: Peringatan agar dalam bertindak jangan setengah-setengah. Orang harus berani dan bisa mengukur kemampuan diri sebelum melakukan suatu tindakan.
  38. Sinau maca mawi kaca. sinau maos mawi raos. (Belajar membaca dengan cermin, belajar membaca dengan rasa).
    Artinya: Hati kita juga berfungsi sebagai cermin untuk memantulkan perasaan orang lain. Sedangkan belajar membaca menggunakan rasa adalah belajar untuk menemukan makna kehidupan yang lebih luas. Ini merupakan salah satu inti ajaran R.M. Sosrokartono.
  39. Sabegja-begjaning wong kang lali, luwih begja kang eling (awan waspada. (Seberuntung-beruntungnya orang yang lupa, lebih beruntung yang ingat dan waspada).
    Artinya: dicuplik dari ajaran Ranggawarsita yang terkenal. Ungkapan ini mengandung peringatan agar jangan suka anut grubyug (ikut arus). Jika ingin begja (menemukan keberuntungan dan keselamatan) kapan dan di mana pun orang harus punya pendirian tegas, ingat kepada Tuhan. dan waspada terhadap segala kemungkinan.
  40. Rila lamun ketaman, kelangan nora gegetun. (Rela ketika tertimpa (menderita), kehilangan tidak menyesal).
    Artinya: Gambaran dari sukap tegar dalam mengarungi kehidupan. Seluruh sikap dan perbuatan dipertimbangkan dengan sungguh-sungguh, termasuk hal-hal yang tidak menyenangkan, sehingga cepat bangkit dan memikirkan hal-hal positif daripada menyesali apa yang telah terjadi.
Baca juga:  53 Puisi Anak SD Indonesia tentang Alam, Keluarga, dan Pendidikan

Paribasan Jawa

Paribasan yaiku unen-unen kang wis gumathok racikane lan mawa teges tartemtu. Dhapukaning paribasan awujud ukara utawa kumpulaning tembung (frase), lan kalebu basa pinathok. Racikaning tembung ora owah, surasa utawa tegese uga gumathok, lumrahe ateges entar. Tegese tembung lumereg, gumantung surasa lan karep kang kinandhut ing unenunen.

Paribasan ngemu teges: tetandhingan, pepindhan, utawa pepiridan (saemper pasemon). Kang disemoni manungsa, ulah kridhaning manungsa, utawa sesambunganing manungsa lan alam uripe.

Paribasan ana kang sisebut bebasan lan saloka. Diarani bebasan manawa lereging teges nggepok sesipatan utawa kaanan kang sambung rapet karo ulah kridhaning manungsa. Diarani saloka menawa lereging teges magepokan karo sing disemoni, disanepani, utawa dipindhakake.

  1. Abang abang lambe/mung dingo abang abange lambe/kanggo abang abang lambe
    – Tetembungan manis namung kangge samudana (ethok ethok); namung lamis kemawon
    – Perkataan atau perbuatan yang hanya di bibir saja atau hanya sekadar memenuhi syarat
  2. Abang ijoning negara
    – Becik lan alaning tatanipun nagari
    – Baik buruknya negara; adil tidaknya suatu masyarakat; apa yang akan terjadi pada negar
  3. Adol lenga kari busike
    – Ngedum punapa punapa badanipun piyambak boten keduman
    – Seseorang yang membagikan sesuatu kepada orang lain sampai sampai dia sendiri tidak kebagian
  4. Adol aweh tuku arep
    – Tetembunganipun tiyang sesadean, mratelakaken yen barangipun boten awis
    – Perlambang orang berjualan yang menandakan bahwa dagangannya murah
