Dengan membaca dongeng cerita pengantar tidur, secara tidak langsung akan membantu pembentukan karakter dalam tumbuh kembang anak. Sebab, kumpulan “Dongeng Sebelum Tidur” di bawah ini mengandung nilai-nilai yang mendorong anak untuk selalu berbuat kebajikan, sifat terpuji, dan memiliki akhlak yang mulia.
Selain itu, pada kumpulan dongeng sebelum tidur ini disajikan dengan bahasa yang mudah dipahami, ilustrasi yang menarik, dan kisah-kisah unik, yang masih jarang didengar.
Mari kita mengisi waktu sebelum tidur dengan hal yang bermanfaat. Agar kisah-kisah dongeng anak untuk pengantar tidur yang ada di dalam post ini, dikenang hingga dewasa, dan masa kecil menjadi penuh makna.
Dongeng Sebelum Tidur untuk Anak-anak
1. Angsa Bertelur Emas dan Penyihir Jahat
Seorang gadis cilik hidup sebatang kara di sebuah desa. Yang ia miliki hanyalah seekor angsa mungil yang cantik peninggalan kedua orang tuanya.
Seiring berjalannya waktu, angsa dan gadis kecil itu semakin tumbuh besar. Hingga suatu hari saat angsa bertelur, gadis cilik itu terkejut karena angsa tidak bertelur seperti biasa. melainkan bertelur sebuah telur emas.
Mengetahui angsa miliknya dapat bertelur emas, gadis cilik itu sangat senang, Ia pun menjual telur emas itu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Suatu hari gadis cilik dan angsanya bertemu dengan seorang pengemis. Ketika itu gadis cilik hendak menjual telur emas yang akan digunakan untuk membeli makanan.
Saat melihat pengemis itu, gadis cilik merasa sangat iba. Ia pun memberikan telur emas miliknya kepada pengemis. Pengemis sangat berterima kasih pada gadis cilik itu. Beberapa hari kemudian. saat gadis cilik berjalan-jalan dengan angsa miliknya.
Ia bertemu dengan seorang kakek tua yang sedang menangis. Gerobak miliknya rusak parah karena ditabrak sekumpulan domba. Gadis cilik yang merasa iba, memberikan telur emas miliknya pada kakek tua itu untuk membeli gerobak yang baru.
Cerita gadis yang memiliki angsa bertelur emas tersebar hingga ke penjuru negeri. Se orang penyihir jahat yang mengetahui tentang telur emas itu pun berniat mencari tahu.
Penyihir jahat pun menyamar menjadi seorang nenek. Saat melihat gadis cilik dan angsanya lewat. ia memanggil gadis cilik itu.
“Gadis cilik yang cantik dengan seekor angsa, sudikah kiranya kau membantu Nenek, cucu Nenek sedang sakit dan membutuhkan obat,” ujar penyihir jahat berbohong.
“Baiklah, Nek, aku memiliki satu telur dan dapat Nenek gunakan untuk membeli obat serta makanan, semoga cucu Nenek lekas sembuh ya, Nek.” Gadis cilik pun berlalu.
Saat penyihir melihat telur angsa pemberian gadis cilik itu benar-benar terbuat dari emas, ia merasa tidak puas dengan hanya memiliki satu telur. Ia menginginkan lebih banyak telur emas dari angsa itu.
Penyihir jahat itu pun merencanakan sesuatu. Ia ingin mencuri angsa milik gadis cilik.
Saat malam tiba, penyihir mengendap-endap ke rumah sang gadis untuk mengambil angsa. Gadis cilik yang tengah tidur pulas tidak menyadari bahwa angsanya akan dicuri. Namun, angsa mengetahui bahwa ada seorang penyihir jahat yang hendak membawa pergi dirinya.
Angsa itu melepaskan beberapa bulu dari tubuhnya, sebelum akhirnya penyihir membawanya jauh ke dalam hutan, ke tempat tinggal penyihir jahat.
Saat penyihir tiba di rumahnya, ia menyuruh angsa itu untuk bertelur. Angsa pun bertelur, namun alangkah terkejutnya penyihir saat melihat telur yang keluar bukanlah telur emas.
Telur yang ia terima hanyalah telur biasa, bahkan saat ia membuka cangkangnya, telur itu adalah telur busuk. Penyihir yang marah mengetahui angsanya tidak bertelur emas, memaksa angsa untuk terus bertelur. Namun, tidak ada satu telur pun yang merupakan telur emas. Semua telur yang dikeluarkan adalah telur busuk.
Sang penyihir semakin marah. Ia pun membelah perut angsa itu, berharap menemukan telur emas di dalamnya. Namun, penyihir harus menelan kekecewaan karena tidak ada satu telur emas pun di dalam perut angsa.
Saat gadis cilik mengetahui angsanya telah pergi, ia sangat sedih. Ia mengira sahabatnya itu pergi karena sudah tidak ingin bersamanya lagi. Ia merasa bersalah karena ia mengira angsa telah lelah bertelur dan meninggalkan dirinya.
Gadis cilik melihat beberapa helai bulu angsa tergeletak. Ia pun mengambil bulu-bulu angsa itu. Ia menyimpan bulu angsa itu baik-baik karena hanya itu yang dapat mengingatkan dirinya pada angsa yang telah bersamanya sejak lama. Bulu-bulu itu disimpannya di dalam sebuah kotak.
Keesokan harinya saat gadis cilik membuka kotak yang berisi bulu angsa, ia terkejut karena bulu angsa itu sudah berubah menjadi beberapa helai kain. Gadis cilik yang keheranan mengambil kain itu. Saat menyentuhnya ia merasa seperti tengah menyentuh angsa miliknya yang hilang.
Ia pun menenun kain untuk menjadikannya sebuah baju. Setelah berhasil membuat sebuah baju. ia kembali membuka kotak tempat menyimpan bulu angsa.
Alangkah terkejutnya ia karena kembali mendapati kain yang lembut seperti bulu angsa di dalam kotak. Begitu setiap harinya. Gadis cilik akhirnya menjadi pembuat dan penjual baju, karena setiap ia membuka kotak, ia mendapat kain yang lembut seperti bulu angsa.
2. Asal Mula Madu
Pada suatu siang yang terik, sang matahari tak henti-henti memancarkan sinarnya. Sekuntum bunga terlihat kelelahan, ia sangat layu. Bunga hanya bisa menunggu sore, saat matahari tergelincir dan sinarnya tak lagi terik dan menyilaukan.
Saat itu suasana akan sejuk, hingga malam tiba dan matahari kembali di pagi hari. Saat itulah yang paling ditunggu-tunggu oleh bunga. Suasana yang sangat sejuk dan teduh.
Bunga terlihat sedikit lelah, karena beberapa ekor ulat bergelantung di dahan kecilnya dan bersembunyi di balik daun-daunnya. Membuat rantingnya menjuntai menahan berat ulat yang bertubuh gendut itu. Ulat itu menggerogoti sebagian daunnya yang berwarna hijau.
Bunga merasa sedih, ia tumbuh dengan menyerap air dan nutrisi menggunakan akarnya dari dalam tanah, ulat datang dengan kaki-kakinya yang melekat dan memakan satu per satu daun milik bunga.
Dari kejauhan ada seekor lebah hinggap di pohon yang jauh lebih besar dari bunga. Ia memperhatikan bunga yang sejak tadi kepanasan dan kelelahan, serta wajah kesalnya pada ulat yang menikmati daun-daun miliknya. Lebah pun tersentuh untuk mendekati bunga.
“Bunga, kau terlihat sangat lelah dan layu, mau aku bawakan sedikit air untuk menyiramimu?”
“Tidak perlu lebah, aku sudah terbiasa seperti ini, aku akan kembali segar saat matahari berada di ufuk barat.”
“Bunga, aku melihatmu sebagai sosok yang sangat hebat. Kau berdiri tegak walau tangkaimu tak begitu besar. Daun-daun segarmu dibiarkan dimakan ulat, padahal kau dengan susah payah mencari makanan dari dalam tanah. Mahkotamu yang indah membuat manusia menyukaimu dan dengan mudahnya mereka memetiknya dari tangkaimu,” kata lebah dengan penuh rasa bangga pada bunga.
“Hidupku yang tidak begitu lama ini ingin aku manfaatkan sebaik-baiknya untuk dapat berguna bagi makhluk lain. Aku sudah sangat bersyukur karena di dalam tanah tempatku berpijak, tersimpan begitu banyak makanan enak yang membuatku begitu cepat tumbuh besar. Aku juga berterima kasih pada matahari karena sinarnya telah membantuku dalam proses penyerapan makanan. Semua itu aku dapatkan dengan gratis.” Lebah mengangguk mendengar penjelasan bunga.
“Aku ingin sepanjang hidupku, dapat bermanfaat bagi semuanya. Kau tahu, Lebah? Di dalam kelopak bungaku terdapat sari bunga yang jika kau minum akan terasa manis dan kau pasti suka,” tambah bunga. Lebah merasa sedikit ragu, apakah bunga ingin menipu dirinya ataukah memang benar yang ia katakan.
“Cobalah, kupu-kupu melakukan itu dan mereka sangat suka karena rasanya yang enak dan manis.” Lebah pun menuruti yang dikatakan bunga.
Lebah yang ragu mencicipi sedikit sari bunga, matanya terbelalak seketika dan ia pun langsung meminum sari bunga yang ada di dalam kelopak bunga temannya itu. Bunga hanya tersenyum melihat lebah yang menyukai sari bunga miliknya.
“Kau bisa datang setiap hari ke sini. Aku akan membuatkanmu sari bunga paling manis. Namun, aku memintamu satu hal. Hidupku tidak akan lama, jadi sari-sari yang menempel pada tubuhmu itu tolong sebarkan pada bunga-bunga lain agar tumbuh bunga-bunga baru menggantikanku.” Lebah pun setuju.
Setelah menyerap sari bunga ia pun menyebarkan serbuk sari bunga pada bunga lain agar ia tumbuh menjadi bunga baru.
Tak lama kemudian, lebah datang lagi untuk ke sekian kalinya pada bunga. Namun, ternyata sang bunga telah mengering dan mati. Lebah sedih atas kepergian sahabatnya itu. Namun, ia melihat begitu banyak bunga lain yang tumbuh di sekitarnya, mereka tampak subur.
Lebah pun ingin dirinya bermanfaat bagi makhluk lain. Sari bunga yang ia minum dari kelopak bunga, dibuatnya menjadi sebuah madu. Madu sangat bermanfaat bagi manusia, banyak manusia yang mencari madu yang dihasilkan lebah untuk dijadikan obat, vitamin, ataupun yang lain.
3. Ayam Hutan yang Pandai
Di hutan ada seekor ayam hutan betina dengan tiga anaknya. Setiap hari ia berkeliling hutan mencari biji-bijian sebagai makanannya. Saat mencari makanan, sering kali ayam hutan itu harus menempuh perjalanan yang sulit.
Suatu hari ia harus menyeberangi sungai yang airnya deras. Ayam hutan tahu, kakinya yang kecil tak akan mampu menahan arus air sungai jika harus menyeberang sendirian.
Tak lama kemudian muncul seekor buaya. Tubuh buaya yang besar dan garang itu sempat membuat ayam hutan gemetar. Namun, demi mencari makanan untuk anak-anaknya, ia pun memberanikan diri.
“Buaya yang gagah, aku punya sebuah teka-teki. Jika kau sanggup menjawab teka-tekiku, makanlah aku. Namun, jika kau tidak bisa menjawab, maka antarkanlah aku ke seberang sana.”
“Baiklah” jawab buaya yang kebetulan sedang lapar itu.
“Apakah kau tahu ada berapa jumlah gigimu, Buaya?” tanya ayam hutan.
Buaya tercengang, ia tak menyangka pertanyaan ayam akan seperti itu, baginya pertanyaan ayam itu sangat sulit. Jika ia tahu akan ada yang bertanya mengenai giginya, ia bisa saja menghitung terlebih dahulu.
Tapi kini, ia tak mungkin menghitung saat ayam telah menanyakan itu. Buaya pun berpikir lama, mungkin ayam itu bukanlah ayam sembarangan. Buktinya ia tahu jumlah gigiku, gumamnya dalam hati.
Sementara, ayam bersikap tenang, seolah yakin bahwa buaya tidak akan bisa menjawab pertanyaannya. Dengan sabar, ayam menanti jawaban buaya di tepi sungai. Buaya terlihat uring-uringan, ayam hanya tertawa kecil melihat hal itu.
Ayam tahu, di antara semua binatang di hutan ini, buaya adalah hewan yang kemampuan menghitungnya paling lamban. Apalagi, buaya tidak pernah membersihkan giginya. Jadi, ayam sangat yakin bahwa buaya akan sulit menjawab pertanyaan itu.
“Baiklah, aku menyerah,” ujar buaya dengan wajah lesu. Ia pun mengantarkan ayam menyeberangi sungai. “Jadi sebenarnya, berapa jumlah gigiku?” Tanya buaya saat sudah berhasil membawa ayam menyeberang.
“Aku juga tidak tahu karena aku belum pernah menghitung,” jawab ayam sambil berlari. Hal ini tentu membuat buaya kesal karena merasa telah terperdaya karena kebodohannya sendiri.
Setelah cukup jauh berjalan, akhirnya ayam menemukan seonggok padi dan jagung petani yang berhasil dicuri oleh sekawanan burung merpati.
