31 Kata Kata Gusdur tentang Kehidupan, Ilmu, Politik dan Jabatan

Kata Kata Gus Dur – Sepanjang karirnya sebagai intelektual Muslim, KH. Abdurrahman Wahid atau lebih akrab dikenal Gus Dur telah menghasilkan banyak karya tulis berupa opini atau artikel, makalah, dan sebagainya yang dimuat oleh sejumlah media di Tanah Air maupun mancanegara.

Seorang peneliti yang telah melakukan studi bibliografis yang dilakukannya, telah ditemukan tidak hanya kata kata Gus Dur, tetapi ada 493 buah tulisan Gus Dur sejak awal 1970-an hingga awal tahun 2000. Jika dihitung hingga akhir hayatnya (30 Desember 2009), tulisan-tulisan tersebut bisa mencapai 600 buah lebih.

Karya intelektual yang ditulis selama lebih dari dua dasawarsa itu dapat diklasifikasikan ke dalam delapan bentuk tulisan, yakni tulisan dalam bentuk buku, terjemahan, kata pengantar buku, epilog buku, antalogi buku, artikel, kolom, dan makalah. Di sana kita akan menemukan kata bijak Gusdur, dan berbagai wejangannya dalam kehidupan.

Dari data tersebut, menunjukkan bahwa KH. Abdurrahman Wahid tidak sekadar membuat kata kata, pernyataan dan melakukan aksi-aksi sosial politik, kebudayaan, dan pemberdayaan masyarakat belaka, tetapi juga merefleksikannya ke dalam berbagai tulisan.

Semoga kumpulan kata kata bijak Gus Dur bermanfaat dan memberikan pencerahan serta inspirasi tak terkira bagi siapa saja seluruh anak bangsa.

Kata Kata Gus Dur tentang Kehidupan

Kata Kata Gus Dur
oknews.co.id

“Esensi Islam tidak terletak pada pakaian yang dikenakan, melainkan pada akhlak yang dilaksanakan.”

Peran agama sesungguhnya membuat orang sadar akan fakta bahwa dirinya bagian dari umat manusia dan alam semesta.

Jika kita merasa Muslim terhormat, maka kita akan berpuasa dengan menghormati orang yang tidak puasa.

Tidak penting apa agama dan sukumu, kalau kamu bisa melakukan sesuatu yang baik untuk semua manusia, maka orang tidak pernah tanya apa agamamu.

Memuliakan manusia berarti memuliakan penciptanya. Merendahkan manusia berarti merendahkan dan menistakan penciptanya.

Islam datang bukan untuk mengubah budaya leluhur kita menjadi budaya Arab. Bukan mengubah ‘aku’ menjadi ‘ana’, ‘sampean’ menjadi ‘antum’, ‘sedulur’ menjadi ‘akhi’ …
Kita pertahankan milik kita, kita harus serap ajarannya, tapi bukan budaya Arabnya.

“Kita harus mengubah moralitas masyarakat dengan sabar, agar sesuai dengan ajaran-ajaran Islam yang kita yakini kebenarannya, dengan memberikan contoh yang baik bagi wahana utama moralitas yang berlaku di tengah-tengah masyarkat.

Kata Bijak Gus Dur tentang Politik

Kata Bijak Gus Dur
suaraislam.co

“Kosmopolitanisme peradaban Islam tercapai atau berada pada titik optimal, manakala tercapai keseimbangan antara kecenderungan normatif kaum Muslim dan kebebasan berpikir semua warga masyarakat (termasuk mereka yana non-Muslim).”

“Sebuah agenda baru dapat dikembangkan sejak sekarang untuk menampilkan kembali universalitas ajaran Islam dan kosmopolitanisme peradaban Islam di masa mendatang. Hal ini diperlukan, mengingat kaum Muslim sudah menjadi kelompok dengan pandangan sempit dan sangat eksklusif, sehingga tidak mampu lagi mengambil bagian dalam kebangunan peradaban manusia yang akan muncul pasca-industri nanti.”

“Salah satu syarat bagi kebangkitan kembali sebuah peradaban dunia sudah terpenuhi oleh peradaban Islam yaitu persambungan elemen-elemen kehidupannya, sehingga membentuk kerangka tangguh bagi kebangkitan kembali itu sendiri’.”

“Kaum muslimin masa kini memang tidak dituntut untuk menyamai penemuan para sarjana masa lampau, dari al-Kindi sampai penemu Muslim tak dikenal yang menemukan besi hitam tak berkarat di India pada masa kejayaan dinasti Mugal. Tetapi mereka dituntut untuk menerapkan dan menafsirkan kembali penemuan-penemuan sesuai kebutuhan hakiki umat manusia, tugas yang jauh lebih berat dari tugas penemuan itu sendiri.”

”Kamu muslimin masa kini tidak dituntut menghasilkan karya agung sastra dunia seperti Kalilah Wa Dimnah. Tetapi mereka diberi kemampuan untuk memberi arti baru kepada kehidupan melalui karya itu, yang juga bukan tugas lebih ringan, yaitu meneruskan tradisi secara dinamis sauh lebih berat dan suka! daripada membuat tradisi itu sendiri.”