  5. Adigung
    – Ngendelake kaluhurane
    – Orang yang mengagung-agungkan keluhurannya
  6. Adiguna
    – Ngendelake kapinteran utawi kalangkunganipun
    – Orang yang mengagung agungkan kepandaiannya
  7. Adigang
    – Ngendel ngendelaken rosanipun, kadigdayanipun, kuwaosanipun
    – Orang yang mengagung agungkan kekuasaannya
  8. Adang angliwet
    – Tiyang sami brandonan angsal kasil, pandumanipun undha usuk. Pedamelan perlu karangkep kaliyan pendamelan sunah
    – Beberapa orang bersama sama berinvestasi pembagiannya secara berurutan; pekerjaan wajib perlu disertai pekerjaan yang sunah
  9. Abot telak karo anak
    – Namung ngrembag tedhanipun piyambak, boten ngrembag anakipun
    – Orang yang lebih mementingkan dirinya daripada anaknya sendiri
  10. Adedamar tanggal kapisan kapurnaman
    – Pados patulungan dhumatcng tiyang sancs dumadakan boten kanyana malah kcpanggih margi ingkang langkung sae
    – Mencari bantuan untuk menyelesaikan masalah kepada orang lain, tiba tiba mendapat bantuan yang lebih baik secara tak terduga, maka ketemulah jalan keluarnya
  11. Adeg-adeg anteb
    – Sinaunipun ngadeg lare alit, sinaosa asring tiba dangu dangu saged piyambak
    – Anak yang sedang belajar berdiri atau berjalan walaupun sering terjatuh, lama lama bisa juga.
  12. Adhang adhang tetesing embun
    – Nyadhong rejeki kanthi tanpa wonten upayanipun, namung ngajeng ajeng rejeki tiban
    – Menggantungkan rezeki datang tanpa berusaha apa pun; mengharapkan rezeki datang dengan sendirinya
  13. Adoh sami tumiyung celak sami mangling
    – Pralambang wibawaning nagari, kathah ingkang sami kepranan
    – Perlambang kewibawaan sebuah Negara, banyak yang mengagumi
  14. Adoh tanpa wangenan, cedhak tanpa gepokan
    – Pralambanging samubarang, pawongan utawi dzat ingkang celak sanget
    – Perlambang sifat Allah di dunia, jauh tak terbatas atau Maha Jauh dan Maha Dekat, bahkan melebihi dekatnya urat nadi manusia
  15. Aji godhong garing
    – wis ora ana ajine (asor banget)
  16. Akutha saksi/Asendhen aturing saksi
    – Gadhah seksi ingkang mitadosi sanget
    – Orang yang bergantung kepada saksi yang sangat dipercaya untuk membelanya di pengadilan.
  17. Akadang saksi
    – Mulang dhateng saksi
    – Seseorang yang terlibat persoalan pengadilan dan ia membujuk saksi untuk memudahkannya dalam memenangkan perkara
  18. Akeh sandhungane
    – Kathah alanganipun
    – Banyak halangan
  19. Aling-alingan katon
    – Mukiri samukawis prekawis, Wusana kejoderan
    – Berupaya menutup-nutupi perkara atau kesalahan namun akhirnya ketahuan juga
  20. Alas padhang ora madhang
    – Karusakaning papan ingkang dipun agem taumandang gawe njalari memala; rusaking wana njalari musibah ingkang ageng
    – Kerusakan tempat mencari nafkah akan membuat kelaparan; kerusakan ekosistem dan kelestarian alam akan membuat tragedi kemanusiaan yang mengerikan
  21. Amer punggung
    – Mendhet darbeking tiyang tanpa tembung
    – Mencuri atau mengambil sesuatu milik orang lain tanpa meminta izin dengan keperluan tertentu