Ayam berpikir sejenak. Jika ia mengumpulkan padi dan jagung sendirian, ia tak akan sanggup mengumpulkannya. Ia tak bisa bertengger di atas dahan padi yang kecil, ia juga tak bisa bertengger di dahan jagung yang tinggi.
Ia pun memikirkan cara agar sekawanan burung itu berbagi makanan dengannya. “Hai Burung, apakah kau tahu berapa jumlah padi dan jagung yang telah kalian kumpulkan?” tanya ayam hutan. Tidak ada satu burung pun yang menjawab pertanyaan ayam, mereka terdiam dan tampak menjadi kebingungan.
“Jika kalian tidak tahu jumlah padi dan jagungnya, bagaimana kalian bisa membagi rata dan adil.” Semua burung tampak makin kebingungan, betul juga apa yang Ayam katakan, gumam sekawanan burung.
“Baiklah, jika kalian tidak tahu jumlah semua padi dan jagung ini, aku akan membaginya untuk kalian dengan adil dan rata, namun aku juga akan mengambil sebagian untuk anak-anakku.” Sekawanan burung tampak setuju.
Lalu ayam merapikan jagung dan padi yang semula berserakan dengan kakinya yang bercakar. Ia pun mematuk dengan cepat. Setelah merasa mulutnya penuh, ia menyisihkan padi dan jagung itu.
Diulanginya hingga terkumpul beberapa onggok padi dan jagung yang membuat sekawanan burung menjadi senang karena mereka mendapatkan bagian yang sama. Sebagai upah, ayam pun membawa pulang padi dan jagung untuk anak-anaknya di rumah.
4. Asal Mula Anjing dan Kucing yang Bermusuhan
Seorang penjahit baju memiliki dua ekor hewan peliharaan yang sangat cantik, seekor anjing dengan bulu lebat dan seekor kucing yang menggemaskan. Anjing dan kucing saling menyayangi seperti saudara. Ketika penjahit mendapat bayaran dari jasa menjahitnya, anjing dan kucing mendapat bagian makanan enak.
Anjing diberi beberapa tulang yang enak dan kucing mendapat bagian ikan, makanan favorit keduanya. Pada suatu hari si penjahit menderita sakit. Setiap hari ia hanya bisa terbaring lemah di tempat tidur. Semua pesanan celananya terabaikan karena penjahit benar-benar tidak bisa menyelesaikan jahitannya.
Anjing dan kucing diminta penjahit untuk membantunya menyelesaikan pekerjaan rumah, seperti mengambilkan segelas susu, mengambilkan obat penjahit, dan beberapa pekerjaan mudah yang dapat dilakukan oleh anjing dan kucing.
Kucing yang malas merasa keberatan dengan penjahit yang kerap meminta tolong padanya. Ia berpikir, kini penjahit sudah tidak memberinya makanan. Jadi untuk apa ia membantunya. Sementara anjing memiliki pemikiran yang berbeda, selama ini penjahit telah merawatnya dari kecil serta memberinya makanan enak setiap hari. Kini penjahit membutuhkannya, sudah sepantasnya anjing membantu penjahit.
Semakin lama kondisi penjahit semakin memburuk. Anjing merasakan kepedihan yang teramat sangat. Sesekali ia menjilat kaki tuannya berharap ia bisa bermain seperti dulu lagi. Namun, setiap kali ia menjilat kaki tuannya, setiap itu pula ia semakin merasa kecewa karena kaki tuannya yang lemah tidak bergerak lagi.
Sebaliknya, kucing malah semakin merajalela. Apa pun makanan yang tersedia, dilahapnya. Ia pun lebih memilih bermain bersama teman-temannya ketimbang bersama tuannya. Ia sudah tidak peduli lagi dengan kondisi penjahit yang semakin memburuk.
Hingga suatu hari, penjahit meninggal dunia. Anjing sangat sedih, ia seperti kehilangan arah. Di rumah penjahit yang kini sudah tidak ditinggali oleh pemiliknya, anjing hanya bisa duduk termenung di sisi mesin jahit yang tidak terpakai lagi. Bahkan ia sudah berhari-hari tidak makan. Anjing kerap mendatangi tempat tidur penjahit, berharap yang ia cari berada di sana. Namun, tak pernah tampak, karena penjahit sudah pergi untuk selamanya.
Bahkan anjing dan kucing kerap memperebutkan makanan karena sudah tidak ada yang membagi makanan mereka lagi. Melihat anjing yang selalu memikirkan penjahit, kucing pun merasa risih. Ia pun berniat mengusir anjing.
Suatu malam saat anjing tidur, kucing memakai mantel bulu milik anjing. Hingga ia menjadi mirip sekali dengan anjing. Kemudian ia mencuri makanan tikus. Tikus-tikus pun mengira anjing yang melakukannya.
Tikus-tikus dan kucing mengusir anjing, namun anjing yang merasa dikhianati kucing, berkata pada kucing dengan sangat marah.
“Kini pertemanan kita berakhir. Jika kau lebih memilih mengusirku dari sini, aku berjanji anak cucuku tidak akan mau tinggal di rumah yang terdapat anak cucumu.”
Tidak lama kemudian, tikus juga merasa sangat risih dengan keberadaan kucing. Mereka ingin hanya kelompok tikus yang menghuni rumah itu. Salah satu tikus memakai mantel bulu kucing, hingga ia terlihat seperti kucing lalu kemudian mencuri makanan para tikus. Keesokan harinya tikus-tikus yang mengira makanan mereka dicuri kucing, mengusir kucing itu.
Itulah mengapa anjing dan kucing hingga kini bermusuhan. Jika di suatu rumah terdapat anjing dan kucing, mereka kerap bertengkar karena mereka tidak ingin tinggal bersama. Sama halnya dengan kucing dan tikus yang juga saling bermusuhan.
5. Bawang Merah yang Berharga
Seorang gadis cantik termenung di sudut rumahnya yang kecil dan reyot. Kedua orang tuanya baru saja meninggalkan dirinya untuk selamanya. Tidak ada harta benda yang mereka tinggalkan, hanya beberapa butir bawang merah kering yang tersisa di dapur.
Gadis itu pun termenung. Ia bingung dengan apa yang harus ia lakukan. Suatu ketika ia merasa |apar. Ia pun mengiris bawang merah yang tersisa itu dan menggorengnya. Harumnya membuat siapa pun ingin memakan bawang goreng itu. Gadis itu pun menjajakan bawang goreng yang baru saja ia buat dengan berkeliling desa.
Beberapa orang yang mencium aroma bawang goreng milik gadis cantik itu, segera membelinya. Dalam sekejap, bawang goreng yang dijajakan sang gadis habis terjual. Gadis cantik pun senang. Ia menghitung uang hasil penjualannya dan dapat membeli bawang merah lebih banyak.
Sesampainya di rumah, ia kembali menjual bawang goreng. Dagangannya laku keras karena bawang goreng yang ia jual sangat menggugah selera.
Sang gadis terus membuat bawang goreng, hingga ia menjadi kaya dengan uang yang dihasilkan dari menjual bawang goreng. Bahkan kini ia memiliki beberapa pelayan yang membantunya mengolah bawang dan menjualnya.
Semakin lama, sang gadis menjadi semakin kaya. Selain menjual bawang goreng, ia juga memiliki beberapa pertanian dan menanam bawang merah yang subur.
Gadis yang semula kumal dan miskin berubah menjadi seorang saudagar kaya, ia berteman dengan beberapa bangsawan terhormat.
Namun, ia lupa diri saat sudah menjadi kaya. Ia tidak mau lagi ikut terlibat dalam pembuatan bawang merah karena itu dapat membuat tangannya yang kini telah halus menjadi kasar. Ia juga tidak mau mengiris bawang merah karena akan membuatnya mengeluarkan air mata.
Ia pun menyerahkan semua urusan pembuatan bawang merah kepada semua pelayannya. Sejak itu, bawang gorengnya sudah tidak wangi lagi karena para pelayan membuat bawang goreng tidak sama seperti gadis cantik itu membuatnya.
Para pembeli menjadi berkurang, sementara tidak ada satu pelayan pun yang mampu membuat bawang goreng seperti yang sang gadis buat.
Penjualan semakin merosot, kekayaan sang gadis juga semakin berkurang. Pelayan resah dan memohon kepada sang gadis untuk mau membuat bawang goreng seperti dulu lagi. Sang gadis masih enggan, ia tidak mau membuat telapak tangannya tebal seperti dulu, serta mata yang perih dan berair.
Sang gadis pun menangis, ia pergi menyendiri. Di situ ia melihat rumput-rumput yang hijau dan subur. Sang gadis bertanya pada rumput.
“Bagaimana bisa menjadi seperti dirimu? Menjadi rumput hijau dan tumbuh subur. Kau tampak sangat bahagia, setiap hari kau menikmati angin sepoi yang lembut dan embun di pagi hari.”
“Aku hanyalah makanan bagi para sapi gembala, aku diinjak-injak lalu dimakan. Aku bahkan ingin sepertimu, menjadi pembuat bawang merah yang harum dan disukai banyak orang.” Sang gadis terkejut dengan perkataan rumput, ia pun menyadari bahwa ia telah memiliki banyak hal.
Gadis cantik itu pun termenung. Ia pun ingin bertanya pada pohon apel tempatnya bersandar. “Pohon Apel, kau tampak sangat tenang, kau memiliki warna yang cantik dan semua orang menyukaimu,” tanya sang gadis.
“Sudah lama tidak turun hujan, aku merasa sangat kehausan. Aku beruntung hari ini kau yang bersandar di punggungku. Karena terkadang, beberapa orang yang bersandar di sini melempari buah apelku dengan beberapa batu kecil untuk membuatnya jatuh. Itu membuatku kesakitan,” jawab apel.
Gadis cantik pun tersadar, hidupnya yang dulu miskin telah berubah. Ia pun harus mempertahankan apa yang telah ia capai. Ia pun pulang dan segera membuat bawang goreng. Ia tak peduli jika tangannya berubah menjadi tebal dan air matanya menetes, yang penting hidupnya bahagia.
6. Bebatuan Sungai
Beberapa bebatuan yang tinggal di aliran sungai, mengeluhkan dirinya yang hanya menjadi batu dan tidak dapat pergi ke mana-mana. Setiap hari ia hanya bisa melihat air-air jernih menari dari atas ke bawah, dari kiri ke kanan, meliuk-liuk, terjun, dan bersorak gemuruh. Ia adalah batu sungai yang berwarna hitam. Ia sangat keras, sesekali manusia lewat dan menjadikannya tempat berpijak.
Batu hitam sangat ingin menjadi air. Air bisa pergi sejauh apa pun yang ia mau, dari hulu ke hilir. Air sangat jernih dan indah, tak seperti dirinya yang hitam dan keras. Batu pun berharap, ia bisa menjadi air seperti yang ia inginkan.
Saat malam tiba, batu tertidur. Hingga saat fajar menyingsing, batu hitam sadar bahwa ia sudah menjadi air. Betapa senangnya dirinya, permintaannya terkabul. Ia menikmati perjalanan menjadi air, ia melewati begitu banyak pohon di tepi sungai. Ia juga bisa melihat monyet berpindah dari satu pohon ke pohon lain.
Ia sangat menikmati menjadi air, hingga tibalah perjalanan panjangnya di sebuah danau. Di danau ia melihat air laut yang memiliki kekuatan ombak yang besar dan hebat. Ia ingin menjadi air laut, di danau ia tidak bisa ke mana-mana, hanya berlindung di bawah tanaman enceng gondok.
Air yang berada di danau berharap agar ia bisa berpindah ke laut. Ia ingin mengarungi samudra dan menjadi ombak yang besar dan menggulung indah. Hingga saat musim penghujan, air danau meluap, ia pun mengalir ke sebuah muara.
Betapa senangnya saat tiba di muara, di hadapannya terhampar air biru yang sangat luas. Di lautan yang luas itu, ia berada di antara jutaan liter air yang rasanya asin, ia pun mulai menggulung-gulung menjadi ombak.
Namun, air laut menjadi bosan dan letih, karena setiap hari yang ia lihat hanyalah air. Sejauh mata memandang hanya ada air, jika ia membentuk ombak dan mengalir ke pantai, dengan cepat akan terdorong kembali lagi ke lautan.
Sesekali ia melihat ke atas, ada awan yang tampak bergumpal-gumpal dan bergerak indah seperti sedang menari. Pasti akan sangat menyenangkan menjadi awan karena ia bisa melihat dunia dari atas sana. Awan bisa melihat lautan luas, melihat hutan, melihat pedesaan. Air laut sangat ingin menjadi awan yang bisa melihat semuanya dari atas.
Tiba-tiba air laut menguap ke atas dan menjadi awan. Di atas ia merasa senang. Ia bisa melihat burung-burung, ia juga bisa melihat pepohonan besar. Namun, awan yang berada di atas dan menggantung di sana kerap merasa bosan karena ia hanya bisa bergerak jika ada angin yang meniup dirinya. Saat siang hari, ia juga merasa kepanasan terkena sinar matahari yang terasa begitu dekat dengannya.
Awan pun ingin menjadi hujan, turun kembali ke bumi dan tinggal di bawah sana. Di bumi ia bisa berlindung di bawah pohon yang sejuk. Awan pun berdoa agar ia bisa menjadi hujan, dengan begitu ia bisa turun ke bumi dan menikmati bumi yang indah dari bawah sana.
Saat ia turun, hujan merasa kesakitan karena saat jatuh ia menabrak bebatuan hitam. Saat itulah ia sadar, betapa hebatnya dirinya ketika menjadi batu hitam yang keras dan kuat. Ia pun ingin kembali menjadi batu seperti dulu.