”Kaum muslimin masa kini tidak dituntut untuk mendirikan aliran-aliran Hukum Islam, seperti mazhab-mazhab (fikih yang empat, atau aliran Teologia Islam, seperti mazhab tauhis aI-Asy’ariyah dan al-Maturidi ataupun al-Ghazali, tetapi mereka diharuskan menerapkan secara kreatif ketentuan-ketentuan yang diletakkan ke semua mazhab itu dalam situasi kehidupan yang modern, sebuah proses penafsiran kembali yang sauh lebih sulit dari mendirikan ke semua mazhab itu sendiri.”

“Dalam proses perubahan Sosial, agama hanya berfungsi suplementer dan hanya menyediakan “sarana” bagi proses perubahan itu sendiri, bukan agama yang membuat perubahan itu.”

“Dunia itu berkembang menurut perkembangan ‘dunia’-nya sendiri. Agama hanya memengaruhi sejauh dunia siap dipengaruhi, tidak lebih dari itu.”

Quotes Gus Dur tentang Ilmu

Quotes Gus Dur
phinemo.com

“Begitu agama mengubah dirinya menjadi penentu, tidak lagi hanya memengaruhi tetapi menentukan, maka dia telah berubah menjadi duniawi. Kalau hal ini yang terjadi, pada gilirannya dia bisa mengundang sikap represif. Agama menjadi represif, untuk mempertahankan dirinya.”

Ajaran agama baik yang paling mendalam dan fundamental, yang sangat doktriner maupun ajaran-ajaran praktis, dalam proses pembentukan tingkah-laku masyarakat yang menganutnya akan membentuk sistem nilai yang oleh Koentjaraningrat dikategorikan dalam bentuk wujud kebudayaan sebagai kompleks ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya.”

“Proses terjadinya pemahaman 36 kembali isi ajaran-ajaran agama dapat disebabkan oleh terjadinya reaksi terhadap adanya perubahan yang terjadi di luar agama itu, tapi juga di dalam ajaran agama itu sendiri dimungkinkan adanya proses pemahaman baru.”

“Pada dasarnya, setiap agama memiliki watak transformatif, yaitu berusaha menanamkan nilai-nilai yang baru dan menggantikan nilai-nilai yang lama yang dianggap bertentangan dengan ajaran-ajaran agama.”

“Dengan watak transformatifnya agama tidak selalu menekankan segi-segi harmoni dan aspek-aspek integratif dalam kehidupan masyarakat, tetapi sering kali justru menimbulkan konflik-konflik baru karena misinya yang transformatif itu mendapat tantangan dari sebagian anggota masyarakat.”

“Pemahaman kembali terhadap ajaran-ajaran agama sering kali mengambil tema ‘kembali kepada ajaran yang benar atau kembali kepada ajaran yang asli’. Itulah sebabnya dalam setiap gerakan reformasi dalam Islam misalnya, selalu diambil tema kembali kepada Alquran dan Hadis.”

“Proses pemahaman baru atas ajaran agama tidak selalu diikuti oleh munculnya organisasi gerakan reformasi. Ia dapat tumbuh dalam suatu grup keagamaan tanpa munculnya beberapa eksponen pembaharu dalam paham-pahamnya, atau justru lalu ia mengambil bentuk memperkuat posisi grup keagamaan yang lama itu dalam usaha menghadapi grup-grup yang akan mengancam eksistensi atau dominasinya.”

“Pemahaman ajaran-ajaran Islam akan terus-menerus mengalami pembaharuan sesuai dengan aspirasi yang terus berkembang di kalangan masyarakat yang memeluknya.”

Nasehat Gus Dur

Nasehat Gus Dur
netralnews.com

“Mahdinisme, dalam pengertian historisnya selalu hanya dianggap sebagai protes politik. Tetapi sebenarnya gerakan ini pada dirinya adalah protes sosial, walaupun biasanya memiliki kaitan dengan dan didasarkan atas klaim politik.”

“Dalam melancarkan protes sosial, Mahdinisme tidak hanya mengambil bentuk tunggal bagi gerakan-gerakannya, melainkan muncul dalam bermacam-macam bentuk, samping unsur utamanya sebagai gerakan mesianis.”

”Bentuk-bentuk gerakan Mahdinisme antara lain revivalisme, milenarianisme, sektarianisme, perang sabil, dan nativisme. Kesemua bentuk itu tidak berdiri sendiri, melainkan merupakan unsur-unsur yang saling mendukung, yang sudah tentu berbeda-beda pula kadar susunan masing-masing dari satu gerakan ke gerakan lain, sehingga memiliki penamaan yang lain pula.”

“Tugas pokok intelektual adalah mempertahankan kebebasan berpikir, bukannya membunuh kebebasan berpikir.”

“Intelektualisme hanya muncul dari kebebasan berpikir. Konsekuensinya kita tidak boleh ‘giring-giring’ atau demi efektivitas harus ada keseragaman pendapat. Hargai pula pluralitas dengan menganggap mereka yang berada di luar sebagai orang mandiri.”