  22. Ambuwang rasa nemu kuwuk
    – Mbucal barang awon, angsal lintu ingkang langkung awon
    – Tidak mau menerima atau membuang barang yangjelek namun mendapatkan barang yang lebih buruk dari sebelumnya
  23. Ambondhan tanpa ratu
    – Kumalungkung tanpa sumerep ing saru siku, ngangge kajengipun piyambak
  24. Ambidhung api rowang
    – Badhe maeka, patrapipun boten ngetawisi, api-api kanca
    – Orang yang berencana menipu tapi tidak tampak, berpura pura menjadi teman
  25. Ambalang tai
    – Nglampahi tumindak ala
    – Orang yang melakukan perbuatan buruk
  26. Ambegal sambi ngayang
    – Nglarani tiyang sanes kanthi sanget
    – Menyakiti orang lain dengan sangat
  27. Ambles atilar dana
    – Nggayuh kamulyan utawi luwar saking prakawis kanthi nyogok arta
    – Menyuap agar keluar dari permasalahan yang dihadapi
  28. Anjaring angin
    – Sugih weweka, mekani memanahanipun tiyang sanes
    – Sangat hati hati, orang yang berhati hati terhadap perasaan orang lain
  29. Anirma patra
    – Nyelaki prajanjian ingkang kaserat
    – Menghindar dari perjanjian atau kesepakatan tertulis
  30. Anirma dhustha
    – Ngesahaken pandang utawi durjana
    – Menghilangkan atau mengusir pencuri atau orang jahat
  31. Anirrna daya/pandaya
    – Ngilangaken kekuwataning mengsah; nyingkir saking prekawis ingkang boten saged karampungaken kanthi kekuwataning pribadhi
    – Menghindari kekalahan dengan menghilangkan kekuatan utama lawan; orang yang berupaya menghindari permasalahan yang mungkin tidak akan mampu diatasinya|
  32. Anirma lingga
    – Ngilang pados kaslametan piyambak
    – Lari menyelamatkan diri sendiri
  33. Anirma warsa
    – Ngowahi taun ingkang pesthi kangge kaperluan
    – Mengubah tahun kelahiran atau yang lainnya demi kepentingan pribadi atau sekelompok orang
  34. Anirma yukti
    – Ngilangkaken pepatutan
    – Menghilangkan kepatutan dalam melangkah
  35. Angon ulat ngumbar tangan
    – Ngawasaken plataning tiyang amargi badhe memendhet (nyenyolong)
    – Mengamat amati seseorang karena tampak akan mencur
  36. Angon mangsa
    – Pados wekdal ingkang prayogi
    – Mencari waktu yang terbaik
  37. Angon kosok
    – Pados wekdal ingkang prayogi
    – Mencari waktu yang terbaik
  38. Angon iriban
    – Mawi nyawang nyawang kawontenan
    – Dengan memperhatikan keadaan sekitar
  39. Angon angin
    – Pados wekdal ingkang prayogi
    – Mencari waktu yang terbaik
  40. Anggenthong umos
    – Wong kang ora bisa nyimpen wewadi.
  41. Ancik ancik ing pucuking eri
    – Cepeng damel tansah ngandhut kuwatos, boten angsal manah
    – Bekerja dengan tidak tenang terhadap kondisi resiko yang akan diterima
  42. Anak molah bapa kepradhah
    – Sangsara amargi kelakuaning anakipun
    – Menderita akibat kelakuan sang anak
  43. Ana gula ana semut (sok ana gula, akeh semute)
    – Uger kathah kamelikan kathah tiyang dhateng
    – Di suatu tempat yang menarik di situ pasti banyak orang menghampiri atau menginginkan
  44. Ana dina ana sega/upa
    – Boten perlu nusahaken tedha?