7. Beruang dan Ibunya
Seekor beruang kecil hidup di hutan dalam kondisi berbeda dengan beruang kebanyakan, ia terlahir dengan tubuh yang tidak sempurna.
Beruang kebanyakan memiliki dua tangan untuk mencakar dan dua kaki. Sementara anak beruang yang satu ini tidak memiliki telapak tangan, sehingga ia tidak bisa mencakar apa pun.
Sejak lahir hingga usianya menginjak remaja, beruang kecil selalu bersama ibunya. Ia selalu menerima ejekan dari beruang lain ataupun hewan hutan yang lain.
“Hai beruang tanpa tangan, bisakah sekali saja kulihat kau berjalan tanpa ibumu?” tanya anak harimau, ibu beruang memperingatkan anaknya untuk tidak menggubris ejekan hewan lain.
Ibu beruang khawatir jika anaknya sendiri, ia tidak akan bisa melindungi dirinya jika ada hewan yang ingin memangsa. Namun, beruang yang dikucilkan merasa sedih karena setiap hari ia harus mendengar ejekan teman-temannya.
Saat asik berjalan-jalan di hutan, beruang kecil menemukan sebilah pisau yang ditinggalkan seorang pemburu. Ia pun mengambil pisau itu dan meminta ibunya mengikatkan pisau itu pada tangannya. Dengan menggunakan akar pohon, pisau itu melekat kuat di tangan beruang.
Saat teman-temannya mengejek beruang, ia lalu menunjukkan pisau tajam yang berada di tangannya. Beruang juga menunjukkan dengan pisau itu ia dapat mencakar pohon di hadapannya, kulit pohon yang ia cakar tercabik-cabik. Hewan-hewan yang semula mengejeknya kini membisu, walaupun beruang tidak memiliki telapak tangan, ia merupakan beruang yang hebat.
“Maafkan kami, Beruang, tak seharusnya kami berlaku buruk padamu“ ujar anak harimau.
“Kau beruang yang hebat, maukah kau menjadi teman kami?” tanya anak singa.
“Kami semua memiliki kekurangan,” ujar anak serigala.
“Aku tidak membenci kalian semua, aku juga sudah menganggap kalian adalah teman-temanku. Namun. aku ingin selalu bersama Ibu agar kami dapat saling menjaga. Kita semua sama, memiliki kelebihan dan kekurangan. Aku mohon pada kalian, teman-temanku. Berhentilah menghina hewan lain.”
Semua terdiam mendengar perkataan beruang, ia pun berlalu bersama ibunya.
8. Bujang Kaya
Alkisah, ada seorang pemuda yang sudah beberapa kali melamar pekerjaan. Namun, keberuntungan tampaknya belum berpihak padanya.
Kali ini ia mencoba mendatangi sebuah toko roti, namun toko roti belum membutuhkan tenaga kerja. Ia juga mendatangi seorang pembuat gerabah, tapi ia juga belum beruntung di sana.
Ia lalu mendatangi seorang tukang jahit, namun tukang jahit mengeluhkan sepinya orang yang menjahit pakaian. Ia pun pulang dengan wajah lesu.
Di tengah perjalanan pulang, ia meluapkan kekesalan dengan sesekali menendang kerikil-kerikil di tengah jalan. Kerikil tajam yang semula memenuhi jalan, karena ketidaksengajaannya itu, membuat kerikil itu berada di sisi jalan. Seorang pria misterius yang memperhatikan tingkahnya, mendekati pemuda yang tengah putus asa itu.
“Perbuatan baikmu dengan membuang kerikil ke sisi jalan akan sangat membantu orang lain yang menggunakan jalan ini. Jalan yang bersih dari kerikil tidak akan membuat pengguna jalan tergelincir.” Pemuda hanya terdiam, karena sebenarnya ia sedang kesal dan tidak berniat membuang kerikil itu.
“Adakah keinginanmu yang belum terpenuhi, Anak Muda?”
“Sudah beberapa kali aku melamar pekerjaan, namun tidak seorang pun yang mau menerima aku bekerja pada mereka. Andai saja aku memiliki seekor kerbau saja, aku akan bekerja keras dan memanfaatkan kerbau itu dengan baik untuk memperbaiki hidupku.”
“Pulanglah, maka kau akan mendapatkan yang kau inginkan.“ Bujang pun pulang.
Saat tiba di rumah, alangkah terkejutnya ia saat melihat seekor kerbau yang gemuk berada di halaman rumah. Ia pun senang bukan kepalang.
Dengan kerbau yang ia miliki, kini ia bisa membajak sawah orang lain dan mendapatkan upah. Uang hasil membajak dibelikan kerbau, semakin lama kerbau miliknya semakin banyak. Hingga jumlahnya tak terhitung, ia pun menjadi orang yang sangat kaya. Kini orang-orang memanggilnya Bujang Kaya.
Bujang Kaya memiliki istri yang cantik, ia juga mempekerjakan beberapa orang untuk menggembalakan kerbau miliknya. Namun, kekayaannya membuatnya menjadi sombong.
Suatu hari ia kedatangan seorang nenek peminta-minta. Nenek itu meminta secangkir beras darinya, namun ia malah mengusir nenek tua itu.
Beberapa hari kemudian, ada seorang penderita kusta memohon belas kasihan padanya. Penderita kusta memintanya memberikan makanan, karena dengan kusta yang ia derita, tidak ada seorang pun yang mau memberinya pekerjaan.
“Aku mendapatkan semua kekayaanku dengan susah payah. Jika aku memberimu makanan. tentu kau akan datang lagi padaku di kemudian hari untuk meminta makanan lagi. Sudah pergi sana, kau membuatku jijik,” hardik Bujang Kaya.
Beberapa waktu kemudian, datanglah seorang pria misterius. Pria misterius itu meminta seekor kerbau pada Bujang Kaya. Kerbau itu akan ia gunakan untuk memperbaiki hidupnya yang miskin. Alih-alih memberi apa yang diminta, Bujang Kaya justru menghina pria misterius itu.
“Apa kau sedang bermimpi wahai Pria Tua, jangankan seekor kerbau, sehelai bulu kerbau pun tak akan kuberikan padamu.”
“Apa kau lupa, Bujang Kaya? Dulu kau adalah pemuda miskin dan putus asa. Kekayaan telah membuatmu begitu sombong.” Bujang Kaya sontak terkejut dengan perkataan pria misterius itu. Ia terdiam hingga pria misterius berlalu dari pandangannya.
Tidak lama setelah kepergian pria misterius itu, kerbau milik Bujang Kaya terkena wabah. Satu per satu kerbau yang gemuk dan besar itu mati, hingga tidak ada satu ekor kerbau pun yang tersisa
. Bujang Kaya juga terpaksa harus menjual rumahnya, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Istrinya meninggalkannya. Ia pun jatuh miskin. Ia sadar bahwa kesombongannyalah yang membuatnya seperti itu.
9. Buaya dan Burung Plover
Di sebuah sungai yang tenang dan dalam, terdapat begitu banyak buaya. Ada seekor kelinci mendengar suara tangisan buaya. Semakin lama tangisan itu semakin keras. Kelinci yang sedang asyik menikmati kangkung di tepian sungai pun penasaran. Tidak biasanya buaya menangis sedemikian keras.
Ternyata yang menyebabkan buaya menangis adalah giginya yang sakit. Kelinci yang mengetahui bahwa buaya adalah pemakan daging, tidak berani mendekat. Ia hanya menunggu di sisi sungai sambil menjaga jarak.
“Tolong aku kelinci, gigiku sakit sekali.” Tidak pernah buaya tampak begitu memelas. Kelinci berpikir, tidak mungkin aku masuk ke dalam mulut buaya dan memeriksa giginya yang sakit, walaupun buaya itu sudah kenyang, merasakan ada kelinci di dalam mulutnya, bisa saja aku langsung dikunyah dan ditelannya.
Kelinci lalu memikirkan cara agar ia dapat menolong buaya namun tanpa mengorbankan dirinya. Kelinci ingat, ia memiliki teman seekor burung plover.
“Burung Plover, ada seekor buaya yang sedang sakit gigi. Aku kan tidak bisa berenang. Sementara kau bisa terbang dan hinggap di
mana pun yang kau suka. Bisakah kau melihat gigi buaya itu dan memeriksa sakitnya. Jika kau bisa memberinya obat, kau akan diberi cacing kesukaanmu dan makanan lain yang enak oleh buaya?
Burung plover yang kebetulan sedang lapar pun menerima tawaran kelinci. Burung plover masuk ke dalam mulut buaya yang menganga lebar. Burung plover dengan teliti memeriksa satu per satu gigi buaya. Tidak berapa lama, burung plover menemukan penyebab buaya sakit gigi.
“Buaya, di sela-sela gigimu banyak sekali cacing dan sisa-sisa makanan yang menempel. Kau tidak perlu obat, cacing dan sisa makanan yang ada di sela gigimu akan kumakan, dengan begitu gigimu tidak sakit lagi dan aku akan merasa kenyang.” Kelinci dapat bernapas lega. Idenya berbuah hasil. Buaya tidak akan sakit gigi lagi. Burung plover juga akan mudah mendapatkan makanan.
Buaya lain yang mengetahui hal itu, bermunculan ke permukaan. Mereka meminta tolong pada burung plover untuk membersihkan gigi mereka.
Dengan senang hati burung plover memanggil semua teman-temannya untuk membantu para buaya. Ada yang hinggap di punggung, di kepala, ataupun di mulut buaya untuk mematuk-matuk makanan sisa dan hewan-hewan kecil yang mengganggu buaya.
Buaya sangat senang dan berterima kasih pada burung plover. Tidak ada seekor buaya pun yang memangsa plover, walaupun bukan hal yang sulit bagi buaya untuk mengunyah burung yang sudah berada di dalam mulutnya.
Begitu juga dengan plover, ia merasa sangat senang membantu buaya karena ia kenyang dengan makanan yang ia dapat dari mulut buaya.
10. Bangau yang Suka Menari
Di sebuah tepian sungai yang ditumbuhi banyak rerumputan, ada seekor bangau yang suka sekali menari. Sehari-hari, yang ia lakukan hanyalah mengentakkan kaki-kakinya yang jenjang ke rerumputan basah dan menggoyang-goyangkan lehernya.
Suatu hari saat tengah asyik menikmati tariannya, ia mendengar beberapa suara kecil seolah sedang marah pada dirinya. Bangau pun menghentikan tariannya seketika dan mencari asal suara. Bangau menemukan koloni semut yang menempel pada kakinya, ternyata ia tidak sengaja menginjak rumah semut. Rumah semut hancur, semua semut dan makanannya ikut terinjak.
“Uups… maafkan aku sahabat-sahabatku, aku tidak sengaja menginjak rumah kalian.”
“Apa kau tidak bisa menari di tempat lain? Kami sudah bekerja keras mengumpulkan makanan sebelum musim hujan tiba. Kami juga berusaha memperbaiki rumah kami agar tidak terseret air hujan. Namun, dengan sekali hentakkan kakimu saja, rumah kami beserta isinya hancur.”
Bangau merasa sangat bersalah. Dilihatnya semut-semut kecil di bawah kakinya. Mereka bekerja dengan sangat keras mencari makanan dan menggotong makanan tersebut bersama-sama. Mereka juga memperbaiki sarang agar bisa menjadi tempat tinggal yang baik sebelum musim kemarau berakhir.
Bangau pun mencari cara agar dapat memperbaiki kesalahan. Jika ia tidak membantunya, semut tidak akan punya cukup waktu untuk memperbaiki sarang dan mencari makanan untuk persediaan musim hujan.
“Tunggu sebentar, aku akan mengganti semua sarang dan makananmu.” Bangau melesat cepat dengan kaki jenjangnya, ia mencari apa pun yang dapat dijadikan sarang semut. Namun, ia tidak menemukan benda apa pun yang bisa menjadi sarang untuk para semut.
Bangau kehabisan akal, ia hanya berputar-putar di sekitar sungai dan tidak menemukan apa pun. Begitu pula dengan makanan semut, ia bingung harus dengan apa mengganti makanan mereka yang telah hancur terinjak itu. Ia pun kembali pada semut yang menunggu bangau dan keheranan dengan sikap bangau yang hanya berputar-putar.
“Maafkan aku semut, aku tidak bisa menemukan apa pun untuk membuat sarangmu. Namun, karena aku sudah berbuat salah, kau dapat tinggal di rumahku dan aku akan bekerja keras mencarikan makanan untukmu selama musim hujan.”
Sejak saat itu bangau belajar dari semut untuk selalu bekerja keras dan membagi waktu antara menari dan bekerja.
11. Batu Marmer
Sepasang suami istri sudah lama menikah, namun di usianya yang mendekati senja mereka tak juga dikaruniai keturunan. Mereka telah berdoa sepanjang siang dan malam untuk memperoleh keturunan, namun mereka belum juga mendapat apa yang diinginkan.
Suatu malam, sang suami bermimpi. Di dalam mimpinya digambarkan jika ia ingin memiliki keturunan, ia harus pergi ke hutan untuk mengambil sebuah apel yang tumbuh di tepi sungai.
Kemudian ia harus memberikan apel itu kepada istrinya, agar sang istri segera hamil dengan memakan apel yang didapatnya dari hutan. Namun, setelah usia anaknya mencapai 12 tahun, ia harus memberikan anaknya kepada pemilik apel.