“Kancah intelektualitas itu milik bersama umat manusia. Tidak bisa Islam mengatakan sumbangan lebih besar dari yang lain.”

“Tentang kecintaan, kasih sayang, penghargaan yang tulus kepada umat manusia, apa pun agama atau keyakinannya pada dasarnya sama-sama mengabdi pada manusia. Hanya ajarannya yang berbeda.”

“Pintu masuk paling strategis bagi penyusunan sebuah program pengkajian keagamaan Islam yang berlingkup luas adalah (1) wilayah kajian (study areas) dan (2) beberapa pendekatan yang diperlukan untuk membuat penelitian yang lebih berkelayakan (Feasible researches).”

Wejangan Gus Dur

Wejangan Gus Dur
boombastis.com

“Alquran sendiri, sebagai sumber utama pemikiran kaum muslimin dan sendi ajaran Islam, sebenarnya berwatak lokal, penggambaran surga sebagai ‘susu dan madu yang mengalir bak sungai’, buah-buahan yang didambakan oleh manusia penghuni padang pasir, dan pengertian-pengertian bangsa Arab akan kehidupan, merupakan wahana utama untuk menyampaikan pesan-pesan universal yang dibawakan Islam.”

“Kalau ada dua orang mengatakan Allah berfirman, “Hari ini telah kusempurnakan bagi kalian agama kalian, kusempurnakan nikmat-Ku bagi kalian dan Ku-relakan bagi kalian Islam sebagai agama kalian” (Al yauma akmaltu lakum diinakum wa atmamu a’alaikum nikmati wa-radhitu lakum al-Islamadinan), maka hendaknya dipahami bahwa yang dimaksud di sini adalah prinsip-prinsip saja. Hukum-hukum rincian bukanlah yang dimaksud oleh firman Allah tersebut.”

“Memang, Islam adalah agama yang sempurna dalam prinsip-prinsipnya, tetapi hukum-hukum rincian di dalamnya akan terus berkembang sesuai dengan tuntutan zaman. Inilah yang dimaksudkan dengan ungkapan: Islam sesuai dengan tuntutan zaman dan tempat (Al-lslam yashluhu kulla zamanin wal makanin).”

“Syariah sebagai kompendium hukum Islam (Fi’qh) dapat mengalami perubahan-perubahan, tanpa kehilangan keasliannya. Karena itu kita lihat dalam literatur fi’qh, para sarjana Islam masa lampau selalu ‘bertengkar’ dan berbeda pendapat tentang hukum agamanya tanpa “sungkan-sungkan.”

“Sekarang ini dunia pemikiran keislaman telah mengalami perubahan sangat besar. Ia tidak lagi hanya bersandar kepada Syariah, melainkan juga pada sendi-sendi lain, seperti Tauhid (ilmu ketuhanan) dan Tasawuf (Spiritualitas). Karenanya kita melihat adanya perubahan fundamental dalam pemikiran kaum muslimin mengenai kehidupan.”

Al-Zaribi seorang profesor ahli kajian Islam di Universitas Yarmuk (Jordan), mengemukakan sebuah gagasan yang sangat menarik. Kalau selama ini kita menerima dua macam Addilah/pembuktian dalam bentuk Addilah Naqliyyah (dalil-dalil berupa sumber tertulis/formal) dari kitab suci Alquran, Hadis, dan Addilah Al’ Aqliyyah (Pembuktian akal), maka ia mengusulkan adanya sebuah pembuktian yang lainnya, yaitu pembuktian intuitif (Addilah Dzauqiyyah). Pembuktian terakhir ini yang sangat banyak digunakan oleh Al-Ghazali dalam magnumopus (karya besar), Ihya’ulum al-din.”

“Terjadinya penafsiran ulang (reinterpretation) sebagai bagian mutlak dari perkembangan agama Islam. Dengan demikian, penulis tidak hanya melihat ajaran-ajaran resmi agama sebagai sesuatu yang statis (tetap) saja melainkan sebagai proses yang tidak pernah berhenti.”

“Menurut ajaran formal Islam, pengaturan kehidupan bermasyarakat harus diselaraskan dengan semua ketentuan-ketentuan wahyu yang datang dari Allah. Pengaturan hidup secara revelation (walaupun memiliki wawasan pragmatis dan rasionalnya sendiri untuk dapat menampung aspirasi kehidupan nyata), bagaimanapun juga tidak mungkin akan berdamai sepenuhnya dengan gagasan pengaturan masyarakat secara rasional sepenuhnya.”

“Walaupun Marxisme bersandar pada ajar-anja determinisme-materialistik (dalam jargon sosialisme dikenal dengan nama historis-materialisme), dan dengan demikian Marxisme-Leninisme mendasarkan idiologinya sampai titik tertentu pada acuan tersebut, tetapi orientasinya kepada “sikap aksional” tetap tampak sangat nyata. Justru acuan deterministik yang mendorong kaum Marxis termasuk Marxis-Leninis, untuk mempersoalkan struktur kekuasaan dan tindakan terprogram dalam memperjuangkan dan kemudian melestarikan struktur masyarakat yang mereka anggap sebagai bangunan kehidupan yang adil.