    – Tidak perlu mengkhawatirkan soal makan asalkan kita tetap berupaya pasti akan mendapatkannya; seseorang yang berupaya tentunya akan menuai hasil
  45. Ana dhaulate, ora ana bejane
    – Meh angsa! kabegjan nanging sande
    – Akan mendapatkan keberuntungan namun gagal
  46. Ana begjane, ora ana dhaulate
    – Nggayuh kamulyan tanpa srana bakal muspra
    – Orang berusaha, meraih kebahagiaan dan kemakmuran tanpa ada sarana yang mendukung akan sia sia
  47. Ana catur mungkur
    – Boten preduli (maelu) ginemipun tiyang
    – Menghindari bergunjing
  48. Ana bapang sumimpang
    – Nyingkiri reribet
    – Menghindari permasalahan yang rumit yang menjadi penghalang; menghindari risiko
  49. Ana banyu ana iwak
    – Papan panggenan ingkang sae utawi saged nguripi mesthi kathah ingkang nuhoni
    – Tempat yang bisa dijadikan tempat bergantung hidup pasti banyak yang mencari
  50. Ana ngarep nyandhungi, ana mburi nyrimpeti
    – Tiyang utawi prakawis ingkang tasah ngreribed lampah
    – Orang atau sesuatu yang selalu menghalangi langkah menuju keberhasilan
  51. Ana sethithik didum sethithik, ana akeh didum akeh
    – Cara andum prakawis utawi samubarang kanthi rata
    – Membagi sesuatu dengan sama rata
  52. Andaka atawan wisaya
    – wong kang kena prakara banjur minggat amarga duwe pangira bakal kalah prakarane
  53. Andaka ina tan wrin upaya
    – wong kang didakwa nyolong nanging ora ngaku, wasana kajibah nggoleki barang kang ilang
  54. Andhudhuk apus kependhem
    – Mbikak prckawis ingkang sampun sirep
    – Membuka kembali persoalan yang sudah lama ditutup
  55. Andum amilih
    – Ngedum samubarang nanging dipun pilih rumiyin saderengipun
    – Membagi sesuatu namun dipilih dahulu
  56. Anggalak racak
    – Mbangun nepsuning liyan, utawi mbangun dukaning tiyang sanes
    – Memancing amarah orang lain
  57. Anggampang tan wruh ing kunthara Manawa
    – Nganggep entheng prakawis nanging boten nggatosaken akibatipun
    – Menganggap ringan suatu masalah, tidak mengindahkan akibatnya
  58. Anggayuh ing tawang, pejah tan wicara
    – Boten kasil nggayuh gegayuhan ageng malah ngantos tilar boten wonten tilasipun
    – Orang yang tidak berhasil mencapai cita citanya, bahkan sampai meninggal tanpa ada hasilnya
  59. Anggayuh tuna
    – Boten kasil nggayuh gegayuhan ing tengahing lampah
    – Orang yang berusaha menggapai tujuan namun gagal di tengah jalan
  60. Anggawa ban serep
    – Gadhah dhemenan
    – Mempunyai selingkuhan
  61. Anggupita sabda
    – Ngerih ngerih tiyang sanes mawi kathah alesan
    – Meyakinkan orang lain dengan mengarang ngarang ide baru, membuat alasan-alasan persuasif
  62. Angin kejepit njerit
    – Alus basaning entut
    – Bahasa halus untuk kentut
  63. Angin silem ing warih
    – tumindak ala kanthi sesidheman
  64. Alus silem ing warih
    – Pralambanging manungsa karipta saking toya lan tansah mbetahaken toya
    – Perlambang bahwa manusia berasal dari unsure air, selalu membutuhkan air untuk hidupnya
  65. Angling angling
    – Ngamat ngamati kahanan saderengipun tumindak
    – Mengamati situasi sebelum bertindak agar tidak salah langkah
  66. Angkara murka budi candhala
    – Solah tingkah ingkang kedah dipun tebihi dening tiyang ngagesang
    – Perilaku yang harus dihindari manusia
  67. Anglesus gumeter
    – Pralambanging pristiwa ingkang dumadakan lan ngagetaken