Setelah terbangun, ia pun pergi ke hutan dan mencari apel yang ada di dalam mimpinya. Setelah cukup jauh berjalan, ia pun menemukan satu-satunya pohon apel yang tumbuh di tepian sungai, persis seperti yang ada di dalam mimpinya tadi malam.
Setelah mengambil satu apel yang paling ranum, ia pun bergegas pulang dan memberikan apel itu pada istrinya. Ternyata mimpinya benar. Tidak lama kemudian istrinya mengandung dan
melahirkan seorang putri yang cantik. Sang ayah yang menemukan sebuah batu marmer yang indah, membelah batu itu menjadi tiga bagian. Masing-masing potongan diberi tali untuk dijadikan kalung yang dikenakan oleh ayah, ibu, dan anak. Jika ketiganya terpisah, maka kalung itu adalah penanda mereka bertiga merupakan satu keluarga.
Setiap malam sang ibu selalu menyanyikan lagu yang indah untuk anaknya. Namun, lagu tersebut sangat menyayat hati karena suami istri itu sangat takut akan kedatangan seseorang yang akan mengambil anaknya saat usianya 12 tahun.
“Pulanglah, nak, temukan Ayah dan Ibu. Ayah dan Ibu menunggumu. Peganglah potongan batu marmer yang menggantung di lehermu.”
Saat sang anak tepat berusia 12 tahun. waktu yang sangat mereka takutkan datang. Mereka kedatangan seorang penyihir jahat, yang mengaku pemilik pohon apel itu. Suami istri itu dengan berat hati memberikan putri yang sangat disayanginya itu untuk dibawa oleh penyihir.
Penyihir yang takut kedua orang tuanya akan mencari anaknya, mengutuk ibunya menjadi buta dan mengutuk sang ayah menjadi lumpuh.
Kemudian memisahkan keduanya. Ayahnya di buang di tengah hutan yang lebat, sementara ibunya berada di dalam gua yang jauh.
Anak perempuan yang dibawa penyihir di kurung di dalam ruangan yang gelap dan sempit. Hanya jendela berukuran sangat kecil yang membuatnya bisa melihat keluar, untuk membedakan siang dan malam.
Anak perempuan itu setiap hari bertugas menenun pakaian untuk penyihir dan menumbuk ramuan yang selalu disediakan penyihir. Ramuan itu digunakan untuk membuat penyihir tampak awet muda.
Saat sang penyihir tengah sibuk membuat ramuan, ada seekor tikus mengendap-endap mendekati anak perempuan.
“Ini adalah ramuan milik penyihir. Ramuan ini ia simpan karena jika terminum olehnya, ia akan kehilangan kemampuan sihirnya,” tikus besar itu berkata pada anak perempuan di hadapannya. “Kami binatang di bawah tanah sudah sangat lelah bekerja padanya. Kami memohon padamu untuk memberikan ramuan ini pada penyihir, agar kami bisa hidup bebas lagi.”
Awalnya ia takut memberikan ramuan itu, namun setelah mengumpulkan keberanian, ia menuruti perintah tikus untuk memberikan ramuan itu pada sang penyihir. Saat meminum ramuan yang ia berikan, penyihir tiba-tiba menjadi sebuah pohon apel yang tua dan layu.
Namun, sebelum penyihir berubah menjadi pohon apel, ia mengucapkan mantra agar anak perempuan itu tidak ingat apa pun agar tidak bisa kembali pada orang tuanya. Hanya sebuah lagu yang ia ingat, ia bahkan tidak ingat seperti ayah dan ibunya.
Tikus merasa sedih karena anak perempuan itu telah hilang ingatan. Namun, mereka sangat berterima kasih pada si anak perempuan karena mereka kini hidup bebas. Anak perempuan itu pergi tanpa arah dan tujuan. Setiap malam ia berjalan sambil bernyanyi.
Suatu hari, saat ia telah lelah berjalan, ia mendengar suara seorang wanita yang tengah menyanyi, lagu itu sama seperti lagu yang selalu ia nyanyikan. Anak perempuan itu bergegas mencari asal suara. Saat melihat wanita yang bernyanyi itu berada di dalam gua dan ia buta, anak perempuan itu merasa iba. Ia pun mendekati wanita itu.
Wanita yang tengah bernyanyi itu terkejut saat menyadari ada yang datang. Si anak perempuan melihat potongan batu marmer kecil sebagai liontin yang ada di leher wanita itu sama dengan yang ia miliki. Saat itulah ia menyadari bahwa wanita itu adalah ibunya.
Anak perempuan itu pun memeluk ibunya dan berkata ia adalah anaknya. Sisa ramuan yang ada di tangannya diusapkan pada mata ibunya untuk menghilangkan pengaruh sihir. Sang ibu akhirnya bisa melihat kembali.
Ibu dan anak itu berjalan menyusuri hutan. Tidak lama kemudian mereka mendengar suara batu marmer yang dipukul-pukul. Ternyata setelah dilihat, orang yang memukul batu marmer itu adalah ayahnya yang lumpuh.
Ramuan pun diusapkan pada kaki ayahnya yang membuat sang ayah dapat berjalan lagi. Akhirnya mereka bertiga hidup bahagia.
12. Dua Orang Penyemir Sepatu
Ada dua orang penyemir sepatu yang selalu mengais rezeki bersama-sama. Penyemir yang pertama adalah penyemir yang selalu terlihat bahagia. Setiap hari ia menunggu seseorang dengan sepatu kotor dengan bersiul. Seolah hidupnya tidak ada beban sama sekali. Ada ataupun tidak ada pelanggan yang menyemir sepatu, ia selalu bersiul dan berbahagia.
Sementara penyemir kedua adalah penyemir yang selalu mengeluh. Ia heran melihat rekan sesama penyemir yang selalu bersiul. Hidup saja susah, penghasilan juga tidak menentu. Terkadang bisa makan, terkadang harus menahan lapar, pikirnya. Sehingga ia menghabiskan waktu untuk menunggu pelanggan dengan selalu menggerutu.
Suatu ketika ada seorang pria yang sangat kaya hendak mendermakan sebagian kecil uangnya. Saat itu pria kaya melihat dua orang penyemir sepatu yang sepi pelanggan. Ia pun membagi dua uang yang akan ia sedekahkan kepada penyemir bahagia dan penyemir penggerutu.
Penyemir bahagia tampak senang menerima uang pemberian pria kaya. Ia belum pernah memegang uang sebanyak itu. Ia pun sangat berterima kasih pada pria kaya. Berkali-kali ia mendoakan pria kaya agar kebaikannya segera terbalas.
Namun, hal berbeda dilakukan penyemir penggerutu. Ia menyesalkan mengapa rekan penyemirnya berada di dekatnya. Jika tidak, tentu uang yang akan diberikan pria kaya tidak perlu dibagi dua. Ia merasa uang itu seharusnya untuk dirinya semua.
Saat sore, keduanya bersiap pulang ke rumah masing-masing. Di tengah jalan, keduanya bertemu dengan seorang peminta-minta. Saat peminta-minta mendekati penyemir penggerutu, penyemir penggerutu langsung mengusirnya, mengatakan bahwa ia tidak punya uang sama sekali.
Kemudian peminta-minta mendekati penyemir bahagia. Ia sangat iba melihat peminta-minta. Namun, ia juga sangat membutuhkan uang itu.
Setelah berpikir cukup lama, penyemir bahagia akhirnya membagi uang miliknya dengan peminta-minta. Peminta-minta itu senang bukan kepalang mendapatkan uang yang banyak. Penyemir penggerutu heran dengan sikap penyemir bahagia yang memberikan uang yang baru didapatnya pada orang lain.
Tidak jauh berjalan, penyemir bahagia bertemu dengan penjual makanan. Ia membeli makanan untuk ia makan. Melihat penyemir penggerutu tidak membeli makanan, penyemir bahagia pun bertanya.
“Apakah kau lapar, sahabatku?”
“Aku tidak ingin membelanjakan uang yang baru kudapatkan.”
Penyemir bahagia yang melihat temannya menelan ludah, memutuskan membeli makanan untuknya dan penyemir penggerutu. Penyemir penggerutu pun senang.
Saat tiba di rumah, penggerutu menyimpan uangnya baik-baik. Ia bahkan tidak bisa tidur karena takut ada seseorang yang berniat mencuri. Sementara penyemir bahagia terdengar bernyanyi dan bersiul.
Penggerutu menjadi berubah, ia tidak mau menyemir lagi. Itu karena ia takut ada orang yang mengambil uangnya saat ia pergi bekerja. Hidupnya semakin buruk, karena ia tidak membelanjakan uang itu sedikit pun dan rasa takut jika uang itu diambil orang.
Cerita itu terdengar oleh seorang perampok. Uang pengemis penggerutu akhirnya hilang dan ia menangis sejadi-jadinya. Ia belum sempat menikmati uang itu sedikit pun, namun sudah hilang dicuri perampok.
“Kau seharusnya membelanjakan uangmu seperti aku, sehingga uang itu akan berkurang dan bebanmu untuk menjaganya tidak begitu berat.”
“Aku tidak akan membelanjakan uang itu.”
“Kalau begitu kau tukar saja uang itu dengan dedaunan kering, itu akan sama saja. Toh kau tidak akan membelanjakan semua uangmu, kan?”
13. Gadis Penenun
Ada seorang ratu di sebuah kerajaan yang memiliki gaya hidup sangat mewah. Ia memiliki puluhan lemari yang berisi baju-baju bagus dan indah. Ia juga memiliki ratusan topi dan tas yang tak ternilai harganya.
Demi mendapatkan pakaian indah, ia membuat topinya dari bulu-bulu angsa di sungai. Ia juga meminta para pengawalnya memburu buaya dan ular sebanyak mungkin untuk dibuat sepatu dan tas.
Tidak hanya itu, domba-domba yang ada di seluruh negeri harus menyetorkan bulu-bulunya pada kerajaan untuk dibuat menjadi pakaian-pakaian indah. Ia mempekerjakan penenun terbaik di desa dan semua penenun itu harus menghasilkan baju-baju yang indah untuknya.
Suatu hari sang ratu mendengar bahwa di sebuah desa ada seorang gadis yang pandai menenun. Hasil tenunnya sangat indah dan membuat siapa pun yang menggunakan pakaian hasil tenunnya akan terlihat sangat cantik.
Sang ratu memerintahkan beberapa pengawalnya untuk membawa sang gadis ke istana. Agar ia bisa membuatkan banyak pakaian indah untuknya.
Sang gadis pun bekerja di istana. Saat melihat hasil tenunnya yang indah, sang ratu begitu senang karena belum pernah ia menemukan penenun dengan hasil tenunan sebagus hasil tenunan sang gadis.
Hasil tenunnya adalah yang paling indah di kerajaan. Selain itu, gadis penenun juga memiliki paras yang sangat cantik sehingga membuat pria yang melihatnya menjadi terpesona dengan kecantikannya.
Ratu pun memiliki ide untuk menikahkan gadis penenun dengan putranya, satu-satunya pangeran di negeri itu. Pangeran sangat setuju, karena ia pun menyukai gadis penenun yang selain cantik, juga pandai menenun.
“Tenunlah pakaian paling indah yang pernah kau buat, kau sebut saja berapa ratus bulu domba yang kau butuhkan? Berapa ratus bulu angsa yang kau perlukan? Juga kulit ular dan buaya? Pengawal akan memberikan itu semua untukmu. Kelak setelah pakaian itu jadi, itu akan menjadi mas kawinmu.”
“Aku tidak membutuhkan itu semua Ratu, karena aku tidak ingin demi pakaian bagus, aku membunuh banyak binatang. Namun, aku memiliki ide yang lebih baik. Bagaimana jika benang yang akan kutenun berasal dari rambutmu yang begitu indah dan panjang itu, Baginda Ratu. Kuku-kukumu yang indah akan kubuat menjadi kancing-kancing baju.”
Ratu dan pangeran yang mendengar kata-kata gadis penenun tersentak. Mereka sadar, pakaian bagus sang ratu selama ini, telah banyak mengorbankan dan membunuh binatang.
Ratu pun menghentikan kebiasaannya mengoleksi pakaian mewah. Lagi pula ia sudah memiliki pakaian yang sangat banyak. Ia juga sudah berubah menjadi tua. Sudah saatnya pensiun.
Gadis penenun pun menikah dengan pangeran. Ia menggantikan sang ratu. Semua binatang di kerajaan itu dikembalikan ke habitatnya. Mereka hidup bahagia selamanya.
14. Harimau dan Anak Rusa
Harimau adalah binatang yang sangat ditakuti oleh penduduk hutan yang lain. Jika ia telah menunjukkan taringnya, tidak ada satu hewan hutan pun yang tidak bergidik ketakutan. Ia bahkan bisa lebih kuat dibanding hewan lain yang memiliki tubuh lebih besar.
Suatu hari, harimau sedang berjalan-jalan di hutan untuk mencari mangsa. Tiba-tiba ia menemukan seekor anak rusa yang baru lahir dan ditinggal ibunya. Anak rusa itu tampak kebingungan. Ia memanggil ibunya dengan suaranya yang kecil dan nyaris tidak terdengar. Harimau mendekati anak rusa dengan perutnya yang keroncongan.
“Mungkin anak rusa ini bisa mengenyangkan perutku untuk hari ini,” gumamnya dalam hati.
“Wahai Anak Rusa, sedang apa kau di sini?” tanya harimau dengan suara lembut agar anak rusa tidak lari ketakutan.
“Aku sedang mencari ibuku, apakah engkau ibuku?” Tanya anak rusa. Harimau kebingungan karena ia tak menyangka bahwa anak rusa itu akan mengira ia adalah ibunya.
Saat ia sedang kebingungan menjawab pertanyaan, anak rusa itu mendekat dan memeluk harimau. “Ibu, aku mencarimu sejak tadi.” Wajah anak rusa tampak sangat gembira.
Harimau pun mengurungkan niatnya untuk memangsa anak rusa. Ia lalu berpikir, jika anak rusa yang kurus ini diberi makan yang banyak, beberapa hari kemudian, ia akan menjadi rusa gemuk dan rasanya pasti sangat lezat. Harimau membawa anak rusa ke sarangnya.
Saat malam hari, harimau tak dapat tidur karena kulitnya yang gatal dan berkutu. Anak rusa yang mendengar keluh kesah harimau segera membantu membuang kutu-kutu yang menempel di kulit harimau. Setelah semua kutu hilang, harimau dapat tidur dengan nyenyak.
Esok harinya, harimau pulang dengan wajah penuh kesakitan. Ternyata ia telah menginjak sebuah duri yang tajam dan membuat kakinya berlumuran darah. Melihat harimau kesakitan, anak rusa segera bertindak. Dicabutnya duri yang melekat di kaki harimau, awalnya harimau menjerit, namun setelah duri terlepas, ia pun merasa tenang. Harimau berterima kasih pada anak rusa.
Hingga tak terasa anak rusa telah berubah menjadi seekor rusa jantan yang sedikit gemuk.
Tubuhnya sehat dan ia sangat lincah. Harimau teringat akan keinginannya untuk memakan anak rusa itu jika sudah besar dan dagingnya banyak.
Saat melihat rusa berlarian, ia pun membayangkan betapa empuk dan lezatnya daging rusa muda yang kenyal itu. Harimau meneteskan air liurnya, namun saat ia membayangkan kebaikan rusa yang telah bersamanya beberapa waktu terakhir ini, hati kecil harimau merasa tidak tega.
Ia pun memutuskan untuk menunggu malam, saat rusa sudah tertidur, ia akan menyantap rusa itu diam-diam. Sehingga rusa akan menyangka hewan lainlah yang telah membunuhnya.
Malam pun tiba. Rusa tertidur dan harimau mengendap-endap. Perutnya yang lapar membuatnya ingin segera melahap semua bagian tubuh rusa tanpa ada sedikit pun yang tersisa.
Namun, saat harimau melihat rusa yang tengah terlelap, ia pun merasa iba dan tidak tega jika harus memakan rusa yang ada di hadapannya. Tiba-tiba harimau hanya terdiam dan memandangi rusa yang tengah terlelap itu.
“Ibu, aku sangat menyayangimu,” tiba-tiba rusa mengigau dalam tidurnya. Harimau merasa sedih, rusa yang mengira ia adalah ibunya sangatlah menyayangi dirinya.
Harimau pun berlalu meninggalkan rusa itu sendirian. Harimau terus melangkah tanpa menoleh ke belakang. Yang ia pikirkan adalah pergi sejauh mungkin meninggalkan rusa itu agar ia tidak memakannya. Harimau berharap suatu saat nanti, rusa dapat bertemu dengan ibunya yang sebenarnya.
15. Harimau Ompong
Di hutan yang luas, ada seekor harimau yang sangat besar menjadi raja hutan. Semua binatang di hutan itu sangat hormat padanya karena mereka takut pada taringnya yang tajam dan sewaktu-waktu dapat menerkam mereka.
Harimau itu dikawal oleh beberapa hewan buas. Ia dikawal oleh dua ekor serigala dan seekor beruang. Saat mereka melintas, tidak ada binatang hutan yang berani menampakkan diri, semua bersembunyi.
Saat itu seekor serigala yang menjadi pengawal harimau melihat ada mangsa yang dapat menjadi santapan mereka. Serigala pun segera melumpuhkan mangsanya. Melihat itu, harimau buru-buru mendekati mangsa dan melahap semua makanan tanpa menyisakan sedikit pun untuk teman-temannya.
“Aku berjanji setelah ini akan aku carikan kalian daging yang lezat dan empuk, yang ini untukku dulu,” harimau mengunyah semua daging dan tulang mangsanya, sementara semua temannya hanya melihat.
Setelah merasa kenyang, harimau merasa mengantuk. Janjinya pada teman-temannya untuk mencarikan makanan bagi mereka tidak ditepati, ia justru tertidur pulas karena kekenyangan.
Setelah terbangun, harimau merasa lapar lagi. Ia kembali mencari mangsa bersama para pengawalnya. Tak lama kemudian, mangsa pun didapat, namun dengan cepat harimau kembali menghabiskan semua daging dan tulang tanpa menyisakan untuk teman-temannya. Ia membiarkan teman-temannya hanya melihat ia makan dengan lahap.
Suatu hari mereka bertemu dengan seorang pemburu, pemburu itu membawa sebilah kapak yang sangat besar. Melihat kedatangan pemburu, harimau merasa terusik. Ia pun ingin mengusir pemburu itu agar tidak berada di wilayah itu lagi.
“Serigala, aku perintahkan kau untuk mengusir pemburu itu dari sini.”
“Bagaimana aku bisa mengusirnya, Harimau. Aku sudah tidak memiliki tenaga karena sudah berhari-hari tidak makan.”
“Beruang, usir pemburu itu,” ujar harimau yang mulai marah.
“Sama halnya dengan Serigala, aku pun tidak punya kekuatan untuk menakut-nakuti pemburu itu, aku lapar dan tidak bertenaga.”
“Ah payah kalian semua.”
Harimau pun memutuskan untuk menakut-nakuti pemburu itu sendiri. Ia mengendap-endap di belakang pemburu. Hanya dengan sekali auman saja, harimau yakin pemburu itu pasti akan lari kocar-kacir dan tidak pernah kembali lagi.
Tanpa menunggu waktu lama, harimau pun mengaum dengan sangat keras. Siapa pun yang mendengar auman itu pasti akan sangat ketakutan, termasuk pemburu yang tepat berada di depan harimau.
Namun, hal yang tidak diduga oleh harimau, ternyata pemburu itu tidak sendirian, ada pemburu lain yang tiba-tiba mendekat. Ia membawa sebilah kapak dan dengan cepat pemburu itu mengayunkan punggung kapaknya tepat di depan mulut harimau.
Seketika itu juga, semua gigi harimau terlepas. Taring yang sangat ia andalkan dan menjadi senjata pamungkasnya, tergeletak di tanah.
Beruang dan serigala yang melihat kejadian itu, langsung tertawa terbahak-bahak. Harimau yang semula ditakuti, kini sudah berubah menjadi ompong dan tidak akan menjadi raja hutan lagi.
Setelah tertawa, serigala dan beruang meninggalkan harimau begitu saja. Mereka kini lebih memilih mencari makan sendiri dan penduduk hutan dapat hidup lebih tenang tanpa harus takut dengan ancaman harimau, karena gigi harimau tidak akan tumbuh lagi.
16. Kakek yang Selalu Bingung
Di sebuah desa, ada seorang kakek yang hidup sebatang kara. Ia baru saja memutuskan untuk pensiun setelah sekian lama bekerja keras. Ia memiliki sebuah celengan berisi uang hasil jerih payahnya sejak usia muda.
Ia ingin di hari tuanya, dapat menikmati uang itu dengan menggunakannya secara bijak. Setelah celengan dibuka, ia menghitung semua uang dan mulai berpikir, kira-kira apa yang dapat ia beli dengan uang yang ia miliki.
Ia pun berjalan-jalan ke pasar sambil membawa uang miliknya. Ia melihat beberapa ekor kambing muda dan bagus. Ia pun berpikir, jika uang itu digunakan untuk membeli beberapa ekor kambing maka ia dapat memeliharanya. Lama-kelamaan kambing itu beranak sehingga kambing miliknya akan menjadi banyak.
Namun, seketika itu juga tiba-tiba terbesit di dalam pikirannya, jika ia membeli kambing maka ia harus membuat kandang dan mencari rumput untuk makanan semua kambingnya. Ia pun berlalu meninggalkan penjual kambing dan justru memilih beberapa pakaian baru.
“Beberapa pakaian baru tidak akan menghabiskan uangku. Pakaianku kan sudah usang, tidak ada salahnya aku membeli beberapa helai, ucapnya pada diri sendiri.”
Beberapa hari kemudian, kakek tua itu kembali berpikir kira-kira apa yang akan ia beli dengan uang miliknya, yang sudah ia kumpulkan dengan susah payah itu. Tak lama kemudian ia melihat penjual timun. Penjual timun itu menjajakan timun yang sangat bagus, buahnya besar dan ranum.
Terbesit di dalam pikirannya, jika ia membeli beberapa timun dan bijinya ditanam maka ia dapat memanen timun yang bagus-bagus seperti itu. Selain dijual, timun hasil panennya dapat dijadikan makanannya sehari-hari.
Namun, tiba-tiba ia menjadi kebingungan, karena jika ia menanam timun, ia harus selalu menyiram tanamannya agar subur, memupuknya, dan bahkan menjaganya dari hewan-hewan yang bisa saja mencuri timun miliknya. Ia pun berlalu meninggalkan pedagang timun dan memilih pulang.
Namun, saat pulang, ia melihat beberapa pedagang makanan enak. Rasanya sudah lama ia tidak makan enak. Ia pun pulang dengan membeli begitu banyak makanan enak.
Keesokan harinya, kakek tua itu kembali berpikir apa yang akan ia beli dengan uang hasil bekerja saat usia muda. Tak jauh dari tempatnya berdiri, ada seorang penjual ikan nila. Kakek tua itu melihat ikan-ikan nila itu mengibaskan sirip dan berenang di kolam kecil.
Terlintas di dalam pikirannya untuk memelihara ikan nila. Ikan nila akan cepat tumbuh besar dan beranak, lama kelamaan saat sudah besar, ikan tersebut dapat dijual dan menghasilkan uang.
Tiba-tiba Kakek tua kembali bingung, jika ia memelihara ikan, ia harus menyediakan makanan ikan setiap hari. Jika kemarau dan kolam ikan menjadi kering, ikan-ikan akan mati. Ia pun pergi meninggalkan ikan nila dan bergegas pulang.
Saat hendak pulang, tiba-tiba sandal yang ia kenakan putus. Sandalnya harus segera diperbaiki. Namun, butuh waktu lama untuk memperbaikinya. Ia pun mendekati penjual sandal dan membeli beberapa pasang sandal.
Hingga suatu hari, ia masih saja bingung apa yang akan ia beli. Pak tua terkejut karena uang di saku celananya telah habis. Pak tua sangat menyesal mengapa ia selalu bingung dengan apa yang ada di hadapannya.
Pak tua sangat menyesal karena ia telah bekerja keras mengumpulkan uang di waktu muda, kini dengan mudah ia menghabiskan uang itu di waktu tua untuk sesuatu yang tidak begitu penting. Kini ia menikmati masa tua dengan tidak memiliki apa-apa.
17. Kaktus di Gurun Pasir
Di sebuah gurun pasir yang luas, ada tanaman kaktus yang kesepian. Ia hanya berdiri di bawah terik matahari dan tetap berdiri tanpa bisa berpindah-pindah. Ia tidak punya teman, hanya sesekali beberapa orang melintas dengan unta tanpa memperhatikan kaktus.
Dari kejauhan terdapat pohon palem yang sangat indah. Beberapa pengelana terkadang singgah sebentar untuk berteduh dan beristirahat.
Pohon palem itu melambaikan daunnya yang panjang dan gemulai. Membuat siapa pun betah duduk di bawahnya karena seolah sedang dikipasi oleh palem.
Kaktus sedih, batangnya yang berduri, daunnya yang kaku, dan bentuknya yang buruk membuatnya diabaikan. Seolah dirinya hanya menambah kegersangan padang pasir yang tandus. Mengapa yang lain memiliki keistimewaan sementara ia tidak? Pikirnya.
Kaktus ingin sekali menjadi bagian dari alam ini, yang berguna bagi makhluk lain. Namun, sepertinya ia memang ditakdirkan untuk sendiri, buktinya tidak ada seekor burung pun yang bersedia hinggap di salah satu dahannya, karena mereka takut tertusuk duri.
Suatu hari kaktus melihat seorang pengelana menunggangi untanya. Ia beristirahat di bawah pohon palem.
Namun, kali ini kaktus merasa ada yang berbeda, biasanya pengelana tidak akan berlama-lama duduk di bawah palem. Tapi kali ini ia sudah lama duduk di sana dan tidak juga beranjak. Kaktus pun heran, apa yang terjadi dengan pengelana.
Hingga matahari tergelincir, pengelana masih di sana. Kaktus yang semakin penasaran menggerak-gerakkan batangnya ingin melihat lebih jelas. Sayangnya, ia tidak bisa berjinjit, ia hanya bisa bergerak kaku dan pelan. Melihatnya bergerak, mata pengelana tertuju pada dirinya. Kaktus merasa ia sedang diperhatikan oleh pengelana.
Pengelana pun beranjak dari bawah pohon palem. Tanpa diduga oleh kaktus, pengelana menuju ke arahnya. Kaktus salah tingkah, apakah gerakannya membuat si pengelana menjadi marah atau penasaran. Pengelana semakin dekat, namun jalannya tampak terseok-seok.
Saat mendekat, pengelana mengeluarkan sebilah pisau kecil yang membuat kaktus menjadi ketakutan. Tanpa ragu, pengelana menyabet salah satu tangkainya yang kecil dan membuatnya kaget.