    – Orang yang tiba tiba menaging hutang tidak pada waktunya dan mendesak harus cepat cepat dibayar
  68. Anglung angleng ganda unen ombyong ombyong
    – Tandhaning kadang tani milai nanem
    – Tanda para petani memulai menanam padi atau palawija
  69. Angrong pasanakan
    – Dhemenan kaliyan semahinpun tanggi
    – Berselingkuh dengan suami/istri tetangga
  70. Angus angus angadu pucuking eri
    – Ngadu tiyang ingkang sami ilmunipun
    – Dua orang dengan kemampuan yang sama saling beradu kepandaian
  71. Antem krama
    – Andum kanthi bobot ingkang sami
    – Pukul rata, memperlakukan sejumlah hal dengan pukul rata; memperlakukan sejumlah orang tanpa diskriminasi
  72. Apus karma
    – Apus sarana alus
    – Menipu dengan cara yang halus
  73. Apes jayane
    – Kawon
    – Kalah
  74. Arep jamure emoh watange
    – Ajeng kamelikanipun nanging boten ajeng kesangkut prekawisipun (ajeng ecanipun boten purun kangelanipun)
    – Mau enaknya tidak mau susahnya
  75. Arep nangkane emoh pulute
    – gelem kepenak emoh nglakoni rekasane
  76. Arda walepa
    – Centhula, mangsulaken pitakenipun tiyang
    – Orang yang angkuh
  77. Asok bulu bekti glondhing pengareng areng peni peni raja peni guru bakal guru dadi
    – Ngaturaken raja brana utawi samubarang ingkang dipun duweni pralambang pangabekti
    – Pemberian upeti dari bawahan kepada rata setiap tahunnya sebagai tanda tunduk dan taat, berupa harta benda emas permata yang indah dan mahal, berbagai barang yang masih mentah ataupun yan gsudah jadi
  78. Asor glondhong pengarem arem
    – Ngaturaken samubarang ingkang sae kanthi pangajap supados gancar sakathahing urusan
    – Member suap kepada pejabat atau seseorang yang mempunyai kekuasaan untuk memudahkan urusan yang diinginkan
  79. Asor kilang munggwing gelas
    – gunem manis tur marak ati lan bisa mranani sing krungu
  80. Asrah bongkokan
    – Pasrah ingkan saestu
    – Menyerah tanpa syarat kepada musuh, pasrah total kepada nasib dan pasrah terhadap segala apa yang terjadi atau yang akan terjadi
  81. Asu munggah ing papahan
    – Ngrabeni tilas semahipun sedherek sepuh
    – Menikahi mantan istri saudara tua
  82. Asu gedhe menang kerahe
    – Ingkang gadhah panguwaos punika mesthi menang
    – Orang yang mempunyai kekuatan atau kekuasaan besar pasti akan menang
  83. Asu belang kalung uwang
    – Tiyang asor nanging sugih
    – Orang kaya yang jahat atau jelek budinya
  84. Asu arebut balung
    – Pepadon tebaran barang sepele
    – Berkelahi atau bertarung yang disebabkan permasalahan yang sepele
  85. Asu marani gebug
    -njarag bebaya
  86. Asor timbang
    – Lelawanan kaliyan ingkang sanes timbangipun
    – Bermusuhan dengan yang tidak sebanding
  87. Ati karep bandha cupet
    – Temen ing niyat nanging boten gadhah panyengkuyungipun
    – Besar keinginan namun daya dukung rendah
  88. Ati bengkong oleh oncong
    – Gadhah niyat awon angsal margi
    – Punya niat jahat dan berhasil
  89. Ateken janggut, asuku jaya
    – Ngulandara dhatcng pundi pundi memadosi; nyambut damel dipun rencangi rekaos sanget
    – Mencari sesuatu sampai mengembara kemana mana; berkerja dengan sangat kesukaran
  90. Awak pendhek budi ciblek
    – Pawongan alit ingkang sae budinipun
    – Orang rendahan yang bersikap bersahaja, rakyat kecil yg sederhana dan rendah hati
  91. Bacin bacin yen iwak