Untuk pertama kalinya ia merasakan sakit. Salah satu dahannya terpotong, ia mengira pengelana marah padanya. Namun, saat melihat pengelana mengucurkan air yang keluar dari dahannya dan meminumnya. Kaktus sadar, pengelana itu kehausan.
Kaktus pun dengan senang hati memberi air, walaupun ia merasa sakit. Ini kali pertama ia merasakan senang dapat bermanfaat bagi orang lain. Pengelana memotong lagi dahan kaktus dan meminum airnya, hingga ia hanya menyisakan satu dahan.
Saat itulah, kaktus melihat pengelana menjadi lebih segar. Pengelana juga menancapkan dahan-dahan yang telah ia minum airnya di sekitar kaktus. Pengelana pun berlalu, kini ia sudah tidak terseok-seok lagi.
Kaktus baru menyadari, ternyata kelebihan dirinya terletak pada dahan yang menyimpan air di tengah gersangnya gurun pasir. Saat seseorang kesulitan mencari air, ia memberikan air. Kaktus pun merasa ia adalah tanaman paling bahagia di dunia karena dapat memberikan manfaat.
Waktu berlalu begitu cepat, kaktus pun telah memiliki dahan yang baru. Ia juga telah menyiapkan banyak air di dahan-dahannya, jika sewaktu-waktu ada pengelana yang membutuhkan air darinya. Namun, tak disangka olehnya, dahan-dahan yang pernah dipotong darinya oleh pengelana dulu, tumbuh menjadi kaktus-kaktus kecil di sekelilingnya.
Ia pun senang bukan kepalang. Ia kini tidak sendiri lagi. Di sisa satu dahannya yang dulu tidak dipotong oleh pengelana juga tumbuh mahkota bunga yang indah. Kaktus merasa sangat istimewa karena ternyata ia sangat cantik seperti bunga lainnya.
18. Kembara Putri Kembar
Seorang raja memiliki 2 orang putri kembar. Keduanya sama-sama cantik, keduanya juga memiliki sifat yang baik, bijaksana, dermawan, layaknya sifat seorang putri kerajaan yang sempurna. Karena raja tidak memiliki anak laki-laki, maka salah satu putrinya akan menjadi pewaris tahtanya kelak. Namun, raja bingung memilih salah satu di antara keduanya.
Raja pun memanggil kedua putrinya. Putri pertama ia perintahkan pergi ke selatan. Di sana ada rumah seorang petani, putri pertama diperintahkan tinggal di rumah petani itu hingga beberapa waktu. Sementara putri kedua, diperintahkan oleh raja untuk pergi ke utara kerajaan. Di sana ada rumah seorang pedagang buah. Kedua putri raja menuruti perintah ayahnya.
Saat putri pertama tinggal di rumah petani miskin, ia menyamar menjadi rakyat biasa. Petani bersama seorang istri dan empat anak tersebut memiliki hidup yang serba kekurangan. Setiap hari sang putri membantu menanak nasi, hingga tangannya yang halus berubah menjadi kasar dan melepuh.
Puteri juga membantu petani miskin itu menanam labu dan sayuran hijau. Hingga suatu hari seorang pemuda berkuda melewati lahan pertanian milik petani miskin itu dan merusak semua tanaman. Puteri hanya menangis dan berjanji pada petani miskin bahwa ia akan segera memperbaiki semua tanaman miliknya.
Saat putri pertama hendak ke pasar, ada seorang pengemis yang tampak sangat kelaparan meminta tolong pada putri pertama. Putri yang kebingungan karena uangnya telah habis digunakan untuk membeli makanan bagi keluarga petani miskin, merasa kebingungan. Ia pun memberikan syal yang melingkar di lehernya.
“Juallah syal ini. Mungkin ini cukup untuk makan beberapa hari. Ini adalah syal pemberian ibuku yang sangat berharga, namun ini akan lebih bermanfaat jika kau gunakan untuk membeli makanan.” Pengemis menerima syal pemberian putri dengan sangat gembira.
Sementara, putri kedua yang berada di rumah seorang pedagang buah, mengalami hal yang sama. Pedagang buah menjual apel dan anggur yang sangat bagus dan manis kepada seorang saudagar kaya.
Putri kedua diminta untuk mengantarkan buah-buah itu ke rumah sang saudagar. Setiap hari ia harus berjalan jauh dari rumah pedagang buah ke rumah saudagar, hingga membuat kakinya lecet dan sakit.
Suatu hari, di tengah perjalanan mengantarkan buah, seorang pemuda mabuk menabraknya, membuat semua buah apel dan anggurnya rusak. Melihat apel dan anggur yang dibawa putri kedua sudah rusak, saudagar kaya marah.
Sebagai gantinya, ia menyuruh putri menjadi pelayannya selama beberapa hari. Putri kedua melakukan itu semua dengan sukarela walaupun ia harus mengerjakan pekerjaan yang selama ini belum pernah ia kerjakan.
Saat akan pulang ke rumah pedagang buah, putri kedua melihat seorang pengemis tengah menangis di bawah pohon. Pengemis itu sudah beberapa hari tidak makan. Bajunya kumal dan bau, tangan kanannya memegangi perutnya yang lapar.
Namun, karena putri kedua sama sekali tidak memegang uang, ia pun memberikan syal pemberian ibunya kepada pengemis. Ia berharap, pengemis dapat menjualnya dan membeli makanan.
Beberapa bulan kemudian, kedua putri kembar itu dijemput oleh beberapa pengawal istana. Raja memanggil kedua putrinya dan ingin mengatakan sesuatu yang sangat penting.
“Awalnya aku ingin memilih salah satu di antara kalian berdua untuk menggantikanku. Namun, aku melihat kalian berdua sama-sama memiliki sifat yang sangat bijaksana. Aku pun memutuskan untuk membagi kerajaan menjadi dua, Putri Pertama memerintah di bagian utara dan Putri Kedua memerintah di bagian selatan.” Kedua putri mengangguk menuruti perintah ayahnya.
“Aku juga hendak mempertemukan kalian dengan dua bangsawan terhormat dan bijaksana. Bangsawan tampan yang berasal dari utara dan bangsawan tampan yang berasal dari selatan. Mereka membawa syal milik kalian berdua.”
Putri pertama terkejut namun sangat bahagia. Syal pemberian ibunya yang sangat berharga baginya telah kembali. Ternyata seorang pemuda berkuda yang merusak sayuran petani miskin dan pengemis yang ia temui itu adalah bangsawan tampan yang tengah menyamar. Putri kedua juga sama bahagianya.
Pemuda mabuk yang membuat semua buah yang ia bawa rusak dan pengemis yang ia temui di bawah pohon itu adalah bangsawan tampan yang juga tengah menyamar. Akhirnya kedua putri raja itu menikah dan hidup bahagia selamanya.
19. Kisah Seorang Pembuat Perahu
Seorang pria yang usianya mulai menua hidup sendiri di tepi pantai. Sehari-hari dirinya bekerja membuat perahu. Perahu hasil buatannya sangat bagus dan kuat. Namun, hidupnya yang sepi membuatnya selalu sedih. Ia selalu gelisah tentang bagaimana masa tuanya kelak jika ia sakit dan tidak ada seorang pun yang mengurusnya.
Siapakah yang akan menjadi penerusnya jika ia tidak memiliki keturunan. Pembuat perahu tak henti-hentinya berdoa, memohon agar ia diberi seorang istri sebagai pendamping hidupnya.
Suatu hari saat menyusuri tepian pantai, pembuat perahu berniat mencoba perahu yang baru saja ia buat. Dari kejauhan ia melihat seekor ikan berwarna kekuningan terkapar di bibir pantai. Pembuat perahu pun berlari mendekati ikan itu. Saat melihat ikan masih hidup, ia pun bergegas membawa pulang ikan itu untuk dirawat di rumahnya.
Saat ikan sembuh, ikan cantik itu menjelma menjadi seorang wanita cantik. Tidak lama kemudian pembuat perahu mempersunting wanita cantik itu lalu dianugerahi seorang anak laki-laki. Pembuat perahu dan istrinya sangat senang. Namun, seiring bertambahnya usia, anak laki-lakinya, tumbuh menjadi anak yang sangat nakal.
Ada saja ulah anak pembuat perahu itu yang membuat kedua orang tuanya geram. Bahkan suatu hari anak laki-laki pembuat perahu itu membakar perahu yang baru saja dibuat dengan susah payah. Hal ini tentu membuat ayahnya menjadi sangat marah padanya. Ayahnya yang sedang naik pitam itu membawa anak laki-lakinya naik ke perahu yang tertambat di tepi laut.
Mereka berdua berlayar menuju sebuah pulau kecil. Pembuat perahu yang marah itu meninggalkan anaknya di pulau itu sendirian. Pembuat perahu pun pulang dengan perahu miliknya.
Saat tiba di rumah, pembuat perahu melihat istrinya yang tengah kebingungan mencarinya dan anaknya. Pembuat perahu pun menjelaskan bahwa anaknya tengah menjalani hukuman karena telah membakar perahu yang baru saja ia buat.
Dalam beberapa lama ia akan tinggal di pulau itu dan suatu hari nanti, setelah merasa waktunya telah cukup, pembuat perahu akan menjemputnya. Alangkah terkejutnya hati sang ibu mendengar anaknya ditinggal sendirian oleh ayahnya.
Ibu yang sedih pun hendak menuju pulau itu menjemput anaknya, namun ia tidak bisa mengayuh sampan. Ia pun berubah kembali menjadi ikan untuk berenang ke sana. Padahal ia tahu, jika ia memutuskan kembali menjadi ikan, selamanya ia tidak akan menjadi manusia lagi.
Pembuat perahu termenung memikirkan perbuatannya. Kini istri yang sangat dicintainya itu pergi meninggalkannya untuk mencari anaknya yang berada di pulau kecil sendirian. Pembuat perahu pun menjalani kehidupannya yang lebih sunyi. Di lubuk hati yang paling dalam, ia menyesal telah meninggalkan anaknya di sana.
Bertahun-tahun kemudian, pembuat perahu memutuskan untuk menjemput anak laki-lakinya pulang. Ia pun mengayuh perahu yang dibuatnya dan tibalah ia di pulau kecil tempat ia meninggalkan anak laki-lakinya dulu.
Ia mencari-cari anaknya, namun pembuat perahu tak kunjung menemukan anak yang ia cari. Setelah cukup lama mencari, pembuat perahu mendengar suara kayu yang sedang dipukul-pukul.
Penasaran dengan suara itu, pembuat perahu mencari asal suara. Betapa terkejutnya ia saat melihat seorang pembuat perahu yang sedang membuat sebuah perahu yang luar biasa indah.
Pembuat perahu mendekat. Ia ingin melihat siapakah gerangan pemuda hebat yang bisa membuat perahu yang demikian indah dan kuat.
Saat mendekat, pembuat perahu terkejut karena yang ia lihat adalah anaknya yang telah tumbuh dewasa. Anaknya sangat mirip dengan ibunya dan mewarisi keahlian ayahnya, yakni membuat perahu.
“Ayah. Ibu telah mengajari aku banyak hal dalam membuat perahu. Kami bertemu di tepi pantai dan ia memberitahuku bagaimana Ayah membuat perahu dengan baik. Namun, aku hanya bisa menemuinya di sore hari saat air laut sedikit surut.” Pembuat perahu menangis mendengar nasib istrinya yang kini telah berubah menjadi ikan.
“Kau tahu, Ayah, satu hal yang membuat perahuku berbeda dengan perahu buatanmu. Perahu buatanku lebih ringan, karena sebelum digunakan, perahu ini aku bakar terlebih dahulu di bagian bawahnya. Sehingga membuat air yang terdapat di dalam kayu menjadi hilang. Jika airnya sudah hilang, perahu akan menjadi ringan dan lebih cepat, sehingga untuk mengayuhnya akan lebih mudah.”
Pembuat perahu tak kuasa menahan tangis mendengar kata-kata anaknya. Ternyata ketika anaknya membakar perahu buatannya, ia memiliki maksud tertentu. Namun, pembuat perahu yang sudah kalap tidak mau mendengar penjelasan anak laki-lakinya itu.
Ia pun menyesali perbuatannya, namun nasi sudah menjadi bubur, istrinya telah kembali ke asalnya, yakni laut. Kini ia hanya bisa melihat istrinya sesekali di tepian pantai saat air sedang surut.
20. Kontes Kikir
Ada sebuah desa yang disebut Desa Kikir karena hampir semua penduduknya memiliki sifat kikir. Seorang pengembara yang kebetulan melintas di desa itu merasa sangat lapar.
Alangkah terkejutnya pengembara itu karena hampir semua penduduk desa memiliki harta yang melimpah, namun tidak ada satu orang pun yang menikmati hartanya. Mereka justru menumpuk kekayaan dan hidup sangat irit.
Ada seorang wanita tua yang memiliki rumah besar dan perkebunan luas, namun hanya makan keju busuk sekali sehari yang ia beli dengan harga murah. Ada juga seorang ayah yang memiliki anak perempuan yang sakit, namun ia tidak segera membawa anaknya ke dokter.
Ia hanya membeli lada hitam yang sudah kadaluarsa untuk membuat anaknya selalu bersin, dengan begitu ia berharap penyakitnya segera keluar dari tubuh anaknya. Ada juga sepasang suami istri yang menimbun semua sampah di rumahnya, untuk digunakan kembali suatu saat nanti.
Pengembara yang lapar itu kemudian berpikir, bagaimana caranya ia mendapatkan makanan dari orang-orang kikir itu. Jika ia meminta makanan dengan mengetuk pintu rumah penduduk, sudah tentu ia tidak akan mendapatkan secuil nasi pun.
Pengembara lalu mengadakan sebuah Kontes Kikir, pemenangnya akan mendapatkan sebuah hadiah emas yang besar dan berat. Tidak ada satu penduduk pun yang tidak mengikuti kontes itu. Semua bersemangat karena ingin mendapatkan emas.
Syaratnya adalah siapa yang bisa menyajikan makanan paling enak untuk pengembara, ialah pemenangnya. Penduduk berbondong-bondong mengikuti kontes.
Pengembara mencicipi makanan yang dibawa wanita tua. Ia membawa keju yang selalu ia makan, keju yang sudah bau dan busuk yang ia beli dengan harga sangat murah. Pengembara lalu mencicipi makanan yang dibawa oleh seorang pria.
Ia tidak ingin mengeluarkan uang sepeser pun dengan membawa air sumur dan memberikan pada pengembara. Lalu sepasang suami-istri yang tidak ingin menyia-nyiakan tenaga dan uangnya. Mereka mengambil sisa makanan yang ada di tumpukan sampah di rumah
untuk pengembara. Penduduk lain ada yang memberikan tomat busuk, ada juga yang memberikan sup garam, kulit buah apel yang sudah dibuang, dan yang terakhir seorang pria tua, yang memungut secuil kapur yang tercecer di jalan, lalu menggambar semangkuk bakso di meja yang ada di hadapan pengembara.
Tibalah saatnya pengembara mengumumkan siapa yang menjadi pemenang kontes, saat yang ditunggu-tunggu oleh penduduk desa. Semua berharap merekalah yang menjadi pemenang dan membawa pulang emas yang berat dan besar.
Pengembara lalu membuka sebuah bungkusan. Ia mengeluarkan isi bungkusan yang sebenarnya kosong. Dengan kedua tangannya, ia berpura-pura mengangkat emas yang besar dan berat. Ia pun membawanya dengan setengah membungkuk, seolah yang ia bawa sangatlah berat.
Pemenangnya adalah pria tua, karena ia tidak mengeluarkan uang sama sekali untuk menyajikan makanan enak. Bahkan tenaga yang ia keluarkan sangatlah kecil, karena ia hanya menggambar saja. Pengembara menyerahkan emas pura-pura yang besar dan berat itu kepada pria tua. Tentu saja pengembara tidak akan sungguh-sungguh memberikan emas kepada orang yang kikir.
21. Kusir dan Kuda Penarik Delman
Jauh sebelum menjadi seorang kusir, ketika usianya masih sangat muda, seorang laki-laki menemukan seekor kuda tengah kebingungan di dekat jalan setapak menuju desanya. Kuda jantan terlihat gagah dan memiliki rambut lebat, warna bulunya putih bersih, menandakan ia sepertinya bukan kuda biasa.
Kuda putih itu hanya berputar-putar dan sesekali mengangkat kaki depannya ke atas. Pemuda yang melihat itu segera mendekati kuda putih yang gagah itu.
“Kuda gagah… apa kau merasa kehilangan sesuatu?” Tanya sang pemuda. Kuda tidak bisa menjawab dengan kata-kata. Ia hanya meringkik seraya mengangkat kaki. Berusaha memberitahu sesuatu, namun orang yang berdiri di hadapannya tidak mengerti sama sekali.
Akhirnya ia membawa kuda putih itu pulang, memberinya makan rumput yang segar dan minum, lalu memandikannya. Ia menunggu pemilik kuda itu mencarinya. Namun, setelah berbulan-bulan, tetap tidak ada satu orang pun yang mencari kuda putih yang gagah itu.
Sang pemuda pun membesarkan kuda itu dengan sepenuh hati. Kuda putih itu juga merasa sangat dekat dengan pemiliknya yang baru.
Hingga suatu hari sang pemuda kebingungan karena semua ternaknya mati terserang penyakit. Hanya kuda putih yang tersisa. Ia pun kebingungan bagaimana cara mencari uang karena yang ia miliki kini hanya seekor kuda.
Setelah berpikir cukup lama, dengan berat hati sang pemuda meminta temannya itu untuk membantunya menarik delman.
Setelah bersusah payah membuat kereta dari kayu, ia pun memasangkan kereta tersebut pada kuda putih. Kuda putih tampak bahagia bisa membantu pemuda yang kini menjadi kusirnya.
Dengan delman yang ia miliki, ia bisa mengangkut anak-anak yang hendak menuntut ilmu, ibu-ibu yang hendak ke pasar, dan para pria yang hendak pergi bekerja. Karena tidak ada delman di desa itu, kusir dan delmannya sangat laris dan sibuk. Dalam waktu singkat, ia pun dapat menghidupi dirinya yang tengah kesusahan.
Beberapa tahun berlalu, sang kusir menjadi tua, sama halnya dengan kuda putih penarik delman. Ia sudah tidak sekuat dulu lagi. Larinya sudah sangat pelan.
Bahkan anak-anak yang hendak belajar tidak sabar dengan larinya yang sangat lambat. Ibu-ibu yang hendak ke pasar sudah tidak mau menggunakan jasanya lagi karena delman milik sang kusir sudah tidak dapat berlari cepat lagi.
Kini, tak ada satu orang pun yang mau menaiki delman milik sang kusir. Ia hanya menunggu di sisi jalan dan orang-orang lebih memilih menaiki transportasi lain yang lebih cepat. Saat itulah tiba-tiba kuda putih itu berkata pada sang kusir.
“Teman, sepertinya perjalananku hanya sampai di sini. Maaf telah membuatmu kecewa karena aku sudah tua dan tidak bisa berlari kencang lagi.”
“Aku tidak akan memaksamu berlari, teman. Maafkan aku telah membuatmu letih setiap hari.”
“Tidak… tidak… kau tidak memaksaku. Aku melakukan semua itu dengan sukarela. Ingat… kau telah menyelamatkanku waktu itu, hingga aku bisa hidup sampai saat ini. Belilah kuda yang baru, pemilikku sebelumnya membuatkanku sepatu dari emas dan kau bisa membeli beberapa ekor kuda dari situ.“
“Aku tidak menginginkan kuda yang banyak, aku hanya berharap kau baik-baik saja.” Namun, kuda putih itu terdiam dan tidak bergerak lagi untuk selamanya.
Sang kusir tersentak. Ia menyangka yang menjadi sepatu kuda putih miliknya itu adalah kuningan. Ternyata itu adalah sepatu emas. Mungkin pemilik kuda putih ini sebelumnya adalah seorang bangsawan kaya.
Kusir pun menjual sepatu emas itu dan membeli beberapa ekor kuda yang muda dan kuat. Ia pun kembali menarik delman dan bisa mencukupi kebutuhan hidupnya.
22. Dongeng Kunyit, Jahe, Kencur dan Lengkuas
Seorang gadis desa yang miskin berencana pergi meninggalkan rumah untuk bekerja. Ia ingin membahagiakan nenek yang telah merawatnya sejak kecil, karena hanya neneklah keluarga satu-satunya di dunia ini.
Setelah meminta izin kepada sang nenek, ia pun menyiapkan perbekalan dan berpamitan. Namun, sebelum pergi, nenek memberinya sebuah kunyit, jahe, kencur, dan lengkuas.
“Kau akan membutuhkan ini suatu hari nanti,” ujar nenek. Ia pun memasukkan beberapa bumbu tadi ke dalam kantong perbekalan.
Sang gadis mencari pekerjaan ke sana kemari, hingga ia bertemu dengan seorang penyihir tua yang jahat. Ia menyamar menjadi seorang wanita cantik. Agar sang gadis mau bekerja dengannya, ia berpura-pura baik terhadap sang gadis. Sang gadis pun bekerja pada penyihir.
Namun, penyihir memberikan syarat kepada sang gadis, yakni sang gadis tidak boleh masuk ke ruang bawah tanah. Sang gadis pun setuju.
Suatu hari saat penyihir sedang pergi dan sang gadis sedang asyik membersihkan rumah penyihir, sang gadis melihat sebuah ruangan yang di bawahnya begitu kotor dan bau.
Ia pun berniat membersihkan ruangan itu. Namun, saat ia masuk ke dalam ruangan yang begitu gelap, ia terjatuh dan terperosok ke dalam ruang bawah tanah.
Sang gadis yang ketakutan berusaha mencari-cari cahaya karena suasananya sangat gelap. Akhirnya ia berhasil menemukan sebuah lampu gantung dan menghidupkannya.
Alangkah terkejutnya ia ketika lampu sudah menerangi ruangan di sekitarnya. Lampu itu dipegang oleh seorang pelayan yang dikutuk oleh penyihir. Sang gadis sontak berteriak dan mengejutkan seisi ruangan.
“Gadis cantik, aku dulu pelayan di sini dan penyihir mengubahku menjadi tempat untuk menggantung lampu. Kau lihat di sekelilingmu, banyak pelayan yang diubah oleh penyihir jahat menjadi gantungan mantel, pemegang cermin, dan masih banyak lagi. Pergilah secepatnya sebelum kau bernasib seperti kami.”
Sang gadis yang ketakutan segera berlari keluar. Tidak lupa ia membawa kantong perbekalan yang dulu dibawanya dari rumah. Namun, belum lama sang gadis pergi, penyihir pulang ke rumahnya dan sangat marah mengetahui sang gadis telah pergi.
Ia pun mengejar sang gadis yang lari ketakutan. Penyihir yang memiliki kemampuan hebat mengubah sapu lidi menjadi sapu terbang, dan dengan secepat kilat sang gadis dapat dikejar.
Sang gadis melihat ke belakang, tampak penyihir jahat sudah berada dekat di belakangnya. Ia merogoh kantong bekalnya untuk melempari penyihir agar ia jatuh dari sapunya dan berhenti mengejarnya.
Saat tangannya merogoh kantong bekal, tangannya mendapatkan buah kunyit. Sang gadis melempar kunyit tepat mengenai wajah penyihir.
Seketika itu juga wajah penyihir menjadi kuning, seluruh tubuhnya menjadi kuning, lama-kelamaan kulitnya yang kuning itu tumbuh kudis dan membuat penyihir merasakan gatal yang luar biasa. Ia pun singgah di sebuah sumur dan membersihkan dirinya dari warna kuning dan kudisnya.
Setelah bersih dan kulitnya kembali seperti semula, ia pun kembali mengejar sang gadis. Sang gadis melempar penyihir dengan jahe, seketika itu juga tubuh penyihir tiba-tiba merasa hangat.
Lama-kelamaan rasa hangat itu menjadi panas. Ia pun tidak tahan dengan panasnya dan kembali singgah di sebuah sumur untuk menghilangkan panasnya.
Setelah membersihkan tubuhnya dari jahe, ia kembali mengejar sang gadis. Sang gadis yang melihat penyihir sudah dekat, melemparnya dengan kencur.
Seketika itu juga kencur itu membuat tubuh penyihir menjadi beraroma kencur, lama-kelamaan aroma itu semakin pekat dan bau. Membuat penyihir pusing dan mual.
Penyihir yang pusing itu berhenti lagi di sebuah sumur untuk membersihkan aroma kencur dari tubuhnya. Setelah merasa cukup, ia melanjutkan mengejar sang gadis.
Hanya lengkuas yang tersisa di dalam kantong bekal sang gadis. Saat melihat penyihir yang mengejarnya sudah mendekat dengan wajahnya yang marah, ia pun melempar lengkuas dengan sisa tenaganya, tepat mengenai mata penyihir.
Penyihir merasakan matanya menjadi perih dan kepedasan. Penyihir berteriak sambil berusaha membersihkan matanya yang pedas, namun ia tidak bisa melihat. Sapu terbangnya terlepas dan terbang tanpa dirinya.
Penyihir jatuh terjembap ke tanah, rasa pedas lengkuas semakin menggila. Penyihir pun mengutuk sang gadis, namun karena panik ia salah mengucapkan matra.
Tongkat sihirnya juga terbalik, tongkatnya justru mengarah padanya. Seketika si penyihir jahat berubah menjadi nenek tua biasa. Ia telah mengucapkan mantra penghilang kemampuan sihir.
Matanya sudah bisa melihat, tapi kemampuan sihirnya hilang. Sang gadis pulang ke rumahnya dengan selamat. Pelayan lain yang telah dikutuk oleh penyihir kembali menjadi manusia dan pulang ke rumah mereka masing-masing. Mereka berterima kasih pada sang gadis karena telah menyelamatkan hidupnya.
23. Kemiri dan Seledri
Kemiri adalah seorang anak perempuan yang bersahaja. Ia baru saja menjadi seorang yatim piatu. Kemiri hidup sendiri.
Namun, tak berapa lama ada seorang ibu dan anaknya yang bernama Seledri ingin menganggapnya sebagai keluarga. Kemiri senang karena ia memiliki ibu dan saudara perempuan yang sebaya.
Namun, kebahagiaan kemiri tidak lama. Oleh ibu dan saudaranya ia diperlakukan sebagai pelayan. Ia tidak diberi makan jika tidak melakukan semua pekerjaan rumah.
Pagi-pagi sekali Kemiri ke pasar, ia berbelanja kebutuhan sehari-hari. Sepulang dari pasar Kemiri memasak makanan, lalu mencuci pakaian ke sungai. Kemiri menjadi seorang yang sangat kurus, namun ia sama sekali tidak memiliki dendam pada ibu dan saudaranya.