    – Awona kados punapa yen kadang piyambak tansah dipun sengkuyung; sinaosa awon yen gadhahanipun piyambak tansah dipun ugemi
    – Walaupun buruk tetapi jika masih saudara sendiri akan selalu didukung; walaupun tidak bagus bila hanya itu miliknya tetap dipakai juga
  92. Baguguk ngutha waton
    – bangkang marang pamarentah
  93. Bahni anempuh toya
    – Mengsah ingkang langkung ageng utawi awrat
    – Melawan kekuatan yang jauh lebih besar, tentu dengan mudah dapat dikalahkan
  94. Bahni maya pramana
    – Dipun dakwa males ndakwa
    – Tertuduh yang mengumumkan kepada publik bahwa ia akan menggugat balik si penuduh
  95. Baladewa ilang gapite
    – Ical panguwaosipun
    – Lungkai karena kehilangan sesuatu yang sangat berarti
  96. Balung tinumpuk
    – Ngrabekaken anak kalih sesarengan
    – Menikahkan atau melakukan pesta dua pasangan atau lebih dalam satu waktu
  97. Balung peking
    – Tiyang ingkang sekeng
  98. Balung gajah
    – Tiyang ingkang sarwi kacekapan
  99. Balithuk kukum
    – budidaya ucul saka ing kukum utawa angger angger
  100. Banyu pinerang/banyu pinerang ora bakal pedhot
    – Pasulayaning sedherek mesthi cnggal pulih
    – Pertikaian antar saudara cepat selesainya
  101. Bandhol nggrompol
    – Tiyang alampah awon kempal kaliyan tiyang alampah awon
  102. (suwe) Banyu sinaring
    – Samukawis pedamelan ingkang enggal linampahan
    – Suatu hal yang cepat sekali selesainya
  103. Bang bang alum alum
    – Lika likuning ngaurip; tiyang ingkang gadhah kuwasa ngedalakcn katetapan
    – Suka duka kehidupan; orang kuat yang mempunyai kekuasaan untuk menentukan keputusan
  104. Bapa kasulah anak kapolah
    – Anak kajibah ing prekawising bapakipun ingkang sampun pejah
    – Kelakuan
  105. Bara tan bara
    – Tembung ingkang dipun agem sesumbar tumraping pagaweyan abot; tiyang ingkang sami ilmunipun dipun adu kanthi temen
    – Kata kata yang dipakai untuk sesumbar ketika menghadapi pekerjaan berat yang menandakan siap menghadapi; dua orang sama kuat saling bersaing, keduanya berusaha saling menjatuhkan lawan
  106. Batung sinang
    – nyela nyela wong guneman
  107. Basa candhala/basa parudha
    – Angkah ngagem basa ingkang awon kagem tantang tantangan
    – Menantang dengan kata kata buruk untuk menantang dan melemahkan mentalnya
  108. Basa kapracondha
    – Angkah nyuwun pangapura dhumateng tiyang ingkang dipunsalahi supados pikantuk pangaksama
    – Meminta maaf dahulu ketika melakukan kesalahan supaya meredakan amarah; seseorang yang mendapat perkara kemudian melapor kepada yang berwajib sebelum ada tuntutan agar mendapat keringanan
  109. Bathok bolu isi madu
    – Tiyang katingalipun asor nanging gadhah kalangkungan (kesagedan)
    – Orang yang kelihatannya hina tetapi banyak kepandaian
  110. Bathang ucap ucap
    – wong loro lungan liwat dalan kang gawat, ngemu baya pati
  111. Bathang gajah
    – Tilasanipun tiyang mulya sanajan dados asor inggih meksa taksih rowa tinimbang sancsipun
    – Orang kaya atau yang punya kekuasaan meskipun bangkrut ataupun sudah tidak punya kekuasaan lagi bahkan menjadi jelek di mata orang lain masih saja dinilai lebih dari yang lain
  112. Bathang lelaku
    – lunga ijen ngambah panggonan kang mbebayani
  113. Beluk ananjak
    – Tiyang ingkang wuta tuli
    – Orang yang bisu tuli
  114. Belo melu seton
    – Namung tumut tumut boten sumerep punapa punapa
    – Hanya ikut ikutan saja
  115. Bebek mungsuh mliwis
    – Tiyang pinter mengsah tiyang pinter namung kantun kirang ubet
    – Dua orang yang sama pintar saling bertikai; dua orang atau dua kelompok saling bertarung, salah satu lebih berpengalaman dari yang lain; orang dalam berlawanan dengan orang asing
  116. Bebek diwuruki nglangi
    – Tiyang sampun saged dipun wulang punapa punapa ingkang sampun sagedi
    – Mengajari orang yang sudah pandai dan ahli di bidang yang diajarkan tersebut
  117. Bebisik nguwuh uwuh
    – Wewadi ingkang kasimpen rapet kabukak nalika kabukak dening tiyang
    – Rahasia yang sudah ditutup tutupi, suatu ketika terbongkar ke masyarakat ketika ada yang membukanya
  118. Becik ketitik ala ketara
    – Solah tingkah bakal kaconangan ing pungkasane
    – Baik atau buruk perbuatan pada akhirnya akan ketahuan
  119. Benceng ceweng
    – Bingung; tiyang ingkang wiwitane raket nanging rikala nemu prekawis tansah sulaya ing panemu lan boten saged nyawiji malih
    – Dua orang atau lebih yang punya pemikiran awal sama, tetapi ketika menghadapi suatu masalah, berlawanan sikapnya dan tidak bisa disatukan
  120. Beras wutah arang bali menyang takere
    – barang kang wis owah ora bakal bali kaya maune
  121. Bidhung apirowang
    – Niyate ngrencangi pungkasane nyusahaken ingkang dipun ewangi
    – Niatnya mau membantu, tapi justru merepotkan yang dibantu
  122. Bima akutha wesi
    – wong gedhe kang kukuh panguwasane
  123. Binda upaya
    – Upaya ingkang licik
    – Berusaha memenangkan persaingan dengan cara yang licik
  124. Bisa njara langit
    – Pinter sanget
    – Sangat pintar
  125. Blilu tau pinter durung nglakoni
    – Sanajan dereng mangertos nanging sampun saged nindakaken
    – Orang yang bisa melakukan suatu hal meskipun belum pernah mengerti atau belajar
  126. Blaba wuda
    – Kaliwat lomane
    – Karena terlalu pemurah hingga kehabisan dan menyulitkan diri sendiri
  127. Bolu rambatan lemah
    – Prakawis ingkang embet embetan tanpa wasana
    – Masalah yang meluas dan tidak ada selesainya
  128. Bondhan tanpa ratu
    – mbangkang marang nagara
  129. Bramara mangun lingga
    – wong lanang gumagusan ing ngarepe wong wadon kang disiri
  130. Brekithi angkara madu
    – wong kacilakan marga barang kang banget dikaremi
  131. Bumi pinendhem
    – Andhap asor sanget
    – Bersikap susila
  132. Budhug mumuk
    – Tiyang doyan nedha doyan tilem
    – Orang yang aktivitasnya lebih banyak makan dan tidur
  133. Bubuk oleh eleng
    – Gadhah niyat awon angsal margi
    – Orang yang mempunyai niat jelek dan mendapatkan jalan untuk melancarkannya
  134. Buru kidang lumayu
    – nguyak samubarang kang durung karuwan wekase
  135. Buwang rase nemu kuwuk
    – nyingkiri piala, nanging malah nemu piala kang luwih saka ala
  136. Buwang tilas
    – rewa rewa ora mentas tumindak pagawe ala
  137. Bung pring petung
    – bocah kang longgor (gelis gedhe)
  138. Buntel kadut, ora kinang ora udut
    – wong nyambut gawe borongan, ora oleh opah dhuwit, mangan, lan udut
  139. Busuk ketekuk, pinter keblinger
    – Sing bodho lan sing pinter padha nemu cilaka
  140. Buru uceng kelangan deleg
    – nguyak barang sepele kelangan barang sing aji
  141. Byung byung tawon kambu
    – Tiyang keklempakan, boten sumerep ing rembag namung kelu ing pawartos, baten sumerep yektosipun
    – Orang yang ikut berkumpul tetapi tidak tahu apa yang sebenarnya dibicarakan