Semakin lama sang ibu semakin kejam padanya, hingga suatu hari Seledri dan ibunya memiliki sebuah rencana jahat. Mereka ingin menyingkirkan Kemiri untuk selamanya, agar harta warisan orang tua Kemiri, yakni rumah beserta isinya, jatuh ke tangan Seledri dan ibunya.
Pagi-pagi sekali Seledri dan ibunya menyuruh Kemiri pergi ke hutan lebat. Mereka minta diambilkan beberapa lembar daun yang akan dijadikan obat.
Kemiri pun mematuhi perintah ibunya. Ia pergi ke hutan tanpa ditemani siapa pun. Setelah melihat Kemiri pergi, Seledri dan ibunya tertawa terbahak-bahak karena mereka yakin Kemiri tidak akan bisa kembali karena di hutan itu banyak binatang buas.
Sesampainya di dalam hutan, Kemiri kelelahan. Ia juga merasa lapar dan haus. Samar-samar ia melihat sebuah gubuk kecil yang sudah reyot. Kemiri pun berniat menumpang istirahat di gubuk kecil itu. Ternyata pemilik gubuk adalah nenek renta yang sedang sakit. Melihat seorang gadis datang, nenek tua itu pun merasa senang.
“Nek, bolehkah saya menumpang istirahat sejenak di gubuk Nenek?”
“Silakan, Cu, kebetulan sudah beberapa hari ini Nenek sakit. Kalau boleh, Nenek juga ingin meminta tolong padamu untuk menanak nasi. Nenek lapar sekali. Karena sakit, Nenek tidak
bisa memasak.” “Baik, Nek.” Kemiri merasa senang karena ke
betulan ia juga sedang lapar. “Kalau boleh tahu, ada keperluan apa Cucu ke
hutan yang lebat ini?” “Saya mencari dedaunan untuk dijadikan obat, Nek.“
“Kau boleh mengambil dedaunan itu sebanyak yang kau mau, semuanya ada di halaman belakang rumahku. Anggaplah sebagai rasa terima kasih karena kau telah membantuku.”
Kemiri merasa senang, karena ia tidak perlu mencari lagi. Setelah merawat nenek renta dan memasak begitu banyak makanan enak, Kemiri pamit kepada nenek tersebut untuk pulang ke rumah. Namun, sebelum ia pulang. Nenek memberinya sebuah kendi yang terbuat dari tanah liat.
“Bawalah kendi ini pulang, jangan kau buka hingga kau sampai di rumah.”
“Baik, Nek.”
Sesampainya di rumah, Seledri dan ibunya terkejut melihat kemiri tidak dimakan binatang buas. Kemiri berhasil membawa begitu banyak dedaunan obat untuk ibunya. Ia juga membawa kendi pemberian sang nenek.
Seperti kata sang nenek, ia boleh membuka kendi itu jika sudah tiba di rumah. Di hadapan Seledri dan ibunya, Kemiri membuka kendi itu. Betapa terkejutnya mereka saat melihat isi kendi. Ada biji-biji emas dan perak yang bentuknya menyerupai buah kemiri.
Seledri pun iri melihat saudaranya mendapat hadiah emas dan perak. Ia pun merencanakan sesuatu bersama ibunya. Ia mengikuti jejak Kemiri, pergi ke hutan berpura-pura mencari daun obat.
Seledri melihat gubuk kecil, seperti yang dikatakan Kemiri. Seledri berpura-pura kelelahan dan minta nenek renta itu untuk mengizinkannya beristirahat.
Nenek pun mengizinkan Seledri untuk beristirahat. Ia juga meminta Seledri untuk membantunya menanak nasi. Seledri pun melakukan pekerjaan yang diperintahkan sang nenek. Dengan berat hati ia ke sumur untuk mengambil air yang akan digunakan untuk mencuci beras.
Saat tiba di sumur, Seledri melihat begitu banyak kendi berjejer di dekat sumur. Kendi itu memiliki bentuk dan warna yang sama dengan kendi berisi emas dan perak yang dibawa oleh Kemiri.
Tanpa pikir panjang, Seledri mengambil kendi-kendi itu dan pergi secepatnya. Jika ia menunggu nenek itu yang memberikan, maka ia hanya mendapat satu kendi. Oleh karena itu, Seledri membawa semua kendi yang ada agar ia mendapatkan emas dan perak yang banyak.
Di tengah perjalanan, ia kesulitan membawa kendi-kendi yang banyak. Ia pun berpikir untuk memecahkan kendi-kendi itu dan mengambil emas dan peraknya saja agar dapat dibawa dengan mudah.
Dengan tidak sabar ia memecahkan semua kendi-kendi itu, namun bukan emas yang ada di dalamnya, melainkan ular-ular berbisa, beserta kelabang dan lipan.
Kemiri dan ibunya yang menunggu Seledri terlihat cemas, karena sudah petang namun Seledri tak kunjung pulang. Sang ibu menyusul Seledri ke hutan. Di hutan ia melihat begitu banyak ular, kelabang, dan lipan yang menyerang Seledri. Ia juga akhirnya tak luput dari serangan binatang melata itu.
Kemiri kini hidup bahagia karena sudah tidak ada lagi orang yang jahat padanya.
24. Kisah Sebuah Topi
Seorang petani dengan topinya yang berwarna hitam tengah beristirahat di bawah pohon karena kelelahan. Pak tani mengibaskan topinya untuk membuat angin dan mengusir panas yang menyerang tubuhnya. Tanpa ia sadari, saat ia tengah melamun, seekor kera membawa lari topi miliknya.
Sejak saat itu ia tidak pernah melihat topi miliknya lagi. Entah di mana kera menyembunyikan topi itu. Yang jelas sejak ia tidak memakai topi hitam itu, ia menjadi gundah gulana, semangat bertaninya hilang. Setiap malam ia juga sulit tidur karena memikirkan topi itu berada di mana.
Petani merasa, topi itu adalah penyemangat hidupnya. Topi itu juga topi keberuntungannya. Sejak saat itu, hasil panen petani menjadi berkurang, bahkan lama-kelamaan ia tidak panen sama sekali. Petani pun pergi mencari topi itu, ia berjalan masuk hutan dan keluar hutan.
Suatu ketika, ia bertemu dengan seorang pengemis. Pengemis itu lumpuh. Ia berdiri dengan kedua tongkatnya. sementara wajahnya tertunduk dan tangannya memegang topi yang dibalik. Ini ia lakukan karena ia menggunakan topi itu sebagai tempat menampung uang pemberian orang yang iba padanya.
Yang menarik perhatian petani adalah pengemis itu memegang topi yang sangat mirip dengan topi miliknya. Warna hitamnya yang sudah memudar, juga di beberapa bagian ada yang bolong. “Ah, itu pasti milikku,” gumam petani.
Ia pun mendekati pengemis. Pengemis mengira ia akan diberi uang. Namun, petani langsung meminta pengemis menyerahkan topi miliknya. Pengemis menolak, karena ia berpikir, sejak topi itu berada di tangannya, banyak orang yang iba padanya, sehingga banyak yang memberinya uang.
“Aku kan tidak mencuri darimu. Seekor kera menjatuhkan topi itu saat aku tengah bersandar di sebuah pohon. Aku pun mengambil topi yang jatuh itu.”
“Itu topi yang sudah lama aku cari. Tanpanya aku tidak bisa memanen padi, karena topi itu adalah topi keberuntunganku. Semua padi-padiku habis dimakan tikus.”
Pertengkaran semakin sengit, keduanya saling menarik topi yang sudah usang itu. Karena topi itu sudah lama dan rapuh, topi itu akhirnya terbelah menjadi dua bagian. Petani dan pengemis pun hanya terdiam dengan mulut menganga.
Kini tidak ada seorang pun di antara mereka yang bisa memiliki topi itu. Keduanya bertengkar lagi, saling menyalahkan penyebab rusaknya topi itu. Hingga seorang penjual topi mendekati mereka berdua yang semakin memanas.
“Aku merasa tidak asing dengan topi itu, topi itu dijual ayahku saat aku masih kecil. Ia membuat topi itu sendiri. Aku selalu ikut ke mana pun ia pergi menjajakan topi-topinya.”
Petani dan pengemis kaget dengan kedatangan penjual topi. Ia membawa banyak topi yang bentuk dan warnanya sama dengan topi yang mereka perebutkan. Hanya bedanya, topi yang dibawa oleh penjual topi, bentuknya masih baru dan warnanya masih pekat.
“Tidak ada yang istimewa dengan topi buatan ayahku itu. Mungkin hasil panenmu berkurang karena kau terlalu fokus memikirkan hilangnya topi milikmu itu, Pak Tani. Sementara, kau, Pengemis, tanpa topi itu aku yakin uang yang kau dapat setiap harinya tidak akan berkurang. Aku akan memberi kalian masing-masing satu, silakan pilih topi mana yang kalian suka.”
Petani sangat senang. Ia pun pulang dengan membawa topi baru. Ternyata benar apa yang dikatakan penjual topi. Bukan topi itu yang menentukan hasil panennya.
Jika ia giat bekerja dan tidak memikirkan sesuatu hingga berlarut-larut, hasil panennya bagus juga. Sementara pengemis, ia malu mengemis lagi. Ia bekerja pada penjual topi, membantunya menjual topi-topi miliknya.
25. Kuda Sembrani
Di sebuah kerajaan yang makmur, ada seorang raja yang memerintah dengan sangat arif dan bijaksana. Raja itu juga disegani oleh rakyat dan pemimpin dari kerajaan lain.
Terlebih raja memiliki seorang putri yang kecantikannya tersohor hingga ke berbagai penjuru. Siapa pun yang melihat kecantikan putri, akan tergila-gila dan ingin meminangnya. Namun, putri masih sangat muda, jadi ia belum siap menikah.
Kabar mengenai kecantikan putri, sampai juga di telinga seorang pemimpin kerajaan yang memiliki sifat congkak, angkuh, sombong, dan telah memiliki empat istri. Ia ingin mempersunting sang putri untuk dijadikan istri kelima. Ia tidak peduli dengan usia sang putri. Ia ingin melamar sebelum pemimpin kerajaan lain datang terlebih dahulu untuk melamarnya.
Suatu hari, datanglah raja congkak bersama pengawalnya untuk melamar putri. Putri yang tidak berkenan dirinya dijadikan istri kelima oleh seorang raja yang congkak, berusaha menolak secara halus.
Namun, raja bertekad kuat ingin memperistri dirinya. Putri pun mengajukan sebuah syarat. Jika raja congkak berhasil mengambilkan bunga melati hitam yang hanya ada di gunung tertinggi dalam waktu satu malam, putri akan mempertimbangkan pinangan raja congkak.
Putri berharap raja congkak menyerah dengan syarat yang ia ajukan karena untuk menuju gunung tertinggi membutuhkan waktu minimal tiga hari perjalanan, serta melalui pendakian yang sangat terjal.
Tanpa diduga oleh putri, raja congkak menyanggupi. Ia pun pulang bersama pengawalnya dan akan kembali esok hari.
Tidak ada yang mengetahui bahwa di kerajaan tersebut, ada seekor kuda sembrani sakti. Kuda ini memiliki sayap indah dan dapat terbang ke mana pun. Malam itu putri bersama kuda sembrani pergi ke kerajaan milik raja congkak.
Ternyata bukan raja congkak yang pergi ke gunung tertinggi. Ia menyuruh raksasa jahat untuk mengambil melati hitam. Dengan kakinya yang besar dan langkahnya yang lebar, sudah tentu raksasa jahat itu mampu mengambil melati hitam.
Putri yang melihat itu, bersama kuda sembrani terbang ke gunung tertinggi. Mengambil setiap bunga melati hitam dan membuangnya ke mulut gunung hingga tidak ada satu bunga pun yang tersisa.
Saat raksasa kembali dari gunung tertinggi, ia mengatakan pada raja congkak bahwa tidak ada satu bunga melati hitam pun yang tengah bersemi. Raja congkak marah besar, rencana menikahi putri gagal. Raja congkak berniat menculik putri.
Kuda sembrani yang diutus putri untuk mencari tahu tentang rencana raja congkak, memberi kabar pada putri, bahwa putri akan diculik. Putri lalu meminta izin pada kedua orang tuanya, yakni raja dan ratu, untuk mengizinkannya pergi ke gua. Di gua itu putri akan bersembunyi dari raja congkak.
Raja dan ratu mengizinkan putri pergi bersama kuda sembrani. Putri tinggal sendiri, sementara kuda sembrani kembali lagi untuk memperhatikan keadaan istana. Raja congkak pun datang dengan semua prajurit terbaiknya.
Dengan marah yang berapi-api, ia memasuki istana. Saat ia tidak melihat putri, ia bertambah marah dan kehilangan kendali. Ia menyerang dengan membabi buta dan semua orang di kerajaan terbunuh, termasuk raja dan ratu.
Kuda sembrani memberi kabar menyedihkan itu pada putri, ia pun pulang ke istana bersama kuda sembrani. Betapa sedihnya ia melihat ayah dan ibunya sudah tiada. Ia lalu pergi bersama kuda sembrani. Mengejar raja congkak.
Saat raja congkak tiba di sisi tebing tinggi, putri bersama kuda sembrani menjatuhkan bebatuan dari atas tebing. Raja congkak bersama semua prajuritnya tewas.
Putri yang dirundung duka pergi ke pulau terpencil. Tak seorang pun yang tahu ke mana perginya sang putri. Di pulau itu, ia hidup berdua dengan kuda sembrani dan tidak menikah hingga ia dan kudanya tutup usia.